“anak aku mana, yang?” itulah kalimat pertama yang gue lontarkan pada nata saat terbangun dari tidur yang teramat nyenyak selama proses saecar.
“dedek masih harus tidur di ruang intensif sayang” jawab nata mendekat “anaknya ganteng, mirip aku. Makasih sayang, aku sayang kamu” tambahnya mengelus lalu mengecup punggung tangan gue.
Ini seperti mimpi, semua terjadi begitu cepat tanpa gue atau orang lain duga. Jika tidak mengalami kecelakan tempo hari lalu, mungkin saat ini gue sedang berada dalam pesawat untuk pulang bertemu orang-orang tercinta di rumah. Gue juga harus sedikit lebih bersabar bertemu malaikat kecil titipan tuhan lahir pada waktunya.
But isn’t the wrong. Yang harus gue lakukan adalah bersyukur dengan rencana tuhan. Berkat scenario yang disiapkannya, gue bisa lebih cepat bertemu mahluk kecil yang sering menendang diperut gue, gue juga bisa lebih cepat merasakan kembali kehangatan orang-orang terkasih yang gue rindukan.
“kok kamu nangis yang? Kenapa? Ada yang sakit?” tanya nata khawatir. Nata merengkuh gue yang menggelengkan kepala berkelit “mau ketemu dedek?” tanya nya lagi penasaran.
“aku seneng, yang” jawab gue membuat nata tersenyum.
“aku juga. aku seneng kamu sama anak kita selamat. Maafin tingkah aku sebelumnya yang, aku kayak anak kecil. Gak seharusnya aku tinggalin kamu di unit sendiri, aku bodoh. Maafin aku” ujarnya kemudian lirih.
“kamu gak salah yang, ini salah aku karena gak hati-hati. Ada enggak nya kamu di unit kemarin, kalo aku harus jatuh ya aku bakal jatuh” jawab gue.
...
Setelah di pindahkan dari ruang observasi, barulah semua keluarga bisa bertemu dengan gue.
Ada ibu, papa, tante anggi juga reza disana. Orang pertama yang terlintas difikiran gue saat melihat mereka hanya ibu. Selama hampir dua puluh jam menahan sakit, gue tersadar akan perjuangan ibu dan para mama diluar sana yang rela menjerit meronta menahan nyeri itu.
“maafin kara, bu” ujar gue saat ibu memeluk lalu menciumi gue “maaf kara selama ini selalu ngerepotin ibu, makasih karena ibu udah membesarkan kara” tambah gue sementara ibu hanya ikut menangis bersautan dengan gue.
“selamat ya nak, terimakasih Karena sudah bertahan dan selamat. Bayi nya sehat, tampan” ujar papa bergantian dengan tante anggi mendekati gue.
“aku bingung kar, kok bayi nya mirip aku gitu ya” ungkap reza kemudian yang sontak membuat nata melontarkan tatapan membunuh ke arahnya.
“yang .. “ sahut gue saat nata menggeram dan disahut oleh tawa semua orang dalam ruangan.
“Jadi namanya fiks Naka nih?” tanya gue saat hanya berdua dengan nata.
Iya, jauh-jauh hari seperti calon orang tua baru lainnya, gue dan nata sibuk mempersiapkan nama untuk bayi yang bersemayam di rahim gue. Dimulai dengan combine nama gue dan nata.
Kalo cewek, gue pengen namanya diawali dengan Nara, iya dari Nata dan Kara. Dan kalo cowok, gue pengen namanya Naka. Untuk nama panjangnya, biar nata aja yang memutuskan. Dia kan bapaknya, haha.
Masuk bulan ke tujuh bahkan saat melakukan chek-up terakhir sebelum rencana gue pulang, jenis kelamin calon anak gue belum juga terlihat, dia selalu aja ngumpet, kalo enggak ditutupin sama kakinya, ya pasti sama tangannya. Makanya nata sempet usul biar aja kita gak usah tau, jadi surprise nantinya. Alhasil, barang dan baju yang gue beli itu ya warna nya netral semua. Jadi bisa di pake cowok atau cewek.
Dan ternyata, tuhan hadiahkan jagoan kecil diantara gue dan nata. Ya, duplikat nata yang gue harap gak sama nyebelinnya kayak dia pas besar nanti.
Nata mengangguk setuju “Naka Agler ramajaya" jawabnya percaya diri.
"Agler itu artinya terkenal dengan budi mulia, dan aku harap kelak anak kita bisa dipandang sebagai sosok yang berbudi mulia. Setampan apapun dia, sepintar apapun dia, semua akan nothing tanpa budi yang baik”
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Life | Bbyu Vol.2
FanfictionSecond book of My (boy) Friend | Bbyu Vol.1 Banyak hal yang udah gue lalui bersama nata hingga sampai pada tahap ini, dan sekarang tugas gue adalah tetap berada disampingnya untuk melanjutkan apa yang gue dan nata mulai - KARA