BAB 13 : Lamborghini

298K 16.3K 198
                                    

KALO NEMU PART YANG ACAK-ACAKAN TOLONG HAPUS CERITA INI DARI PERPUSTAKAAN KEMUDIAN ADD LAGI SOALNYA ITU DAMPAK DARI REVISI. DIMOHON KERJASAMANYA, SUPAYA KALIAN NYAMAN JUGA PAS BACA.

******

Semenjak keluar dari cafe Lea terus saja menggerutu. Dia masih belum puas menghina Luna Nita apalagi pipinya berhasil kena tampar.

“Goblok banget itu orang! Enak aja pipi gue digampar. Kacung-kacungnya juga, berani banget mereka ngibulin gue!”

Lea mengepalkan kedua tangannya kalau mengingat kejadian itu. Harga dirinya seperti diinjak-injak. Ditampar dan dikerjai, meskipun dia tidak pandai dalam hal pelajaran tapi dirinya tidak sebodoh itu untuk dibohongi. Lea bersumpah siapapun yang mengusiknya, dia akan membuat orang itu bertekuk lutut di bawahnya. Terdengar kejam memang, tapi mau bagaimana lagi kalau tidak di usik Lea tidak akan berbuat seperti itu.

“Gue kira cantik. Eh taunya cantikan gue kemana-mana. Ada ya orang kayak gitu? Gak heran sih, rata-rata orang yang berani bacot di sosmed doang aslinya sama kayak yang lain, penakut. Lagaknya kayak yang berani, sok sokan ngajakin ketemu, biar apa coba? Ujung-ujungnya dia sendiri yang malu. Gue ingetin lo semua jangan kayak gitu, jadi cewek harus tangguh jangan cuma modal ngetik doang, giliran disamperin jadi ciut, kan kocak.” Cerocos Lea. Sedangkan teman-temannya hanya mengamini saja. Mereka tidak tahu harus berkata apalagi karena semua umpatan dan ejekan telah Lea sebutkan dalam setiap kalimatnya yang keluar.

“Heh sautin dong! Diem aja. Berasa lagi ngomong sama tembok gue.” Tegur Lea membuat teman-temannya yang saat ini tengah memejamkan mata di jok belakang mendengus.

“Hm, iya-iya.” Gumam Salsha.

Lea mencebikan bibirnya. “San, langsung ke sekolah aja. Ambil mobil. Gue mau langsung pulang.” Ujar Lea kepada Sandra yang sedang menyetir di sebelahnya.

“Gak mau nonton dulu?” tanya Sandra. Awalnya mereka merencanakan akan menonton film setelah pertemuan yang dilakukan Lea sukses. Tapi hal itu kayaknya tinggal rencana saja karena Lea saat ini terlihat tidak mood.

“Gak.” Jawab Lea.

“Lah kenapa? Aduh jangan ngambek dong, Lon.” Bujuk Sandra.

“Gak ih siapa yang ngambek? Ini udah sore banget, gue juga belum minta ijin buat pulang telat, pasti Bunda bakal marah-marah. Males banget dengerin omelannya.”

“Biasanya juga lo orangnya santai. Kenapa sekarang kayaknya nurut banget gitu? Sampe kalo dipikir-pikir lo jarang banget ikutan hangout sama kita.” Sandra akhirnya mengutarakan apa yang selama ini terpendam di otaknya tentang keanehan Lea setiap kali diajak kumpul-kumpul atau jalan selalu saja mangkir. Banyak sekali alasan yang diucapkannya. Dia selalu beralasan kalau Bundanya tidak menyukai Lea keluar malam. Selain alasan itu pasti ada alasan lain yang membuat Lea tidak keluar malam lagi.

“Aduh San, sumpah deh gue ngerasa bosen aja gitu kalo tiap hari kena omel terus. Sekali-kali idup gue pengen tenang, gak mau dengerin omelan Bunda.”

Sandra memutarkan kedua bola matanya. “Iyain.”

Lea tahu sebenarnya Sandra ingin jawaban yang lebih memuaskan tapi mau bagaimana lagi, tidak mungkin dia mengakui kalau dirinya telah bersuami alhasil apapun yang dilakukannya harus sesuai dengan izin dari suami. Bukannya Lea tidak percaya kepada teman-temannya supaya tidak membocorkan kepada pihak sekolah tentang status yang dia miliki. Lea hanya malu dan takut ditinggalkan karena telah menikah muda. Dia takut teman-temannya tidak terima karena dibohongi lalu mereka meninggalkan Lea sendirian. Lea tidak mau itu terjadi.

******

Lea menghentikan mobilnya di depan garasi secara tiba-tiba. Untung saja tidak menabrak mobil yang sedang terparkir di dalam sana.

Dengan terburu-buru dia keluar dari dalam mobil kemudian masuk ke dalam garasi yang pintunya terbuka lebar. Dia kaget sangat kaget. Di dalam garasi, di rumahnya ada Lamborghini Aventador berwarna putih yang telah terparkir dengan sangat cantik seperti dirinya. Semua ini nyata, mobilnya asli bukan tipu-tipu. Dia tidak menyangka. Biasanya di dalam garasi itu selalu terparkir motor matic milik Pak Her, Honda jazz, Terios dan juga BMW M6 itupun milik Leo. Tapi kali ini terparkir Lamborghini, mobil sport yang dia idamkan. Lea bertanya-tanya mobil ini milik siapa. Apakah milik tetangganya yang menitip parkir ataukah kado ulang tahun untuknya? Tapi ulang tahunnya telah terlewat beberapa bulan yang lalu.

“Pak Her ini mobil siapa?” teriak Lea seraya berlari menghampiri Pak Herlambang yang baru saja menutup pintu gerbang. Agak lebay memang. Tapi ini lamborghini loh, tidak semua warga Bandung memilikinya. Apalagi di perumahan tempatnya tinggal, ada mobil Mini Cooper terparkir di depan rumah saja sudah dikatakan mewah.

“Oh itu. Tadi Si Aa yang bawa. Kalo pemiliknya, Pak Her gak tau Neng.” Jawab Pak Herlambang membuat Lea terdiam sebentar mencoba untuk mencerna. Tadi Leo yang membawanya. Bisa jadi itu milik Leo tapi bukankah tadi pagi Leo berangkat ke sekolah memakai BMW dan lagi waktu Lea berkunjung ke rumah Leo, di sana dia tidak melihat mobil ini terparkir di halaman rumah ataupun di garasi.

“Oh ya udah kalo gitu, makasih.”
Pak Herlambang mengangguk. Lea berjalan memasuki rumah. Di ruang keluarga hanya ada Septhi yang sedang menonton televisi.

“Dek, di garasi mobil siapa?”

Septhi yang sedang asik menonton televisi lantas menoleh ke arah Lea. “Tanya aja sama Abang.” Jawab Septhi acuh tak acuh sambil mengalihkan kembali tatapannya ke arah televisi.

“Ish.” Dengus Lea yang tidak suka akan jawaban dari adik perempuannya setelah itu dia berjalan meninggalkan Septhi yang sedang menahan senyum. Pasti Kakaknya kaget. Dia juga sama awalnya kaget ketika tiba-tiba Kakak iparnya datang menjemput ke sekolah menggunakan Lamborghini.

Dengan sedikit jengkel Lea memasuki kamar. Di dalam sana Leo tengah asik memainkan game dilaptopnya. Dia tidak memakai baju hanya boxer saja seperti biasa kalau sedang di dalam kamar. Lea sudah tidak aneh lagi melihat kelakuan Leo.

Ditaruhnya tas ransel berwarna maroon di atas meja belajar tepat di samping laptop. Lea melirik Leo sebentar dari arah samping. Cowok itu masih fokus memainkan gamenya. Antara tidak menyadari atau pura-pura tidak sadar kalau ada Lea di sampingnya.

“Leo Leo Leo,” panggil Lea seraya mengguncang bahu Leo. Membuat Leo melirik kemudian melepaskan headphonenya.

“Apa?”

Lea mesem-mesem, dia sangat antusias ketika menanyakan perihal mobil yang terparkir di garasinya. Kalau bukan kado semoga saja itu hadiah pernikahan untuknya. “Aventador punya siapa?”

Leo mengernyitkan keningnya. “Hah? Maksudnya?” dia tidak paham.

Lea mencebikan bibirnya. “Ih itu Lamborghini yang ada di garasi punya siapa?”

Leo terdiam sebentar. Kemudian dia mengangguk-ngangguk paham. “Ya punya guelah. Kenapa emang?” tanyanya heran dengan alis yang menyatu.

“SERIUS?!” pekik Lea tidak percaya. Tidak apa-apa kalau mobil itu bukan hadiah untuknya yang terpenting masih bisa dia nikmati. Karena harta suami adalah harta istri juga, begitu pikirnya.

“Kenapa sih?” kernyit Leo bingung dengan reaksi Lea yang berlebihan cenderung lebay.

“Ah enggak, tapi serius itu punya lo?” tanya Lea sekali lagi masih dengan rona bahagianya.

Leo mengangguk lagi dengan alis yang masih menyatu.

OH MY GOD! Gue seneng banget! Makasih babyku sayangku honey bunny sweety. Sumpah gue gak nyesel lagi nikah sama lo. Udah ganteng, bule, tajir lagi! Uh gantengnya aku.” Pekik Lea girang sambil memeluk Leo dari samping tidak lupa dia menghadiahi sebuah kecupan di pipinya. Semua yang dilakukan Lea membuat Leo kaget sekaligus risih.

“Apa-apaan sih? Lo kenapa? Lepas-lepas, geli gue.” Perintah Leo, dia berusaha melepaskan pelukan Lea dari bahunya.

“Gue seneng banget Leo.’’ Jawab Lea setelah melepaskan pelukannya. Dia tidak heran dengan Leo yang dapat membeli mobil mewah, karena suaminya itu adalah anak laki-laki satu-satunya sudah pasti apapun yang dia inginkan akan terpenuhi.

“Hah?”

“Udah gak usah bingung, pokoknya gue pengen foto-foto terus posting ke Instagram abis itu test drive. Gila seumur-umur gue belum pernah bawa Lambo. Tapi kalo naik sih udah pernah.” Lea mengutarakan niatnya. Dia ingin pamer kepada semua hatersnya supaya mereka kepanasan. Biarin saja dibilang sombong, menurutnya orang cantik itu bebas.

“Eh! Enggak. Gak ada gak ada. Enak aja test drive, bawa Honda Jazz aja masih suka nabrak.” Tolak Leo. Dia akan sangat protektif kepada mobil dan motornya. Jika ada yang merusak atau apapun sehingga membuatnya tidak nyaman, Leo akan marah. Terserah mereka mau merusak apapun asalkan jangan mobil dan motornya.

“Kok gitu? Nolak kemauan istri dosa loh.” Ujar Lea dengan kesal.

“Yang lain aja.”

“Ih gak mau.”

Leo diam tidak menjawab. Dia lebih memilih memakai kembali headphonenya daripada harus mendengar gerutuan Lea.

“Leo atuh ih!” Lea menarik kembali headphone yang terpasang di telinga Leo dengan kasar sehingga membuat Leo menatapnya dengan tajam.
Di tatap setajam itu oleh Leo membuat Lea memberengut kemudian melipat tangannya di depan dada dengan pandangan menatap ke arah lain. Leo kalau sedang serius nyeremin.

“Yang lain aja, jangan test drive. Lo orangnya gak hati-hati, bisa bahaya.” Pinta Leo dengan lembut dia berusaha memberikan pengertian kepada Lea semoga saja gadis egois dan keras kepala itu mengerti.

“Ya udah jalan-jalan aja!” ketus Lea kemudian pergi ke arah kamar mandi.

“Pelit banget! Baru segitu aja udah pelit. Giliran ke si Maura baiknya minta ampun. Apapun yang dia mau pasti diturutin!” gerutu Lea di dalam kamar mandi seraya melepaskan kancing-kancing seragamnya.

“Bilangnya gue orang yang gak hati-hati. Iya sih, tapi gue juga gak tolol-tolol banget, kan dia yang nemenin, ngajarin. Kalo gak belajar kapan bisanya coba! Emang ada orang yang baru lahir langsung bisa bawa mobil? Gak ada. Dia juga pasti belajar dulu.” Gerutuan Lea masih terus berlanjut sampai gadis itu capek sendiri kemudian diam. Sedangkan Leo saat ini masih asik memainkan gamenya. Dia tidak tahu kalau Lea terus menggerutu di dalam kamar mandi.

Beberapa puluh menit kemudian Lea keluar dari dalam kamar mandi. Karena kesal membuatnya lupa untuk membawa pakaian alhasil dia hanya menggunakan bathrobe berwarna maroon, salah satu warna kesukaannya.

Wangi bunga mawar menguar memenuhi indera penciuman Leo. Diliriknya Lea yang saat ini tengah berjalan ke arah lemari dengan bathrobe dan handuk yang melilit rambut basahnya. Pandangannya turun ke bawah dia melihat paha putih dan mulus Lea, sangat kontras dengan warna maroon dari bathrobe itu, tanpa sadar Leo meneguk ludah.

“Mata jangan jelalatan! Gue colok pake jempol kaki baru tau rasa.” Tegur Lea. Dia menyadari bahwa dirinya sedang diperhatikan.

Teguran Lea membuat Leo kelabakan, dia langsung mengalihkan kembali pandangannya ke arah laptop. Mau bagaimanapun juga dirinya laki-laki normal, memiliki hasrat dan nafsu. Apalagi ketika disuguhi pemandangan tubuh Lea. Selama mereka menikah sebisa mungkin Leo terlihat biasa saja ketika melihat Lea berpakaian hanya menggunakan tanktop dan hotpants.

Setelah memilih pakaian langsung saja Lea menutup gorden yang melingkar, tempat berganti pakaian seperti di butik atau toko pakaian karena di dalam kamarnya tidak ada walk in closet seperti di rumah Leo. Letaknya tepat di samping lemari.
Hanya beberapa menit Lea telah selesai berganti pakaian. “Leo, Kita jadi jalan, kan?” tanya Lea sambil berjalan ke arah kamar mandi untuk menaruh kembali handuknya. Tapi tidak ada sahutan sama sekali karena telinga Leo tengah tersumbat headphone.

“Lah budek,” dengus Lea. Setelah kembali dari kamar mandi dia langsung menghampiri Leo kemudian menepuk pundak cowok itu.

Dengan kesal Leo melepaskan headphonenya lalu menatap Lea. “Apa lagi?”

Lea mencebikan bibirnya. “Cepet siap-siap, kita jalan.”

“Harus sekarang?”

Lea mengangguk.

“Ini masih sore Lea, nanti aja agak maleman, sekalian makan,” tolak Leo membuat Lea memberengut kesal. Apapun yang dia mau pokoknya harus saat itu juga terpenuhi.

“Pengennya sekarang.”

“Nanti ada yang ngenalin.” Ujar Leo mencoba memberi pengertian. Karena bukan apa-apa, dia takut kalau ada temannya yang mengenali apalagi tahu kalau Leo telah menikah dengan Lea. Dia tidak ingin statusnya terumbar.

“Gue bisa pake masker,” kukuh Lea. Membuat Leo mau tidak mau harus memenuhinya. Karena kalau tidak, dapat dipastikan hidupnya tidak akan tenang. Lea akan menganggapnya seperti musuh disertai dengan cap buruk yang selalu gadis itu berikan.

“Ck. Keras kepala banget. Ya udah sana cepet dandan, gue mandi dulu.” Perintah Leo membuat Lea tersenyum senang kemudian dia sedikit berlari kecil ke arah meja riasnya.

“Makasih gantengnya aku.” Ujarnya dibuat seimut mungkin padahal di dalam hatinya.

******

TBC

Follow official akun instagram :

@ Leoterrarigel

@ Learakhanza

@ Maurajasmineee

@ Ssh_andra

@ Taniatanuwidjaya

@ Alanahndt_

@ Salshaasha

@ Josep_hharis

@ Baaguss.ak

@ Fakhriyansah

@ Aing_Aldyfahmi

@ Adnanhusenofficial

@ UniJuni_29

Jangan lupa follow akun Wattpadnya, kali aja nanti di private soalnya banyak plagiat.

#sudah direvisi

THE SECRET RELATIONSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang