'Senja luka'

22 1 0
                                    

"Kita mau buat miniatur apa nih?" ucap Dira.

Hari ini, aku, Dira, Jafra dan Bram akan membuat miniatur setelah selesai kelas. Jam tanganku menunjukkan pukul tiga sore sekarang, dan kami masih berada di salah satu pusat perbelanjaan untuk membeli barang yang dibutuhkan.

"Gimana kalau miniatur gedung Kampus kita aja?" ucap Bram.
"Nggak terlalu ribet, tuh?"
"Kayaknya enggak deh, kita buat miniatur gedung utama aja, biar lebih mudah pahami detail nya. Gimana?" saran Jafra.
"Boleh juga." balas Dira.
"Aku ngikut aja." sambung ku.
"Kok jawabnya malas gitu sih?" ucap Jafra sambil merangkul ku. Untuk apa dia lakukan ini? Mau sok dekat?
"Tangan dong!" ucapku ketus sambil mengangkat tangannya.
"Kenapa sih?"

Aku hanya diam.. Kan aku sudah pernah bilang, kalau aku tidak mau ada manusia lain lagi. Aku hanya ingin hidup bersama kenangan saja. Kalau katamu itu adalah hal yang bodoh. Ya, memang. Tapi sekarang, aku hanya bisa melakukan itu.
Aku tidak mau menjalani hubungan spesial dengan lelaki lain lagi. Sudah cukup.

Hari ini kami sudahi dulu mengerjakan tugasnya. Sudah hampir malam, dan aku ingin sekali matcha.
"Pergi ke Cafe sebentar nggak apa-apa kali ya?" batinku.

Kaki ku melangkah menuju Cafe yang menjadi tempat sejarah ku bersama Jev. Entah kenapa, sekarang, setiap kali aku ingin matcha, aku selalu mendatanginya.

"Mas, biasa ya."

Mas Kevin sudah tahu aku memesan apa, karena aku sering sekali kesini hanya untuk memesan segelas matcha. Oh iya, Mas Kevin adalah barista di Cafe ini. Aku belum cerita ya? Aku sempat berkenalan dengannya. Dia adalah lelaki yang pintar sekali membuat matcha yang super duper enak!

"Kamu kenapa? Kok kelihatan nya bete banget?" ucap Mas Kevin sembari duduk di hadapanku.
"Enggak, Mas."
"Boleh kali cerita dikit."
"Aku bingung."
"Kenapa?"
"Mas tau nggak kenapa aku selalu kesini cuma buat pesan segelas matcha?"
Mas Kevin memiringkan kepalanya sambil menaikkan alis pertanda bahwa dia tidak tahu.

"Karena dulu, udah lama banget. Aku pernah kesini bersama Jev. Lelaki yang paling aku sayangi, Mas."
"Karena dia, aku bisa jadi lebih berani.","sebelumnya aku nggak pernah keluar sendiri kayak sekarang, atau bahkan punya teman."
"Dan dulu, Jev pernah bilang, kalau aku nggak boleh terus jadi kutu buku yang hidupnya di dalam kamar mulu, hehe."
"Terus, dia kemana? Kenapa kamu datang kesini selalu sendiri?"
"Aku nggak tau dia dimana, Mas."
"Maksud kamu?"
"Dia hilang gitu aja, nggak tau deh apa salah aku."

'mungkin aku tidak salah apa-apa, tapi memang sudah waktunya saja Jev pergi..'

"Kamu yakin nggak, dia bakal muncul dalam hidupmu lagi?"

"Aku nggak berani jawab. Kalau aku bilang yakin, aku takut nanti malah dapat kecewa. Kalau aku bilang nggak yakin, takutnya dia malah muncul."
"Bagus dong kalau dia muncul?"
"Aku rasa nggak sebaik itu."

"Why?"
"I'm not ready."
"Kayak mau Ujian Nasional aja butuh persiapan, haha!" balas Mas Kevin dengan tawa yang menjengkelkan.
"Kalau aja Mas ngerti apa yang aku rasain.. mungkin Mas nggak bakalan berani ketawa kayak gitu." Aku tidak merasa buruk.. hanya saja seperti tidak terima jika mendapat tawa atas perasaan hancur selama hampir 2 tahun. Walaupun banyak hal yang membuat ku bahagia.. tapi terlepas dari itu.. aku tetaplah Sara yang lemah tanpa Jev..

"Maaf, Sar.. aku nggak bermaksud ngetawain kamu."

Aku rasa Mas Kevin benar-benar menyesal..

"Aku nggak bakalan maafin Mas, kecuali segelas matcha ini gratis buat hari ini! Khusus buat aku!!" jawabku dengan tawa di akhir.
Mas Kevin-pun ikut tertawa,"bisa aja kamu ya!"

Sudah larut, aku pamit kepada Mas Kevin dan beranjak pergi meninggalkan sisa matcha ku. Aku tidak naik sepeda, apalagi di jemput Pak Atmo. Ya, aku berjalan kaki.. melewati taman yang penuh dengan berbagai keadaan.
"Jadi ingat Jev." batinku.
Aku pernah menangis karena Jev mengatakan hal yang istimewa waktu itu. Kalimat yang sampai sekarang masih menjadi bagian terpenting dalam hidupku.

"Woi!" sentak Jafra mengagetkan ku.
"Ngapain kamu disini!?" Aku kaget karena dia tiba-tiba muncul.
"Nggak, aku cuma lagi nyari udara segar aja."
"Sial aku ketemu kamu," gumamku.
"Ngomong apa lo barusan?"
"Ah enggak ada."

Aku berjalan lurus menuju rumah, dan Jafra masih saja mengikuti. Aku tidak pernah mengerti dengan anak ini. Entah apa maunya.
"Kamu kenapa ikutin aku?"
"Mau tau dimana rumah lo."
"Buat apa?"
"Ya mana tau gue bisa main sesekali." ucapnya santai.

Heh! Jev saja cuma tiga kali datang kerumah ku. Konon kamu, berniat datang. Enggak boleh!
"Stop!!"
"Kenapa?"
"Kamu nggak boleh ikutin aku lagi."
"Kenapa?"
"Karena kamu nggak boleh tau rumah aku." balasku sambil berlalu.

"Sar!! Tunggu! Gue cuma mau tau rumah lo. Nggak ada maksud apa-apa."
"Terserah kamu!" jeritku..

Sudah lima menit aku tidak melihat batang hidungnya, mungkin dia mau mendengarkan aku.
"Baguslah."

Aku sudah berganti baju dan bersih-bersih. Sudah lama tidak menulis impian di papan kayu.

'Sekarang, aku belum juga bertemu dengan Jev. Mungkin tidak, kalau aku bertemu dengannya kembali? Lalu, apa aku siap untuk itu?'

J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang