Laki-laki delapan belas tahun itu keluar dari kamar mandi dengan rambut masih basah dan handuk yang menutupi bawah pusar hingga atas lututnya. Bukannya langsung memakai baju ia malah meraih benda pipih persegi panjang yang terus berkedip-kedip menandakan masuknya puluhan notifikasi.
Hanya berdecak malas saat para perempuan masih memohon-mohon padanya untuk balikan padahal hubungan mereka sudah berakhir sejak lama.
Kadang, Rendy sendiri juga heran, kenapa masih banyak yang mau menjadi pacarnya meskipun sudah tahu kalau dirinya tidak pernah serius mencintai siapapun? Kenapa mau-mau saja dipermainkan?
Karena Rendy tampan? Jelas sejak lahir. Tapi lelaki tampan di sekolah kan bukan hanya dirinya. Sebenarnya para perempuan yang mendekatinya itu sendiri yang membuat Rendy dicap sebagai playboy. Rendy hanya melayani semua yang datang saja.
Tok tok tok
"Ren, buka pintunya."
Buru-buru Rendy memakai baju tidurnya dan membukakan pintu. Tampaklah Shila dengan muka kusut dan mata.. sembab?
"Lo kenapa nangis?"
Adik yang hanya berjarak satu tahun dengannya itu langsung memasuki kamar dan duduk di kasurnya dengan memanyunkan bibirnya serta mata berkaca-kaca.
Oke Shila memang cengeng. Banget malahan. Tapi malam-malam begini mewek karena apa coba?
"Sisil kurangin dong tingkat kecengengan lo. Udah gede juga. Kenapa nangis?"
Rendy sudah bisa menebak Shila nangis-nangis seperti ini pasti hanya karna hal sepele. Oh mungkin karena tidak bisa sisir rambut. "Jawab woy malah melorok gitu." Ia lalu duduk di samping Shila yang masih diam cemberut sambil menatap kearahnya tajam.
"Ren.. gue benci banget sama dia. Sampe nggak bisa tidur," ujar perempuan itu akhirnya diakhiri helaan nafas panjang dan tetesan air mata.
"Nangisin siapa lo?"
"Nggak tau, gue juga nggak mau nangis-nangis gini. Tapi air matanya keluar sendiri.." lirih Shila lalu menutup wajahnya menggunakan telapak tangan. Menangis.
"Sil, udah dong. Gue gumoh tiap hari liat lo nangis." Rendy mengelus bahu Adiknya itu. Di bibir mungkin ia mengatakan kesal, tapi jauh di lubuk hatinya ia tak tega melihat Shila yang benar-benar.. secengeng itu..
Rendy sebenarnya tidak tega melihat wajah menggemaskan Shila yang hampir setiap hari memerah karena menangis.
"Gue liat dia sama Mak lampir tadi Ren.."
Kedua alis Rendy terangkat. "Siapa? Devan? Mak lampir siapa lagi?"
"Lo nangisin Devan, hah?!" tanya Rendy ngegas. Pasalnya hanya Devan lah satu-satunya cowok yang pernah membuat Shila menangis.
Bahkan waktu baru putus dulu sampai nangis-nangis seminggu. Kalau Devan bukan temannya pasti Rendy sudah menghajar lelaki itu karena membuat Adik yang dasarnya sudah cengeng ini menangis.
Shila berusaha mengendalikan air mata yang seolah tak terkontrol ini. Tidak mau Papa atau Mamanya terbangun. Ini sudah malam waktunya istirahat, pukul sepuluh.
Shila lalu menggeleng pelan, lalu tersenyum lebar. "Enggak kok. Lupain."
"Lo kenapa anjir? Bipolar? Tadi nangis-nangis sekarang cengar-cengir?! Gue panggilin Mama nih."
"Yeee yakali gue bipolar!"
"Bukan bipolar emang, tapi otak lo bermasalah."
Shila masih menampakkan senyum lebar, lalu memeluk Kakak tersayangnya yang masih ngedumel ini. "Sisil sayang Kak Ren."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Ex
Teen Fiction"Salah sendiri ngangenin. Ayo balikan. Harus mau! Gue nggak mau kehilangan lo lagi.." -Devanno A ________ Putusnya hubungan tanpa alasan yang jelas membuat Shila diam-diam masih menyimpan rasa pada Devan, sang mantan yang pernah ia tangisi selama se...