BAB 42

220K 16.4K 9.6K
                                    

Jangan lupa follow, vote dan komen, kalau perlu share ketemen-temen kalian :))

Sebagian part udah direvisi, kalo ada kata yang ke ulang segera hapus dari perpustakaan kemudian add lagi. Karena part yang di revisi makin oke.

Instagram : unijuni_29 kalau up suka dikasih info lewat ig.

******

Lantunan adzan terdengar menggema dengan suara bergetar yang di kumandangkan oleh seorang Ayah sebagai ucapan perpisahan terakhir untuk putra tercinta. Tidak ada hal yang lebih menyakitkan dari orangtua yang ditinggal pergi buah hati untuk selama-lamanya.

Sakit? Sudah jelas. Jika air mata dapat bersuara mungkin dia akan mengutarakan betapa dalamnya luka yang saat ini orang-orang tengah rasakan. Kehilangan sosok teman, sahabat, saudara dan keluarga secara tiba-tiba memang sulit untuk dipercaya. Semuanya terasa seperti mimpi. Dia pergi, hilang, dan tidak akan kembali.

Tepat pada pukul sembilan pagi merupakan akhir dari sebuah perjalanan seorang sahabat mengantarkan sahabat lainnya untuk beristirahat diperistirahatan terakhir.

Tidak dapat dipungkiri, rasa sakit ini semakin nyata tatkala tanah sedikit demi sedikit menimbun tubuh yang terbujur kaku di dalam liang lahat. Sulit dipercaya ketika mengingat seseorang yang biasanya bersenda gurau kini tidak dapat berbuat apa-apa, jiwanya telah hilang meninggalkan raga terbalut kain kafan. Tapi mau bagaimana lagi, jalannya takdir tidak dapat kita tentukan.

Mereka tidak dapat berbuat apa-apa, selain menunduk dan saling merangkul sebagai tanda bahwa semuanya akan baik-baik saja, tidak usah khawatir karena dibalik musibah selalu ada hikmah yang dapat kita ambil.

"Dy." Gumam Bagus ketika melihat tanah itu sedikit demi sedikit menutup rapat setiap celah yang ada. Sudah, lenyap sudah harapannya yang meminta mukjizat Tuhan supaya semua ini hanya mimpi belaka dan dia terbangun dari tidurnya.

Joseph yang berdiri disamping Bagus semakin menguatkan rangkulannya. "Sabar, Gus. Udah takdir Tuhan." Ujarnya berusaha terlihat tegar namun dilubuk hati yang paling dalam, dia hancur.

Rasanya baru saja kemarin mereka berbicara saling meledek satu sama lain dan saat ini lawan bicaranya telah tutup usia. Waktu memang berjalan sangat cepat.

Lain halnya dengan Leo yang saat ini hanya bisa duduk di kursi roda seraya mendongakkan kepala dengan mata tertutup, diam dan meresapi segala rasa yang timbul, hatinya ikut teriris ketika mendengar tangisan seorang ibu yang tiada henti menangisi jasad putranya.

Hingga tiba saatnya sesi menabur bunga sebagai penghormatan terakhir sebelum jasad itu ditinggal sendirian. Di awali oleh pihak keluarga setelah itu kerabat dekat.

“Nak, ini memang berat untuk kami. Tapi insyaallah Ayah ikhlas, Ayah ikhlas,” ujar Ayah dari Aldy seraya menunduk memegang batu nisan bernamakan putranya sambil sesekali menutup mata menahan air mata supaya tidak terjatuh namun semua itu cukup sulit, air mata yang sudah ditahannya sejak tadi akhirnya menetes.

Sejenak beliau terdiam membiarkan air mata keluar membasahi pipi yang tidak lagi sekencang dulu sebelum kembali berujar mengutarakan isi hatinya. “Kepergian kamu memberikan kami hikmah yang luar biasa, bagaimana Allah telah mengatur semuanya dengan sangat sempurna, dan manusia hanyalah makhluk yang hanya bisa berencana,” Ujarnya dengan mata sayu menatap batu nisan dengan sedikit tidak percaya bahwa yang terkubur di dalam tanah ini adalah putranya.

“Jangan takut Nak, kamu memang pergi mendahului kami, tetapi kamu akan tetap berada di hati kami selamanya. Ayah tidak akan pernah melupakan kamu, kamu tetap anak Ayah, kebanggaan Ayah. Dan satu dari sekian ribu pesan Ayah untuk kamu Nak, istirahat dengan tenang sampai kita bertemu lagi di surganya Allah,” imbuhnya kemudian dengan berat hati beliau bangkit setelah memanjatkan doa, sedangkan Ibu dari Aldy sudah terlebih dahulu meninggalkan area pemakaman karena tidak sadarakan diri setelah menabur bunga.

THE SECRET RELATIONSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang