Shila tertidur.
Sangat pulas hingga terdengar dengkuran halus. Devan tentu sangat tahu, jika lelah menangis perempuan itu pasti bisa tertidur di mana saja. Tapi sekarang ini, Shila tidur disaat yang tidak tepat. Dan Devan tidak tega membangunkannya.
Pintu gerbang yang dikunci, dan Rendy yang entah kemana, membuat Devan hanya berdiam di mobil ini selama hampir lima menit. Untuk menelpon Rendy pun butuh waktu sampai mendapatkan jawaban pada panggilan ke-sembilan.
"Lo di mana?" tanya Devan tanpa basa-basi.
"Lagi jalan sama cewek gua nih. Shila lagi sama lo?"
"Pintu gerbang dikunci. Gue gimana masuknya?"
"Shila bawa kuncinya."
"Shil—"
"Lo temenin dia dulu ya, Van. Gua pulang malem keknya. Mau ke rumah Arda juga nanti."
"Tapi Shila ti—"
"Okee okeee temenin Shilaa bye!"
Belum sempat menjawab, sambungan telpon terputus begitu saja. Devan menghela nafas panjang tidak tahu harus apa sekarang.
Ditatapnya Shila yang tertidur pulas, jelas sekali pipi kirinya memerah. Telapak tangannya terulur untuk mengusap pipi Shila pelan. "Lo ditampar, hm?"
Jantung Devan berdetak lebih cepat seperti biasanya ketika sedang bersama perempuan ini. Perasaan yang tidak pernah berubah sejak pertama kali Devan tidak sengaja menjatuhkan hatinya untuk Shila.
Dua hari ini dia mencoba menjauh, membangun jarak dan berusaha untuk melupakan semua rasa yang dia miliki, mencoba merelakan Shila pada Aldan, hancur dalam sekejap mata.
Melihat Shila menangis ketakutan seperti tadi, rasanya Devan ingin marah semarah-marahnya pada Naya.
Satu hal yang Devan sadari, dia.. tidak akan pernah bisa melepaskan Shila, dan kehilangan perempuan itu lagi. Devan benar-benar tidak bisa.
Penyesalan ini, membuat Devan ingin memutar waktu. Memperbaiki kesalahan yang pernah dia perbuat pada Shila. Memperbaiki hubungan mereka yang seharusnya tidak serumit sekarang.
Sayangnya, hal itu tak akan pernah bisa dia lakukan.
Shila benar-benar sudah lepas dari pelukannya. Dan entah bagaimana caranya untuk mendapatkannya kembali, saat Shila terus menjaga jarak, dan Aldan yang ternyata menyukai Shila diam-diam.
Setelah merenung beberapa saat, Devan memutuskan untuk kembali melajukan mobilnya. Tidak mungkin dia hanya berdiam disana menunggu sampai Shila bangun.
Jalan satu-satunya adalah membawa Shila ke rumahnya.
Setidaknya biarkan Shila istirahat di kamarnya dulu.
Butuh waktu tiga puluh menit perjalanan untuk sampai ke rumahnya. Devan langsung menggendong Shila, membawa perempuan itu ke kamarnya. Dia tidak perlu izin ke siapapun karena Devan sudah tidak mempedulikan semua orang di rumah ini. Dia merasa hidup sendiri sekarang.
Bahkan ketika sudah berada di gendongan Devan pun, Shila masih tertidur sangat pulas. Dia tidur atau pingsan?
"Ini siapa, Dev? Shila?"
Nita baru datang dari dapur, langsung mengikuti Devan sambil terus bertanya-tanya meskipun tidak dijawab.
"Biarin dia istirahat," sahut Devan dingin lalu melepas sepatu dan kaus kaki Shila. Setelahnya, Devan menyelimuti tubuh perempuan itu sampai ke leher.
Nita tak banyak bertanya-tanya lagi, dan segera pergi dari sana dengan perasaan kecewa.
***
Matanya mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahanya yang sangat terang di ruangan ini. Padahal biasanya, Shila selalu mematikan lampu saat tidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Ex
Teen Fiction"Salah sendiri ngangenin. Ayo balikan. Harus mau! Gue nggak mau kehilangan lo lagi.." -Devanno A ________ Putusnya hubungan tanpa alasan yang jelas membuat Shila diam-diam masih menyimpan rasa pada Devan, sang mantan yang pernah ia tangisi selama se...