MENJALIN PERSAHABATAN

41 8 0
                                    

"Agatha?" Panggil Sinta mengabsen murid kelasnya Rahma.


Yang namanya Agatha pun mengacungkan tangannya sambil bilang "Hadir bu!"

"Angga?"

"Hadir!"

"Bayu?"

"Hadir!"

"Dimas?"

"Selalu hadir bu!

"Emon?"

Tak ada jawaban.

"Emon?" Sinta kembali memanggil nama murid tersebut.

Karena tidak ada jawaban, Sinta pun mendongakkan kepalanya menoleh ke semua muridnya satu persatu. "Emon?" Panggil Sinta kembali.

Tak ada jawaban ataupun mengacungkan tangan.

"Ke mana Emon?"

"Ke toilet, Bu!" Jawaban teman sebangkunya.

Sinta pun kembali meneruskan pengabsenan murid di kelasnya Rahma.

Selang beberapa menit kemudian¤¤¤¤

"Rahma, kamu sudah siapkan membacakan puisi buatan dirimu sendiri?" Tanya Pricilla dengan lirih agar tidak kedengaran oleh Sinta.

Rahma pun dengan hati-hati memutar kepalanya melirik Pricilla yang duduk di sampingnya. "Nggak tau Pric!" Jawaban Rahma dengan lirih. "Deg-dengan nih!" Lanjutnya merasa gugup. Dirinya benar-benar tegang.

"Apa kalian sudah selesai membuat puisi karangan kalian?" Tanya Sinta sambil menutup buku absenan kehadiran.

"Sudah Bu!" Jawaban semuanya secara serentak.

Sinta sempat membuang napas kasarnya. "Iya, kalau begitu kalian sudah siapkan untuk membacakan puisi pada hari ini?" Tanya Sinta sambil membuka buku penilaian yang isinya sama dengan buku absenan. "Rahmawati!" Panggilnya begitu matanya berhenti di nama itu.

Rahma tersentak kaget. Gadis itu bahkan sempat mematung dan menahan napasnya beberapa saat, saat namanya dipanggil. Kenapa aku dipanggil pertama ya? Namaku kan tidak tercantum urutan pertama? Rahma membatin. Bukan masalahnya Rahma takut ke depan, tetapi dia termasuk salah satu orang yang tidak menyukai puisi. Dan sekarang Sinta malah menyuruhnya ke depan yang pertama lagi membuatnya tidak percaya diri.

"Saya Bu Sinta?" Tanya Rahma memastikan.

"Iya kamu!" Jawaban Sinta melirik Rahma. "Siapa lagi selain kamu yang namanya Rahmawati di kelas ini," lanjutnya. "Ayo ke depan dan bacalah puisi buatanmu." Suruhnya dengan tatapan tidak mau dibantah.

"Bu, orang lain saja ya yang duluan setelah itu giliran aku?" Saran sekaligus pintaan Rahma membujuk. Gadis itu menolak ke depan yang pertama.

"Tidak bisa! Ini sudah keputusan Ibu!"

"Ya Ibu" Sanggah Rahma memprotes.

"Rahma ayo ke depan nanti malah membuang waktu?"

Karena paksaan dari Sinta. Pada akhirnya dengan berat hati, Rahma memilih menurut. Dia pun bangkit dari kursinya dan mengayunkan kakinya ke depan kelas sambil membawa buku catatannya.

MATAKU untuk ADIKKU (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang