34: Lantern

2.3K 120 10
                                        

Ini udah berapa taun terbengkalai sih? Emang masih ada yang nungguin?:) Yaudah ada ga ada yang nunggu cerita tidak seberapa ini buat lanjut, semoga kalian suka yaaaaaa!❤️

Ini udah berapa taun terbengkalai sih? Emang masih ada yang nungguin?:) Yaudah ada ga ada yang nunggu cerita tidak seberapa ini buat lanjut, semoga kalian suka yaaaaaa!❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kita mau ke mana sih?"

Nyatanya sedari tadi pertanyaan itu belum juga terjawab terhitung sudah delapan kali Shila bertanya. Sementara manusia lain di sampingnya hanya tersenyum tipis tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

Menyerah, Shila akhirnya pasrah saja mau ke mana pun Devan akan membawanya. Karena Shila sudah yakin seratus persen, Devan tidak mungkin macam-macam. Sedikit pun, tidak ada rasa curiga di hatinya.

Empat puluh menit mobil milik Devan membelah jalanan kota, hingga akhirnya berhenti di sebuah destinasi wisata perbukitan. Sepertinya iya. Karena di sekelilingnya terdapat cukup banyak mobil yang terparkir. Tapi, malam-malam begini ada acara apa di tempat seperti ini?

Shila tidak menyangka ajakan Devan kemarin malam yang secara kebetulan bertemu di pinggir jalan, ternyata bukan untuk mengajaknya makan malam romantis dengan alunan musik— yang Shila bayangkan akan seperti lagu milik Cigarettes After Sex berjudul 'Dont Let Me Go' jika saja Devan ingin mereka kembali—

Tunggu.

Tidak salah kan, otak cantik Shila baru saja membayangkan jika Devan mengajaknya balikan!

Shila bergidik ngeri dalam diamnya. Matanya melirik ke arah Devan namun ternyata laki-laki itu sudah tidak ada di sana, disusul suara ketukan dari jendela mobil.

"Ayo turun." Katanya sembari membukakan pintu untuk Shila.

"Ini tempat apa, Dev?"

Menyadari keraguan dari mata yang mengerjap ragu itu, tanpa peringatan Devan meraih tangan Shila dan menggenggamnya erat. Shila yang sama sekali belum mengantisipasi hal tersebut tentu saja terkejut.

"Lo percaya sama gue?" Kata Devan dengan suara lembutnya dengan tatapan lekat pada dua sorot mata sayu Shila.

Shila seketika merasa aman merasakan genggaman tangan Devan yang hangat, tanpa pikir panjang mengangguk.

Mereka berdua kemudian berjalan bergandengan tangan menaiki satu tanjakan bukit yang tidak terlalu terjal dan terdengar suara ramai orang-orang dari kejauhan.

Shila terperangah dan menutup mulutnya tidak percaya saat tanjakan itu membawa mereka pada satu hamparan rumput hijau seperti lapangan yang ada di atas bukit, yang terdapat puluhan pohon pinus yang menghiasi sekelilingnya. Siapapun yang berada di sini, seolah terasa lebih dekat dengan langit malam yang terlihat sangat indah taburan bintang-bintangnya.

Dan yang paling penting, mengapa orang-orang ramai datang ke tempat ini termasuk mereka berdua, karena rupanya ada acara penerbangan lentera!

"Lo tau dari mana tempat ini?" Kata Shila dengan senyuman yang tidak bisa luntur. Ia menjadi teringat salah satu scene paling iconic yang ada dalam film Tangled yang menjadi favoritnya semasa kecil. Dan sekarang, Devan berhasil mewujudkan dalam dunianya.

"I know it." Jawabnya terkekeh pelan. Yah, Shila tidak perlu tahu bagaimana usaha Devan untuk searching di internet semalaman demi bisa membuat salah satu kenangan manis bersama perempuan ini. Devan ikut senang melihat senyum merekah Shila yang terlihat sangat cantik.

Laki-laki itu lalu mengambil sebuah lentera untuk mereka berdua dan kuas kecil beserta cat seperti tinta untuk menulis harapan mereka di atas lentera berwarna kuning itu sebelum nantinya diterbangkan bersama-sama.

Shila bersemangat sekali menuliskan keinginannya. Mulai dari keinginan nilai ujian akhirnya nanti bisa membanggakan, ingin makan es krim boba yang dibeli Rendy kemarin tapi tidak mau berbagi dengannya, hingga yang terakhir. Shila hanya ingin hidupnya untuk kedepannya lebih bahagia.

Sedangkan Devan, tanpa banyak basa-basi lelaki itu hanya menuliskan tiga buah huruf saja di sana.

D & A

"A?" beo Shila.

"Ashila," jawab Devan tanpa menatap pada Shila. Bodoh sekali, bagaimana Shila tiba-tiba lupa namanya adalah Ashila.

"Gue mau kita sama-sama selamanya," katanya lagi, dan kini beralih menatap lawan bicaranya itu.

I hope so too, Dev.. lirih Shila dalam hati.

Setelahnya, mereka mulai menghidupkan api pada lentera itu. Dan sesuai aba-aba, dalam hitungan ketiga mereka semua kompak menerbangkannya ke langit.

Lampu-lampu berwarna kemuning itu terlihat sangat indah di langit yang penuh bintang. Tak mau kehilangan momen, Shila segera mengambil ponsel untuk mengabadikan semuanya karena hal seperti ini tidak akan terjadi dua kali. Kalaupun berkesempatan mengulang hal yang sama, tentu saja, it's not the same as it was.

Yah, layaknya hubungan mereka.

Meskipun mereka akan memulai hubungan baru lagi, akankah tetap sama, lebih baik, atau justru mungkin akan lebih buruk?

"Suka?" tanya Devan yang dari tadi hanya sibuk mengamati wajah Shila, lalu ikut menatap ke arah pandang perempuan itu.

"Suka! Suka banget, lah!"

Shila merasa begitu senang. Tapi sampai acara penerbangan lentera ini selesai, hal yang paling dinanti-nantinya entah kenapa tak kunjung terucap. Biarlah Shila merutuki dirinya sendiri karena masih menunggu Devan untuk kembali mengakui perasaannya.

Tapi tetap saja. Sampai Devan dan mengantarnya pulang setelah makan di salah satu restoran Jepang, tak ada tanda-tanda lelaki itu akan kembali melakukan hal romantis lain untuk meluluhkan hatinya. Padahal sih, Devan tidak melakukan apapun Shila juga sudah luluh. Luluh lantak.

"Makasih, Dev." Kata Shila setelah lelaki itu membukakan pintu mobil tanpa diminta. "Kalo gitu gue masuk dulu. Lo mau mampir? Nyokap gue kangen lo tuh."

Devan terkekeh pelan. "Kapan-kapan gue nyamperin Tante Kiran, ya."

Shila mengangguk. Tidak heran jika memikirkan betapa setujunya Mama jika nanti Shila nanti akan berakhir dengan Devan.

"Oh iya, Shil. Gue.. punya sesuatu buat lo."

Astaga! Inikah saatnya!

Perempuan itu berdeham. "A-apa?"

Devan kembali untuk mengambil sesuatu di dalam mobilnya. Shila sampai berharap-harap dan sibuk menerka apakah yang akan diberikan.

Ah. Sebuah boneka.

Devan mengulurkannya. "Semoga, boneka ini bisa jadi koleksi yang paling lo sayangi, ya."

Shila menerimanya. Ia mengamati boneka kelinci lucu berwarna biru muda ini. Bukan pink seperti warna kesukaannya. Tapi meskipun begitu Shila jamin, boneka ini akan menjadi favoritnya. "Thanks—"

Perkataan Shila terpotong saat Devan tiba-tiba memeluknya. Ia mematung untuk beberapa saat dan memutuskan untuk membalas pelukan itu. Sedikit kaku, karena sudah lama sekali rasanya tidak merasakan pelukan hangat Devan dan menghirup aroma parfum mahal yang bercampur dengan aroma tubuhnya yang maskulin.

"Shil."

"Ya?"

"Mungkin sekarang.. gue nggak akan minta kita buat jadi kayak dulu lagi. Tapi kalo benang merah takdir itu memang benar adanya, we will stick together, Shil. Gue janji." Katanya pasti. Membuat Shila harus memerlukan beberapa saat untuk menyerap seluruh kata-katanya.

— BERSAMBUNG

Dear My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang