PART INI SUDAH DI REVISI, KALAU ADA KALIMAT BERULANG-ULANG ATAU HILANG, COBA KALIAN HAPUS DULU. TERIMAKASIH :))
******
Jangan Lupa Follow yaw;)
******
Operasi yang dijalani Irene memakan waktu sekitar lima jam lebih. Selama itu pula Leo dirundung rasa cemas. Dia takut kalau operasinya gagal. Sedangkan Lea yang duduk di samping Leo hanya mencuri-curi pandang begitupun sebaliknya. Lea bingung apa yang harus dia lakukan untuk menenangkan Leo. Lea masih sangat canggung, coba saja kalau tengah bersama teman-temannya pasti dia sudah menjadi dirinya sendiri. Dari selepas akad mereka bahkan belum berbicara sedikitpun. Keheningan itu akhirnya berakhir setelah Dokter Farhan keluar dari ruang operasi.
Orang-orang yang ikut menunggu jalannya operasi lantas segera beranjak menghampiri Dokter Farhan termasuk Leo yang berdiri paling depan.
“Gimana operasi Mama saya, Dok?”
Dokter Farhan tersenyum. Itu artinya pertanda baik.“Alhamdulillah, atas kuasa Allah dan doa keluarga akhirnya operasi berjalan dengan lancar.”
“Alhamdulillah.” Syukur mereka yang berada di sana dengan serempak.
“Dan untuk saat ini mohon maaf sekali pihak keluarga belum bisa menjenguk, kita tunggu mungkin satu atau dua minggu lagi setelah pasien dipindahkan ke ruang rawat.” Imbuh Dokter Farhan.
“Baik, dok.” Sahut Dito karena yang lainnya hanya mengangguk paham.
“Untuk informasi yang lebih detailnya, salah satu dari pihak keluarga bisa ikut ke ruangan saya?”
Sontak semuanya melirik ke arah Dito.
“Biar saya saja, Dok.” Jawab Dito kemudian mengikuti langkah Dokter Farhan di belakangnya.******
Jam menunjukkan pukul 8 malam. Irene kini telah berada di ruang ICCU untuk pemantauan lebih lanjut, letaknya tidak terlalu jauh dari ruang rawat Irene sebelumnya yang saat ini tengah ditempati oleh Sasa dan Lea yang tengah menunggu kedatangan Leo.
Tadi setelah operasi selesai, dengan sedikit paksaan dari Sasa, Leo akhirnya pulang ke rumah untuk mengemas barang-barangnya yang akan dibawa ke rumah Lea. Sedangkan Lea mau tidak mau harus menunggu Leo karena Bunda dan Ayah juga ikutan meninggalkannya, kata Bunda mereka ada urusan pribadi yang mendesak padahal Lea tahu kalau Bunda pasti sengaja meninggalkannya supaya dia bisa berduaan dengan Leo ketika pulang nanti.
Tidak lama kemudian tiba-tiba ponsel Sasa berbunyi ternyata Leo yang menelpon meminta Sasa memberitahu Lea supaya segera pergi ke parkiran karena dia menunggunya.
“Kata Leo, dia udah ada di parkiran bawah.” Ujar Sasa memberi tahu Lea.
Lea yang tengah fokus membalas chat dari teman-temannya lantas mendongak lalu mematikan ponselnya.
“Oh iya Tante, kalo gitu aku pamit ya.” Ujar Lea seraya berdiri setelah mengambil tas sekolahnya.
“Hati-hati di jalan, bilangin sama Leo jangan ngebut.” Ujar Sasa ketika Lea mencium tangannya hendak pamit.
“Iya, Tante.” Jawab Lea setelah itu beranjak pergi menuju parkiran yang dimaksud.
Sebenarnya ketika sampai di parkiran Lea sedikit kebingungan mencari kendaraan Leo, mau menghubungipun tidak bisa soalnya dia tidak memiliki kontak Leo. Akan tetapi untung saja setelah beberapa menit mencari akhirnya Lea menemukan Leo yang kelihatannya juga tengah mencarinya, mungkin dia tahu kalau Lea sedikit kebingungan sebentar.
Tidak perlu banyak bicara, Lea langsung mengikuti Leo berjalan ke arah mobilnya berada.
Dilihat dari logo mobil sampai ke ornamen yang ada di dalamnya. Lea sangat yakin kalau Leo itu kaya raya pake banget, apa jangan-jangan Leo saudaranya Raffi Ahmad? pikir Lea yang sangat suka dengan kemewahan.
“Lo sodaranya Raffi Ahmad?” tanya Lea pada akhirnya.
Leo yang tengah menyetir lantas melirik Lea sejenak sebelum kembali fokus melihat ke arah jalanan.
“Kenapa?” sahut Leo yang malah bertanya kembali.
Lea menggelengkan kepala. “Nggak, nanya aja. Basa basi.” Soalnya bibir gue kalo bahas masalah harta suka susah dikontrol. Imbuh Lea di dalam hatinya.
Leo mengedikkan bahu, “menurut lo muka gue ada mirip-miripnya gak sama keluarga Raffi Ahmad?”
“Gak ada, lo bule sedangkan mereka kayak ke arab-araban gitu.”
“Itu tau.” Sahut Leo setelah itu keadaan menjadi hening kembali.
Kesan pertama yang Lea tangkap setelah interaksinya barusan, Leo itu cuek. Lumayanlah masuk cowok kriterianya setelah wajah dan juga harta.
Menurut Lea cowok cuek kalau sudah sayang sama satu orang sayangnya suka sayang banget, semoga Leo juga seperti itu.
Hening di dalam mobil menyebabkan kantuk semakin bertambah.
Lea menyandarkan kepalanya ke sisi kiri jendela mobil yang sedang dikendarai oleh Leo. Badannya lelah seperti akan remuk ditambah lagi dirinya belum mandi.
Dengan mata terpejam sayup-sayup terdengar suara kendaraan milik orang lain yang terdengar seperti lagu penghantar tidur. Dia tidak peduli dengan pemandangan malam kota Bandung yang sangat indah, karena tidur adalah prioritas utamanya sekarang apalagi besok dia akan sekolah dengan dua status yaitu sebagai pelajar dan juga istri. Semoga semuanya berjalan dengan lancar.
Memikirkan tentang statusnya sebagai istri, Lea berharap ini semua adalah sebuah mimpi dan besok dirinya akan terbangun dalam keadaan normal tanpa adanya ikatan suami istri.
“Jangan tidur dulu,” tegur Leo yang tengah fokus menyetir. Lea tidak menggubris dirinya masih memejamkan mata meskipun tidak tidur lelap.
“Gue gak tau jalan,” lanjutnya. Leo tidak tahu sama sekali alamat rumah istrinya. Dia seperti buta akan semua hal yang menyangkut Lea.
Setelah mendengar penuturan Leo. Terpaksa Lea bangun, dia mengucek-ngucek matanya supaya tidak mengantuk. Benar juga, mana pernah Leo ke rumahnya meskipun Irene adalah sahabat dari Bunda.
Ada pertigaan Leo berhenti sebentar kemudian menatap Lea. “Jalan yang mana?” tanyanya.
“Belok kanan.”
Leo kemudian mengemudikan mobilnya ke arah kanan.
Dua puluh lima menit kemudian mereka telah sampai di depan rumah minimalis berlantai dua dikelilingi pagar tinggi serta tumbuhan yang menghiasi, di samping dan di depan ada rumah lagi, rumah Lea bukan rumah yang terpencil, dia hidup dalam lingkungan bertetangga. Perumahan itu cukup hening mungkin penghuninya telah tertidur karena saat ini sudah malam.
“Bentar telpon dulu.” Lea mengeluarkan handphonenya untuk menelpon satpam yang menjaga rumahnya. Mungkin satpam itu ketiduran di dalam pos tapi tak apalah keluarga Lea tidak pernah marah bagaimanapun juga satpam itu manusia sama seperti dirinya.
“Halo Pak Her, aku di depan. Tolong bukain gerbangnya. Iya, makasih ya.” Ujar Lea setelah itu dia mematikan sambungan.
Tidak lama setelah menelpon dari balik pagar sudah terlihat Pak Herlambang keluar dari dalam pos yang telah disulap menjadi kamar tidur meskipun di dalam rumah Lea telah disediakan kamar khusus untuknya, Pak Herlambang langsung membuka gerbang dan mempersilahkan mobil Leo untuk masuk.
Di dalam rumah sangat sepi. Mungkin orang-orang telah tertidur meskipun masih jam setengah sembilan.
“Mau makan dulu?” tawar Lea kepada Leo yang mengekor di belakangnya sambil menarik koper pakaian yang tidak terlalu besar.
“Gak usah. Gue cape pengen istirahat.”
Lea menganggukkan kepala kemudian mengajak Leo ke lantai atas untuk menunjukkan kamar tamu yang akan Leo tempati malam ini. Belum sempat Lea membuka kamar. Bundanya telah terlebih dahulu menegur dengan wajah bantalnya yang terlihat kesal.
“Heh apa-apaan! Kamu mau nyuruh Leo tidur disini?” tunjuknya ke arah kamar tamu yang akan Lea buka.
Sontak Lea kaget mendengar teguran Bundanya.
“Bunda, bukannya tadi udah tidur?” Lea bertanya dengan gugup, dia takut. Bunda menggeleng sambil berkacak pinggang.
“Tadi aus pengen ambil minum eh malah liat kalian. Inget kalo udah nikah tidurnya harus sekamar, gak boleh pisah-pisah. Ayo Leo tidur di kamar Lea, dan Lea awas ya kamu, Bunda bilangin Ayah loh kalau kamu bikin ulah.” Ujar Bunda terdengar penuh ancaman seraya menggiring Leo memasuki kamar Lea yang letaknya di samping kamar tamu.
“Tapi Bun—”
“Sstt udah sana.” Bunda menggiring Lea juga supaya ikut masuk ke dalam kamar.
“Awas jangan pisah ranjang. Gak baik tau.” Lanjut Bunda kemudian menutup pintu setelah memastikan keduanya tidak melanggar apa yang dia perintahkan.
Keadaan di dalam kamar Lea cukup canggung. Keduanya tidak biasa berada dalam situasi seperti ini. Lea memutuskan segera pergi ke kamar mandi yang berada di dalam kamarnya. Sedangkan Leo lebih memilih merebahkan tubuhnya di atas kasur Lea yang memiliki ukuran tidak terlalu besar maupun kecil, cukuplah untuk keduanya tidur mungkin sedikit berdempetan.
Beberapa menit kemudian Lea keluar dari kamar mandi menggunakan pakaian tidur bercelana dan lengan panjang. Ketika melirik ke atas kasur dia mendapati Leo telah tertidur kelihatannya cukup pulas sampai tidak mengganti pakaiannya. Lea menghela nafas sejenak dirinya tidak bisa menyaksikan seseorang tidur tanpa menggosok gigi dan mencuci kaki.
“Leo.” Panggilnya sambil mengguncangkan punggung Leo yang tidurnya tengkurap.
“Hmm.” Gumam Leo tidak jelas.
“Bangun dulu.” Ujarnya lagi yang masih mengguncangkan tubuh Leo.
“Apa?” Leo bertanya dengan sedikit dengusan karena tidurnya terganggu. Badannya sudah sangat lelah sedari tadi.
“Bangun. Gosok gigi dulu sana, jangan lupa cuci kaki sama muka. Bajunya juga kalo bisa ganti aja, takutnya ada debu nempel. Kalo mau tidur sama gue harus bersih, kulit gue sensitif soalnya, bisa-bisa gak tidur semaleman karena gatel.” Ujar Lea panjang lebar.
“Ribet banget elah, tinggal tidur doang.” Dengus Leo namun dia tetap beranjak pergi ke kamar mandi tidak lupa juga mengambil satu set pakaian bersih dari dalam koper.
Untuk saat ini Lea tidak memperdulikan dengusan Leo, dia lebih memilih merebahkan tubuhnya lalu tidur. Harusnya ini menjadi malam pertama yang indah untuknya tapi sayang Lea menikah di waktu yang tidak tepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SECRET RELATIONSHIP
Teen FictionBELUM REVISI!!! Pernikahan dini hasil dari perjodohan dadakan memang terdengar tabu di era modern seperti ini. "Remaja SMA berumur 16 tahun menikah karena dijodohkan," mungkin itu yang akan menjadi headline di majalah atau sebuah koran. Tapi tenang...