Satu minggu sebelum gue pulang, reza sempat kasi tau gue kalo dia ada kerjaan sama bang yudis di Melbourne.
Dan nata as always, merajuk saat tau kalo gue mengizinkan reza bermalam di unit kita untuk tiga malam kedepan.
“kamu mau kemana, za?” tanya gue saat keluar kamar dan mendapati reza yang rapi dengan tas besar yang dibawa nya kemarin.
Gue sempat berfikir kalo reza denger cekcoknya gue dan nata semalam, sampai akhirnya dia memutuskan untuk pergi karena hal itu.
“aku disini cuma satu hari kar, sore nanti kelar meeting sama yudis aku langsung pulang karena dikejar waktu buat proyek lainnya” jawabnya melontarkan senyum.
Dan ya, nata sama reza emang gak ada bedanya. Ngapain coba dia sengaja bilang mau nginep lama di depan nata kalo nyatanya cuma nebeng semaleman doang.
Jadinya kan ngamuk suami gue.
“aku Cuma mau mastiin kamu baik-baik aja disini. Dan juga udah lama aja aku gak bikin nata ngamuk karena cemburu”
Kan, bener dugaan gue.
“kamu gak pamit sama nata dulu?” tanya gue kemudian.
“gak usah kar, biarin dia gak tau kalo aku udah balik nanti sore. Thankyou ya udah izinin aku bermalam, sehat-sehat kamu sama bayi kamu. Sampai jumpa di rumah nanti” ujarnya seraya menepuk pelan pundak gue dan pamit untuk keluar.
“kamu mau sarapan apa yang?” tanya gue saat selang satu jam dari kepergian reza, barulah nata bangun.
“aku belum laper, aku mau mandi dulu” jawabnya singkat masuk kembali kedalam kamar.
Gawat, nata bener-bener marah sama gue.
“loh, kamu mau kemana?” tanya gue saat mendapati nata berpakaian rapi dan mengenakan hoodie nya.
“ada yang mau aku beli. Aku mau keluar sebentar” lagi-lagi jawabannya singkat tanpa melihat muka gue.
Apa tindakan gue dan reza udah kelewatan ya.
...
“halo mbak, ada apa?” sebuah panggilan masuk dari mbak gia.
“kamu lagi apa kar? Ikut aku keluar yuk sama david” ajaknya.
Gue sebenernya bosen sih diem di unit sendiri dengan nata yang pergi karena merajuk entah kemana. Tapi gue gak bisa kan keluar tanpa izin dari nata. Yang ada nanti dia malah tambah marah sama gue.
“sorry mbak, aku kayaknya gak bisa ikut deh” jawab gue menyesal.
“loh kenapa? Nata gak kasi izin kamu?”
“bukan mbak, aku lagi males aja keluar. Biasa lah, udah gak kuat lama-lama jalan”
“oh gitu, yaudah deh iya. Banyakin istirahat kamu nya”
“iya mbak” jawab gue kemudian mematikan sambungan telpon.
Ini udah hampir sore dan nata belum juga kembali.
Awalnya gue memutuskan untuk mendiamkan nata agar sedikit meredam emosinya. Tapi lama-lama gue kahawatir dan mengalah menghubungi dia.
Dan sesuai dugaan, Nata menolak panggilan gue. Yaudah kali ya, terus-terusan nelpon dia juga percuma. Kalo nata lagi emosi gak bakal dia mau liat kontak nama gue di layar hape nya.
Ini hampir masuk malam dan gue memutuskan untuk mandi setelah memasak.
Gue sama sekali gak punya firasat jelek saat masuk ke dalam kamar mandi, tapi entah kenapa gue bisa terpeleset sampai terduduk jatuh diatas lantai.
Awalnya gue gak merasakan ada hal aneh dan bahkan gue masih bisa berdiri secara perlahan. Tapi saat berjalan, gue baru sadar jika ada cairan yang mengalir lemewati paha dan betis gue.
Gue panik bukan main, walaupun tidak disertai sakit. Tapi gue yakin kalo ini bukan hal yang baik.
Berjalan perlahan kearah sofa, gue meraih ponsel untuk menghubungi nata.
Gue takut ada apa-apa sama bayi yang ada diperut gue saat tiba-tiba cairan itu semakin deras mengalir hingga menggenang di lantai. Gue gak yakin itu apa, tapi yang terlintas difikiran gue adalah air ketuban gue pecah saat gue jatuh tadi.
Setelah panggilan ketujuh, barulah nata mengangkat telponnya.
“yang!” teriak gue terisak.
“kenapa? Kamu kenapa nangis?” tanya nya panik.
Belum juga gue menjawab, nata memutuskan panggilannya.
Sekitar setengah jam setelah itu, nata sampai dengan wajah khawatirnya.
“kamu kenapa, kok bisa kayak gini?” tanyanya saat sadar gue terisak memegangi perut dengan kondisi lantai yang basah.
“aku jatuh di kamar mandi tadi” jawab gue
Tanpa fikir panjang, nata segera memapah gue keluar unit menuju rumah sakit.
Ditengah perjalanan gue gak bisa berfikir jernih lagi. Perut gue mulai sakit dan gue merasa cairan yang sedikit lebih kental dari sebelumnya mengalir diantara paha gue.
“yang” panggil gue lirih pada nata saat dokter melakukan pemeriksaan.
“kamu tenang sayang, kalian akan baik-baik aja” jawabnya memegang erat tangan gue.
Setelah lebih dari setengah jam diperiksa, nata berjalan kearah dokter lalu menanyakan bagaimana keadaan gue.
“I’m so sorry Mr.Nata - ” ungkap seorang dokter pada nata.
...
I'm so sorry apa nih 😱
.
.
.
Deapark.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Life | Bbyu Vol.2
FanfictionSecond book of My (boy) Friend | Bbyu Vol.1 Banyak hal yang udah gue lalui bersama nata hingga sampai pada tahap ini, dan sekarang tugas gue adalah tetap berada disampingnya untuk melanjutkan apa yang gue dan nata mulai - KARA