Saat membaca pesan dari demas, yang gue lakukan adalah merutuki perbuatan gue beberapa hari terakhir ini selagi terus menghubungi kara. Gue tau jika kara sedang emosi dan hal itu sangat wajar dia lakukan
Ibu mertua gue bilang jika kara sedang keluar dengan uci dan juga reza. Sementara menunggu kara pulang, gue terus menghubungi dia berharap ada panggilan gue yang dia terima atau salah satu pesan gue yang di balasnya
Kara pulang sore hari dan langsung istirahat di kamarnya, saat ditanya kenapa gue menanyakan kara melalui ibu, gue hanya bisa berkelit hingga masalah sebenarnya yang terjadi antara gue dan kara terselesaikan
Sekitar jam sepuluh malam yang berarti sudah jam satu pagi disana, sebuah panggilan masuk dari ibu
Gue sempat panik menerima panggilan itu, karena gue yakin sesuatu terjadi dengan kara atau keluarga disana hingga sebuah panggilan harus gue terima di jam selarut ini
“kara masuk igd nak, dia gak sadarkan diri waktu ibu masuk ke kamarnya. Dia sedang diperiksa dokter sekarang”
Kalimat itu berhasil membuat jantung gue berhenti berdetak untuk beberapa saat. Yang gue fikirkan saat itu adalah mengecek jadwal penerbangan untuk pulang secepat mungkin dan memastikan kara juga calon anak gue baik-baik aja
Untunglah gue bisa pulang menggunakan jam penerbangan pagi ini. Sepanjang jalan mengandalkan wifi di pesawat gue terus memantau keadaan kara melalui reza. Iya, sialnya hanya dia yang sempat terlintas di fikiran gue untuk saat ini
Sekitar tengah hari, akhirnya gue sampai. Gue berlari menuju kamar dimana kara di rawat. Tiba dibibir pintu, gue melihat kara terbaring dengan alat CTG yang terpasang juga oksigen di hidungnya
Semua orang kaget tidak terkecuali kara yang melihat kedatangan gue tanpa memberitahu siapapun. Disini, gue benar-benar merasa gagal menjadi seorang suami dan calon ayah saat melihat kara menangis dipelukan gue
...
“harusnya sih setelah di pasang oksigen dan diberi obat, detak jantung janin kara berangsur membaik nat, tapi dari hasil observasi sejak tadi malam, detak jantungnya masih tetap cepat dari batas normal” itulah penuturan dokter tiwi saat dengan sengaja gue datang ke ruangannya menanyakan bagaimana kondisi kara dan juga calon anak gue
“jadi bagaimana dok?” tanya gue was-was
“berdoa, mungkin kara sedikit tertekan belakangan ini. Kita lanjutkan observasi hingga nanti malam, saya juga akan menaikkan takar oksigen yang dipakai kara. Mudah-mudahan saat kita lakukan pemeriksaan detak jantungnya kembali di angka normal”
“dan jika tidak, apa yang akan terjadi dok?” tanya gue lagi
“kita terpaksa melahirkan bayinya secepat mungkin untuk menghindari hal buruk lainnya terjadi”
Keluar dari ruangan dokter tiwi fikiran gue kosong, dunia gue seakan berhenti berputar
Apa yang akan terjadi jika hal yang buruk menimpa kara dan juga bayi yang ada dalam kandungannya.
“apa kata dokter yang?” tanya kara saat gue kembali
Melebarkan senyum dan duduk lalu memegang erat tangan kara, sebisa mungkin gue terlihat tenang agar kara juga tenang “dokter bilang, kondisi kamu baik-baik aja. Tapi detak jantung dedek agak cepet. Jadi kalo kamu mau detak jantung dedeknya normal lagi, kamu harus tenang. Fikiran kamu jangan kemana-mana, sekarang ada aku disini dan kamu gak usah takut sayang”
Kara menuruti semua perkataan gue, sejak gue kembali dia terus mengatur pernafasannya hingga tertidur dan bangun saat sore hari
“hey, gimana? Apa yang kamu rasain?” tanya gue saat kara membuka mata
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Life | Bbyu Vol.2
FanfictionSecond book of My (boy) Friend | Bbyu Vol.1 Banyak hal yang udah gue lalui bersama nata hingga sampai pada tahap ini, dan sekarang tugas gue adalah tetap berada disampingnya untuk melanjutkan apa yang gue dan nata mulai - KARA