'Lama, belum terlupa'

43 7 0
                                    

Genap setahun, aku sudah menjadi siswi tertua di sekolah. Saatnya fokus dengan Ujian Nasional yang seminggu lagi akan dilaksanakan serentak di Indonesia.

Tidak menyangka aku masih saja mengingat Jev. Aku sudah berusaha membencinya, tapi semakin membenci malah semakin ingat.

Sudah yang keberapa dengan ini?

'Aku lelah Jev!'

"Nggak kerasa ya, bentar lagi kita udah Ujian Nasional aja." ucap Haura.
"Iya, tapi aku sih biasa aja, nggak ngerasa berat tuh." tambah Caca.
"Selesai lulus mau kemana ya? Bingung." tanyaku pada diri sendiri.

"DI BERITAHUKAN KEPADA SELURUH SISWA- SISWI UNTUK BERKUMPUL DI LAPANGAN SETELAH BEL PULANG SEKOLAH BERBUNYI." ucap Bu Lisa yang suaranya terdengar dari toa disetiap sudut sekolah.
***

Semua berkumpul di lapangan yang biasa dijadikan sebagai tempat untuk melakukan upacara Senin di pagi hari.

"Dengan pembekalan ini Bapak berharap kepada kalian semua agar dapat menjalankan tes yang ada dengan sebaik-baiknya agar semuanya berjalan dengan baik dan lancar."
"Harapan Bapak, semoga kalian semua lulus 100% dengan kejujuran." ucap Pak Hans, Kepala Sekolah yang fasih sekali berbahasa Jawa itu, sudah berbicara hampir setengah jam untuk pembekalan ini.

Sudah mau lulus ya? Dan aku masih saja berlarut dalam duka yang disebabkan oleh Jev? Bodoh sekali. Tapi inilah kenyataannya. Semua hal tentang Jev masih menempel sejak hari kelima kehilangannya. Ada apa Sar? Kenapa melupakan adalah hal tersulit bagimu? Tolonglah hati. Ikhlaskan Jev. Tolonglah otak. Lupakan Jev.

Mungkin juga sekarang Jev sudah berbahagia dengan hidupnya yang baru. Dengan perempuan barunya. Lalu jika suatu saat, entah kapan itu, aku bertemu dengan Jev dan perempuannya. Aku harus siap, harus bisa menerima. Aku tidak ingin terlihat lemah dan terus bertahan pada masa lalu yang membuatku seperti orang bodoh sekarang.

Aku ingin membuktikan kepada Jev bahwa ada lelaki yang lebih baik darinya. Yang bisa membuatku bahagia seperti yang dia lakukan selama empat hari itu. Bahkan kebahagiaan yang lebih dari itu dan tidak termasuk hari kelima hingga hari ini yang membuatku hancur lebur.

Ayolah jiwa, kau harus kompak dengan raga. Aku bisa terlihat baik-baik saja setelah beberapa hari kehilangan Jev. Walau memang masih mencari-cari dimana dia. Tapi ragaku bisa bertingkah biasa saja, terlihat normal sampai semua orang percaya kalau aku sudah baik-baik saja sekarang.

Jadi ku mohon, jangan terus membebani hal sulit ini kepada raga. Tolong, bekerja sama dengan raga. Buatlah tubuh ini menjadi riang kembali.

Belum cukup kah berduka selama ini?

Siang ini aku hanya dirumah dengan beberapa buku yang sudah kubaca berulang kali. Aku bingung ingin melakukan apa hari ini. Mau keluar? Diluar sangat panas. Mau main? Dengan siapa, ya?

Terlalu banyak berfikir dan handphoneku berdering, telepon dari Aldo.
"Hallo cantik, apa kabar?" ucapnya dengan semangat.
"Awal bulan depan aku bakalan balik ke Indonesia, Sar."
"Hah? Oh iya. Oke." jawabku seperti orang ling-lung.
"Kamu kenapa Sar? Kok aneh sih."
"Eh enggak. Nggak apa-apa. It's okay."
"Gimana sekolah kamu?"
"Lancar."
"Kangen nggak sama aku? Nanti kita ketemu ya."
"Oh iya."
"Mmm Al? Udah dulu ya, aku belum mandiin kecoa aku. Kasian dia. Nanti kita sambung lagi ya. See you soon!" ucapku sambil menutup teleponnya tanpa menunggu jawaban Aldo.

Aku sedang malas berbicara. Hanya ingin bertemu Jev. Paling tidak untuk meminta penjelasan. Tapi mungkin, semesta sudah tidak mengizinkan.

'Aldo'

Aldo? Apa aku bisa bahagia bersama Aldo? Aku juga tidak menyadari, sudah hampir setahun dia mampu membangun hubungan baik denganku. Menunggu jawaban dariku.

Sampai sekarang aku masih belum memberi jawaban kepadanya tentang perasaanku untuknya.

Maaf sekali, Al. Aku seperti memberi harap semu kepadamu. Tapi ini memang sudah takdir. Aku juga sedang berusaha membuka hati untuk manusia baru, atau mungkin untukmu.

"Aldo menggantikan Jev? Apa bisa?" gumamku.

Bukan, bukan seperti yang ada difikiran kalian. Maksudku, apa Aldo bisa menjadi lelaki yang membuatku bahagia seperti sewaktu empat hari bersama Jev dulu? Ya, yang membuatku seakan tidak boleh lengah. Tidak boleh kehilangannya.

"Jev. Akhiri semuanya. Aku serius kali ini. Aku benar-benar lelah."
"Sudah cukup. Kenapa kamu masih saja berkeliaran di otakku? Apa yang kamu mau?"
***

Sore sudah mulai menunjukkan senjanya. Dari atap kamar memang tidak terlihat. Tapi sekarang, aku duduk di depan jendela bersama Matcha dan senja yang segera menghilang. Datang begitu lamanya, menghilang begitu cepatnya. Ya, aku menunggu dari pagi menjelang. Sudah berapa jam? Mungkin tidak selama aku menunggu Jev kembali.

Ragaku memang pandai menutupi luka. Tapi hatiku, tetap saja menangis tanpa henti. Merindukan sosok manusia aneh seperti dia. Walau aku benci, masih ada setitik rasa untuknya.

Aku bukan ahli dalam melupakan, sebab ini, aku jadi susah. Bagaimana tidak? Dengan Jev, pertama kalinya aku jatuh cinta. Merasa bahwa hal itu tidak menyakitkan sama sekali.

Sepercaya itu kemarin, membuatku sekarang sadar. Bahwa cinta, memang mudah membangun rasa yang sulit terlupa.

Aku rindu kamu, Jev. Juga akan membenci.

J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang