24: Pengakuan

8.5K 505 18
                                    

Matahari sudah tenggelam sepenuhnya dan menampakkan hamparan laut di bawah cahaya bintang yang menciptakan pemandangan yang jauh lebih indah.

Keenam orang itu duduk berjejer di pinggir pantai sembari mengobrol tentang ini itu. Meskipun ada dua orang diantaranya yang sedari tadi menutup mulut rapat-rapat

Tentu saja Devan dan Aldan.

Seolah terjadi perang dingin, setelah kedatangan tiba-tiba dan mengejutkan Aldan tadi, Devan yang dari sananya sudah pendiam jadi tambah membisu. Apalagi melihat interaksi antara Aldan dan Shila yang membuatnya menyesal telah ikut ke tempat ini.

Sebenarnya bukan hanya Devan. Rendy, Eza dan Arda juga mendadak menjadi canggung. Mereka sudah mengetahui permasalahan antara dua orang itu dari Gio. Dan saat Aldan memutuskan tidak ikut kemarin, Rendy bisa bernafas lega.

Tapi ternyata realita berkata lain.

Shila yang tidak tahu apa-apa itu dengan santainya tertawa-tawa bersama Aldan. Sangat tidak peka dengan suasana dan membuat Rendy sangat ingin menampolnya sekarang juga.

Tiba-tiba Devan berdiri, membuat semua menatapnya bingung.

"Gue ke toilet dulu," katanya singkat lalu melangkah menjauh.

Hening.

Setelahnya mereka semua menjadi menutup mulut masing-masing padahal sebelumnya tengah asik bercerita.

"Eh di mobil kan ada gitar," kata Eza setelah hening untuk beberapa saat. "Siapa yang mau ambil?"

Lagi-lagi hening.

Mereka semua saling tatap.

"Ya udah sini gue aja," putus Aldan, lalu berdiri setelah menerima kunci mobil dari Arda.

Demi apapun Shila bingung karena merasa ada yang tidak beres. Ketiga laki-laki yang duduk di sebelahnya itu malah membisu. Padahal tadi terus membacot tanpa henti.

Shila ingin bertanya tetapi niatnya terdahului oleh mereka yang tiba-tiba berdiri bersamaan.

"Mau ke mana?!"

Lagi-lagi mereka saling tatap satu sama lain. Dan setelah mendapat cubitan dari Eza, Rendy baru menjawab, "Kita laper nih. Mau cari makan dulu."

"Iih, ikut!" Shila hendak berdiri tapi buru-buru ditahan oleh Rendy.

"Lo di sini aja. Kita bentaran doang kok."

"Nggak mau!"

"Jangan keras kepala deh. Tunggu sini aja gue bilang!"

Shila cemberut. Tapi tidak ada pilihan lain selain menurut dan kembali duduk. Mengambil ponselnya yang hampir mati karena baterainya hanya tinggal 4%. Ada banyak panggilan tak terjawab dari Ririn.

Tadi ia juga sempat berbicara dengan sahabatnya itu lewat telepon. Mendengar nada bicara Ririn yang terdengar sedih membuat Shila kasihan. Kalau ada Ririn, pasti lebih seru.

"Yang lain mana?"

Shila terperanjat. Lalu kembali menyimpan ponsel ke dalam tas selempangnya. "Pada cari makan katanya. Nyusul yuk?"

Aldan malah duduk. "Lo laper?"

Sebenarnya Shila lapar. Tapi entah kenapa kepalanya malah menggeleng pelan. Membuat sebuah senyum manis terukir di wajah tampan Aldan.

Kemudian laki-laki itu mengalihkan fokusnya pada gitar. Mulai memetiknya hingga terdengar sebuah nada indah.

"Lo bisa nyanyi?" tanya Aldan tanpa mengalihkan pandangannya.

Dear My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang