'Benci'

46 9 1
                                    

Sempurna sekali hidup ku sekarang, tidak ada Aldo lagi yang mengganggu. Dan ya, benar-benar sepi. Bangun pagi—pergi sekolah—belajar—pulang ke rumah—tidur siang—mandi sore—belajar—tidur malam—dan kembali lagi ke bangun pagi. Flat sekali!

Kalau saja kemarin tidak mengenal Jev. Mungkin sekarang aku tidak begini, tidak terus berfikir dan bertanya dimana Jev sekarang. Kapan semuanya akan berakhir? Jika memang tidak bisa melupakan Jev, setidaknya aku bisa bersikap normal, biasa saja tanpa berduka lagi. Aku lelah terus seperti ini. Aku sudah yakin untuk melupakan Jev, baru yakin, belum ku lakukan, memang. Karena aku sendiri juga tidak tahu caranya. Bagaimana ya?

"Woy! lamunin apa sih." tegur Caca menyadarkan lamunanku.
Sontak aku terkejut,"apasih kamu."
"Lagian masih pagi udah melamun nggak jelas."

Teng teng teng...
Bel berbunyi menandakan semua murid harus masuk ke kelas masing-masing dan melakukan kegiatan belajar seperti biasa. Tapi otakku terus memikirkan nasib yang aku dapati. Bisa di ubah tidak, ya?

"Ayo anak-anak buka buku latihan halaman 207."
"Iya Bu." jawab beberapa murid serentak.
Kemudian, Bu Gina, guru Matematika yang sangat sangat killer itu menjelaskan tentang logaritma yang membuat seisi kepala satu kelas mau meledak.
"Susah bener,kan." bisik Keara yang duduk di belakangku.
"Huussh! Diem aja, nanti dia ngamuk." sambung Aurel yang masih tetap mendengarkan sambil memutar pulpennya.

Satu jam ber-adu dengan maut. Akhirnya selesai, kelas Bu Gina sudah habis dan dia keluar. Bu Gina adalah guru yang paling kejam dari yang terkejam. Sedikit saja membuat kesalahan, maka tiada maaf bagi si pembuat salah. Atau hukuman paling ringan yang dia berikan adalah dengan berlari keliling lapangan sebanyak lima kali dan dilanjut dengan membersihkan kamar mandi sekolah. Berlaku untuk semua kesalahan dan ulah, seperti tidak mengerjakan tugasnya, mengobrol saat jam pelajarannya, atau-pun tidak mengerti saat disuruh mengerjakan soal yang dia buat di papan tulis. Kita semua tahu bahwa soal Matematika dengan contohnya sangat berbeda. Harus memutar otak. Dan, dikelasku, banyak manusia yang tidak berotak. Eh maksudku yang malas berfikir, hehe.

Waktunya istirahat, dan aku masih dikelas. Bingung mau kemana, tapi di kelas saja juga pasti bosan.
Masih tetap mendengarkan musik favorite-ku dari iPod, aku terus berfikir mau kemana, tempat yang tenang selain kamarku, "Ke taman belakang aja kali ya, sesekali inget kenangan bareng Jev bukan masalah,kan?" batinku.

Aku mempercepat langkahku, berjalan menuju taman belakang sekolah.
Tidak ada siapapun disana, sepi, hanya aku.

Perlahan aku melangkah ke salah satu pohon besar yang rimbun. Aku duduk, menyandarkan badanku kepada pohon itu. Memejamkan mata dan menikmati angin sepoy yang mengelus lembut rambutku.

Jev? Kamu ingat? Kemarin, kamu mengajakku secara paksa kesini. Hanya karena aku membuatmu kesal saat itu. Maaf, aku belum membalas semua kebaikan yang kamu berikan.
Maaf, karena aku hanya menyusahkan tanpa membantu. Tapi kamu juga perlu tahu, dimana-pun kamu sekarang, aku masih dengan aku yang kemarin. Menyayangimu walau sering berkata benci kepadamu. Aku hanya kesal, bahkan merasa bersalah karena kamu yang pergi tanpa meninggalkan tanda. Kenapa Jev? Kamu tidak bahagia denganku? Seharusnya kamu mengatakannya, kalaupun memang kamu ingin pergi, setidaknya kamu pamit kepadaku. Sekarang, kamu pernah berfikir sejenak tentang aku yang menderita setelah kepergianmu, tidak? Aku berduka setiap hari, Jev. Aku tidak bisa menjadi manusia yang mencoba hal baru sendiri. Aku rindu kamu, tapi semesta sudah tidak mengizinkan kita bahagia lagi, atau lebih tepatnya aku, bukan kita.

J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang