'Hari pertama'

182 14 0
                                    

Pagi ini aku hanya mendengar suara burung yang berkicau diluar rumah. Bias cahaya matahari menyorot ke arahku menembus jendela kamar. Aku terdiam sambil memandangi papan kayu berisikan impian-impian yang ingin aku raih setiap harinya di depan tempat tidurku. Begitu banyak hal yang belum aku capai sampai hari ini. Dan salah satu impian yang sangat ingin aku raih adalah, melupakan kamu yang sekarang seakan di telan bumi. Hilang, lenyap begitu saja tanpa pamit dahulu. Seperti senja yang menenangkan disore hari, dan pergi kemudian ditelan malam, padahal aku belum puas menikmati.

"Bagaimana kabarnya sekarang?"

"Apa dia baik-baik saja?"

"Dua tahun lamanya aku berusaha melupakan segalanya tentang dia,"
"Sangat sulit bagiku." kataku dalam hati.

Dua tahun lalu, adalah masa dimana aku benci dengan kata 'Cinta'. Aku begitu percaya bahwa semua hal menyangkut cinta pasti selalu bahagia, tapi malah sebaliknya. Aku mendapat luka begitu dalam. Mencintai seseorang yang baru kukenal, baru sekali, baru empat hari. Dia mampu membuatku merasakan cinta yang begitu berbeda dalam waktu sesingkat itu. Mengajarkan aku banyak hal tentang hidup dan mampu mengubah ku menjadi manusia yang mengerti bahwa dunia memang harus di jelajah, bukan hanya menjadi kutu buku saja di dalam kamar. Seperti sepasang anak muda yang sedang jatuh cinta, tidak memikirkan duka untuk kemudian hari. Hanya berteman akrab dengan bahagia dan rasa senang. Tapi kemudian, setelah aku terhanyut pada setiap hal yang dia lakukan untukku, saat aku benar-benar tidak ingin kehilangan hari-hari seperti itu, ketika itu juga dia hilang dari hidupku.

"Bu, es tehnya satu ya." Aku memesan minuman di kantin sambil menunggu jemputan. Rasanya siang itu panasnya terik sekali sampai aku kehausan. Sementara menunggu minumanku selesai dibuat, aku duduk di salah satu bangku kantin, dan,

"Hai." ,seorang lelaki berseragam sekolah, dengan rambut berwarna cokelat tua yang acak-acakan dan sepatu converse lusuh berwarna hitam menyapaku. Tidak lupa, gayanya yang songong.

"Ada apa ya kak?" tanyaku kebingungan, tapi aku rasa dia kakak kelasku.

"Lo Sara anak IPA, kan?"

"Iya, kok kakak tau?"

"Nggak penting, gue cuma mau kenalan." Berkenalan? Bagaimana bisa ada lelaki yang ingin kenalan dengan cara seperti ini? Terlalu 'to the point'. Dan, ini baru pertama kalinya aku diajak berkenalan dengan seorang laki-laki, wajar kalau aku gugup dan bingung harus berbuat apa, maklumi saja.

"Gimana?" Laki-laki itu menyadarkan lamunanku, "Eh, i-i iya, kak."

"Gue nggak berharap, tapi ini pasti. Besok kita bakalan ketemu." katanya dengan percaya diri yang tinggi sambil beranjak pergi dan meninggalkan senyuman tipis tanpa menunggu jawaban dariku. Ya seakan apa yang dia inginkan harus terwujud. Eh tunggu, besok? Besok bukannya minggu!?

Sampai dirumah, aku langsung menelepon Rena, satu-satunya temanku dari kecil yang aku punya untuk memberitahu masalah yang genting ini, "Ren!! Gawat!!!"

"Gawat kenapa sih?"

"Tadi ada cowok yang kenalan sama aku, terus besok mau ngajak jalan!"

"Hah! Siapa dia?"

"Mmm..." Siapa ya? Bahkan perkenalan singkat di kantin tadi bukan seperti perkenalan, melainkan ajakan untuk jalan berdua saja, "aku nggak tau siapa dia Ren, kayaknya kakak kelas."

"Dan tadi, dengan bodohnya aku iya-in aja omongan dia."

"Astaga Sara, gimana bisa kamu jalan sama orang yang kamu sendiri nggak tau dia siapa!"

"Terus aku harus apa?"

"Pura-pura sakit aja biar nggak ketemu!"

"Alasan klasik, Ren,"

"Trus gimana? Besok minggu, kan? Berarti cowok itu bakalan dateng kerumah kamu."

"Dateng kerumahku? Dari mana dia tau rumahku? Bahkan aku baru melihat dia tadi disekolah."

"Bisa aja selama ini dia cari tau tentang kamu.", "ya, semacam pengagum rahasia gitu."

"Aku harus apa Ren!!!" kataku merengek kesal.

"Tenang dulu aja, kita lihat besok."

Sebenarnya aku hanya malas akan bertemu lagi dengan manusia aneh seperti dia. Bagaimana ya? Apa aku bisa melawan takdir esok? Aku rasa itu terlalu berlebihan. Tapi aku harus menghadapi semuanya. Oke Sara, jangan panik, kamu harus tenang, besok tidak akan terjadi apa-apa dirumahmu.

Ah tetap saja, perkataan yang dilontarkan lelaki itu masih mengelilingi otakku sampai aku kesusahan untuk tidur malam ini. Sial!

J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang