Baru kali ini rasanya Yoongi terlalu malas bertegur sapa sama Jimin. Ya memang sih, biasanya juga sok malas, tapi kalau diajak ngobrol mana pernah menolak kan? Berbeda dengan kali ini.
Gak tau, rasanya memang ada yang berbeda dari Jimin.
"Hai, gula batu!"
Si manis menoleh, tatap kearah Jimin yang lagi parkir motornya depan cafe.
"Jungkook ada?"
Oh, cari Jungkook ya.
"Ada, didalem. Mau apa?"
"Kasih buku akuntansi, kemaren dia pinjem. Masuk dulu ya akunya?"
Positive thinking aja, mungkin memang agenda 'ngasih buku akuntansi' itu lebih penting dari sekedar ngobrol dan godain seperti biasa.
Tapi, mana bisa positive thinking kalau nyatanya setelah nyaris tiga jam Jimin di cafe, dia cuma fokus ngobrol sama Jungkook di bangku pojok cafe. Yoongi rasanya risih, gak biasa liat pemandangan seperti saat ini. Entah karena biasanya yang selalu dia liat disana itu Jungkook dan Taehyung, atau karena justru Jungkook kali ini duduk disana sama Jimin.
Cemburu?
Engga kok. Jimin bukan siapa-siapa kan?
Masih melamun, tatapan kosong kearah pemandangan cafe di sore menjelang malam. Yoongi gak sadar, Jimin udah berdiri tepat didepannya.
"Yoon, mau pulang jam berapa?"
Yoongi bergeming, "Eh, ngㅡ gak tau. Malem mungkin?"
Lantas Jimin pasang senyum kecil, beralih tepuk halus puncak kepala si gula batunya.
"Yaudah, tunggu disini ya. Aku anter Jungkook pulang dulu."
Seperti biasa, Yoongi memilih berlalu tanpa merespon. Kali ini bukan karena jual mahal, bukan juga karena gengsi, tapi memang terlalu enggan untuk menanggapi. Pernyataan Jimin barusan rasanya mengganjal di hati, entah karena apa.
Tapi, Yoongi bisa apa?
Bukan siapa-siapa kan?
***
Jimin memang menepati janji, jam delapan tepat dia kembali ke cafe. Mendapati si pemilik cafe berdiam diri di bangku kecil pinggiran jalan. Duduk sendirian ditengah dinginnya udara malam setelah hujan dengan kepala yang tertelungkup diatas lutut.
"Yoon, hei?"
Yoongi mendongak, sapaan Jimin hanya dibalas dengan tatapan datar.
"Kenapa? Kok diem disini? Dingin lho, nanti sakit."
"Peduli apa,"
Alis Jimin mengkerut, kelewat hafal Yoongi yang begini pasti ada yang salah, dan Jimin gak tau letak salahnya dimana. Beralih melepas mantel coklat yang dipakai dan disampirkan di punggung si manis.
"Ya jelas peduli, kok ngomongnya gitu?"
Yoongi mengalihkan pandangan, menatap kosong kearah jalanan yang basah bekas hujan sore tadi. Membuat Jimin menelisik, tatap penuh penasaran sebelum lengannya beralih merangkul halus di bahu.
"Kenapa? Sini cerita,"
"Gapapa,"
"Yoon, kebiasaan. Dipendem sendiri aja, terus aku dianggap apa? Kalau ada masalah ya cerita, kemarin ada berita orang koma gara-gara suka mendem masalah sendiri."
Sekilas Yoongi mendelik, hela nafas tipis yang disamarkan sisa gemericik hujan. "Apasih, bukan siapa-siapa kan?"
Disini Jimin terpaku. Omongan Yoongi yang tajam memang sudah biasa, dan Jimin biasa bawa santai. Tapi, kalimat barusan mana bisa dibawa santai, kan?
Iya, sadar diri kok. Memang bukan siapa-siapa.
Rasanya kalau Jimin mau bawa perasaan, mungkin sekarang dia memilih pergi dibanding cuma jadi angin lalu. Karena Yoongi masih bertahan dalam diam, enggan menanggapi ataupun memberi atensi. Bingung? Jelas. Tapi Jimin masih berusaha mengupahi diri, menguatkan hati dengan segala penolakan Yoongi yang pilih memendam segala sesuatu sendiri.
Dan Yoongi juga masih sama, berkutat dalam dilema hati. Entah apa yang salah, dan sebelah mana letak kesalahannya, yang jelas Yoongi merasa ada yang beda. Entah atensi Jimin yang berkurang atau memang hatinya sendiri yang mulai masuk ke fase perasaan yang lebih dalam.
"Yoon, ikut aku yuk?"
Belum sempat menanggapi, tapi pergelangan tangannya sudah digenggam erat oleh manusia disampingnya. Ditarik perlahan untuk berdiri dan menghampiri afro yang terparkir di sudut jalan. Sejak Jimin kembali cafe memang sudah tutup, Yoongi yang memilih untuk tutup lebih cepat dari hari biasa. Maka saat ini, mereka berdua memilih pulang, menembus gemerlap jalanan kota malam hari dalam samar gemericik hujan yang jatuh teramat tipis.
***
"Sini duduk,"
Si manis masih berdiri angkuh, memilih mengedarkan pandangan menatap sekitar. Posisi mereka sekarang di depan taman kota, tepatnya di sebuah jongko kecil milik salah satu kantin ramyun pinggir jalan. Jimin yang ajak, dan Yoongi gak menolak.
"Udah sini duduk."
Dan Yoongi menurut, pada akhirnya duduk di sebelah Jimin sebelum si pelayan kantin kecil itu menyerahkan dua mangkuk berisi ramyun. Masih panas, asapnya mengepul diantara rintik hujan.
"Nih, buat kamu."
Hening. Mereka sibuk dengan aktivitas masing-masing; Yoongi yang makan ramyunnya, dan Jimin yang sibuk memperhatikan si manisnya. Sesekali senyumnya mengembang, pemandangan gula batunya memang selalu berhasil membuat hatinya menghangat. Sedikit demi sedikit mulai lupa akan senyum kelinci yang kemarin sempat mengacaukan hati.
"Yoon, inget kencan pertama? Dua minggu setelah kenalan, disini kan tempatnya?"
Dan yang ditanya cuma balas berdehum, masih sibuk dengan ramyun yang tinggal sisa setengah. Padahal pipinya nyaris bersemu, apa yang Jimin bilang barusan jelas lewat dalam memori. Kisah sederhana tentang kencan pertama, mana pernah lupa?
"Bukan kencan, kita gak pernah pacaran."
Jimin terkekeh, "Bukan gak pernah, belum. Suatu hari nanti, kalau kamu udah bisa buka hati, kita bakal pacaran kok."
Yoongi memilih acuh, lantas setelahnya ia berujar, "Jimin, mau tanya."
"Ya, tanya aja."
"Kenapa gak pernah nyerah?"
Jimin menoleh, "Nyerah buat?"
"Deketin, mungkin? Atau apa ya namanya,"
"Buat dapetin hati kamu? Ya gak akan lah."
Jimin sekilas ketawa kecil, setelahnya dia pasang senyum manis kearah Yoongi.
"Siapa sih yang bakal nyerah buat kamu? Meskipun posisinya yang deketin kamu itu bukan aku, aku yakin dia juga gak akan nyerah segampang itu cuma karena digantung perasaannya."
Well, Yoongi tertohok. Digantung perasaannya, katanya? Kok dia keliatannya jahat ya disini.
"Ck. Retorik. Pembual kelas atas."
"Lho kok dibilang pembual? Jujur loh ini, aku mana pernah nyerah kan selama dua bulan deketin kamu? Dan kedepannya pun aku tetap gak akan nyerah, kalo kamu mau tau."
Yoongi beralih mengendikkan bahu sambil mencebik, "Ya, terserah."
Suasana hati Yoongi di penghujung hari ini rasanya jauh lebih baik dari sebelumnya. Jimin, segala penyebab kekacauan di hati, akhirnya kembali menjadi alasan Yoongi menenangkan diri. Larut dalam sebuah obrolan manis sederhana, juga bahu yang disediakan untuk bersandar, sekedar melepas lelah dari segala penat yang menghampiri.
Dan Jimin, rasanya perlahan hati kembali tertata rapi, terisi oleh setiap moment dan segala memori tentang si manis pujaan hati. Degup jantung yang berdetak kencang, juga hati yang kian memuja, kembali untuk si manis gula batu, tepat ketika Yoongi bersandar di bahunya. Tawa manis milik malaikat kelinci, dan segala hal tentang mereka yang terlewati beberapa hari lalu total berpendar diantara sayup angin dan gemerlap taman kota malam ini. Membuat Jimin pada akhirnya kembali menyadari satu hal, bahwa eksistensi Yoongi jelas tak pernah bisa terganti. []

KAMU SEDANG MEMBACA
LOVERS ㅡVKOOK
Fanfiction[COMPLETED] Kalau udah terlanjur sayang, Jungkook bisa apa? bxb. Taekook. Minyoon (side-pairing). #1 in bottomjungkook #1 in toptaehyung