20: Pertandingan

8.6K 514 4
                                        

Keempat laki-laki itu membisu saat seseorang yang ditunggu sejak tadi datang dengan sangat terlambat.

"Sorry," ucapnya pelan.

"Dari mana aja lu, Van?" tanya Eza sebagai orang yang paling sering mengomel saat menunggu selama dua jam terakhir.

Devan gelisah. Tapi ia berusaha menutupi dengan wajah datarnya. "Tadi—"

"Udah!" sela Rendy cepat, "yang penting Devan udah nyampe, kan?"

Yang lain hanya mengangguk-ngangguk saja tanpa curiga. Padahal Rendy tahu, Devan telat karena pergi dengan Shila.

Setiap malam mereka memang berkumpul di rumah Eza seperti biasa. Bukan untuk latihan tapi kan kalau salah satu anggota tidak ada rasanya kurang lengkap.

"Eh, Van masukin dulu motor lu ke garasi sana! Entar dimaling!" ingat Eza saat Devan baru saja duduk.

Dia kembali berdiri dan melakukan apa yang Eza bilang. Ketika laki-laki itu berbalik untuk kembali ke dalam rumah, rupanya ada Aldan yang sedang berdiri di pintu garasi dengan tatapan datar.

"Kenapa, Dan?"

"Lo dari mana tadi kok baru dateng?"

Devan bisa merasakan hawa cemburu dari sahabatnya ini. Untuk itu dia membisu, tak tahu harus menjawab apa.

"Sama Shila, kan?" tanya Aldan tepat sasaran diakhiri dengan tawa hambar. Sebenarnya, dia tidak menebak. Tapi karena benar-benar melihat secara langsung.

"Gue cuma bantuin dia belajar sebelum ujian."

Devan berbohong. Tadi setelah menunggu hujan reda hampir satu jam, setelahnya mereka makan bakso dulu di warung pinggir jalan. Hanya sekedar makan. Tapi mungkin Aldan yang tak sengaja melihatnya dan salah mengartikan.

Lagi, Aldan tertawa. Bukan tawa ceria seorang Aldan Nathaniel seperti biasanya. Tawa yang aneh, mengejek.

"Gue liat lo kok tadi."

Skakmat. Devan tak bisa menjawab lagi. Kenapa seperti seseorang yang seperti ketahuan jalan dengan selingkuhan begini?

"Katanya lo mau mundur. Nyatanya?"

Jujur Aldan tidak ingin marah. Tetapi rasa cemburunya sudah merumpah ruah.

"Kita cuma makan—"

"Lo masih mengharap sama Shila, kan? Lebih baik lo jujur."

Devan menghela nafas berat. "Gue baru mau mencoba relain dia. Nggak semudah itu ngelepasin orang yang disayang."

Aldan kembali tertawa mengejek.

"Dulu lo sendiri yang ngejauhin Shila!"

"Gue nggak pernah menjauh! Lo tau itu!" Devan mengerutkan alis mendengarnya, emosinya terpancing. Aldan yang ada di depannya saat ini bukanlah Aldan yang menjadi sahabatnya sejak kecil. Kesepakatan yang mereka buat sebelumnya bahkan seperti terlupakan begitu saja.

"Gue udah ngalah buat lo dulu! Sekarang giliran lo!" Aldan menatap Devan penuh emosi.

"Gue nggak pernah minta lo ngalah! Kalo sejak awal jujur lo suka sama Shila, gue nggak akan pernah deketin dia!"

Dear My ExTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang