Devan melangkahkan kakinya menuju kantin untuk membeli minuman sebelum menghampiri Shila di perpustakaan. Setelah mengganti baju basketnya dengan seragam biasa, tubuhnya masih terasa gerah. Untuk itu ia ingin minum sesuatu yang dingin.
Benar-benar hanya membeli minuman lalu setelahnya Devan segera bergegas menuju tujuan utamanya.
Ponselnya tiba-tiba berdering, menampilkan nomor yang asing baginya. Tak perlu pikir panjang Devan mengangkat panggilan itu. Siapa tahu penting. Hingga terdengarlah suara tangisan seorang perempuan dari sebrang sana.
"Devan tolongin gue, Van! Gue takut.. orangtua gue bertengkar lagi.."
Naya.
Ya, Devan tahu siapa pemilik suara ini.
Tak hanya tangisan Naya, Devan juga mendengar suara heboh seperti bentakan kasar dan suara pecahan kaca.
"Lo di rumah?" Tanpa sadar, Devan panik.
"I-iya, Van.. plis tolongin gue. Gue mau pergi aja dari rumah ini.."
Devan mematikan sambungan telfon secara sepihak dan berlari menuju parkiran. Ia seperti melakukannya reflek karena panik. Buru-buru mengendarai mobilnya menuju rumah Naya.
Melupakan satu hal. Shila yang menunggunya di perpustakaan.
***
Devan juga tidak mengerti dengan dirinya sendiri. Kenapa langkahnya terasa begitu ringan saat memasuki rumah megah milik keluarga Naya. Devan benar-benar melakukan ini hanya atas dasar kemanusiaan karna ia bisa merasakan bagaimana ketika berada dalam posisi Naya.
Tangannya dengan cepat mengetuk pintu tak sabar. Naya bisa saja melakukan hal bodoh jika tidak segera—
"Siapa anda?!"
Seorang pria paruh baya dengan wajah yang menyerupai Naya itu membukakan pintu dengan tatapan tajam.
"Saya Devan. Temannya Naya," jawabnya tanpa gentar.
"Anda? Temannya Naya?! Kenapa mau berteman dengan anak tak berguna seperti dia?!"
Pria ini tertawa mengejek. Menatap Devan seperti meremehkan. Lalu melenggang pergi begitu saja.
Devan tak mempedulikan pria tadi dan masuk begitu saja ke dalam rumah. Langsung menuju kamar Naya yang sudah ia tahu dimana letaknya.
Dan akhirnya Devan melihat perempuan itu sedang meringkuk di samping ranjangnya. Menangis.
"Naya?"
Naya tak mendengar. Masih terus menangis tersedu-sedu, membuat Devan tak ada pilihan lain selain lebih dulu menyentuh pundak yang menggigil.
"Naya? Ini gue."
Kini perempuan itu mendongak. Seluruh wajahnya memerah dan matanya membengkak. Naya langsung memeluk Devan dan menangis sejadi-jadinya.
"Devan lo beneran dateng? Makasih, Van.. makasih.."
Devan hanya diam. Tak membalas atau menolak. Membiarkan perempuan itu menangis di pelukannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear My Ex
Teenfikce"Salah sendiri ngangenin. Ayo balikan. Harus mau! Gue nggak mau kehilangan lo lagi.." -Devanno A ________ Putusnya hubungan tanpa alasan yang jelas membuat Shila diam-diam masih menyimpan rasa pada Devan, sang mantan yang pernah ia tangisi selama se...