"Hallo?"
"Selamat pagi mbak, kami dari pihak penerbangan ingin mengabarkan bahwa Saudara Aldo Brahmantyo sudah di temukan."
"Yang benar Pak!?" jawabku penuh dengan perasaan bahagia.
"Iya mbak, kami sudah bawa korban ke Rumah Sakit Sejahtera."
"Ya sudah, Pak. Saya segera kesana. Terima kasih ya."•••
Ini sudah hari ke-empat. Dan Aldo di temukan! Alhamdulillah. Aku sangat senang mendengar kabar ini. Langsung ku hubungi Rena dan pergi ke Rumah Sakit.
Sesampai di Rumah Sakit, aku masuk ke UGD untuk melihat keadaan Aldo. Tapi terhalang, karena Aldo masih harus di tangani agar keadaannya bisa membaik.
"Mbak mohon maaf, pasien masih dalam penanganan Dokter. Mbak silahkan tunggu diluar dulu ya. Pasien belum bisa di jenguk." ucap salah satu suster dan menutup pintu.
"Tapi Sus, dia butuh saya!"
Rena berdiri dari tempat duduknya dan menenangkanku. Mengajakku duduk dan menunggu Aldo selesai di tangani."Udah, Sar. Kita berdoa aja yang terbaik buat Aldo ya."
Aku hanya menangis, semoga Aldo bisa diselamatkan. Tapi, aku belum sempat melihat bagaimana keadaan Aldo sekarang, jadi dihantui penasaran.Tidak lama, orang tua Aldo, Tante Hanum dan Om Bara datang bersama adiknya. Belum pernah ku beritahu ya? Aku juga baru tahu, Aldo punya adik perempuan berumur sekitar 4 tahun. Namanya Alika.
"Tante, Om." ucap Rena.Tangis Mama Aldo pecah seketika,"gimana Aldo, Ren?"
"Masih ditangani Dokter, Tan."
Aku menghampiri Mama Aldo untuk menenangkannya walaupun aku sendiri juga sangat-sangat kalut.
"Sabar ya, Tan." ucapku sambil mengelus pundak Mama Aldo.
"Iya sayang."Aku dan keluarga Aldo baru bertemu dua kali, di acara syukuran rumah Rena kemarin dan hari ini. Selama aku kenal dengan Aldo, aku tidak pernah bertemu dengan Orang tuanya, paling hanya sekedar menanyakan kabar Mama Papanya.
Karena jarak rumah Aldo dan rumahku terbilang jauh, Jakarta-Bekasi. Dan orang tua Aldo juga sibuk kerja setiap harinya, mengurus kebun teh dan perusahaan, maka dari itu sulit untuk bertemu keluarganya. Atau memang Aldo tidak berani mempertemukan aku kepada keluarganya, ya?
Sudah dua jam kami semua menunggu Aldo yang masih memperjuangkan hidupnya. Akhirnya Dokter keluar dan mengabarkan bahwa Aldo tidak bisa diselamatkan. Seketika aku tidak lagi merasakan apapun, aku terjatuh ke lantai dan Tante Hanum langsung menangis sampai pingsan mendengar hal itu. Segera, Tante Hanum di bawa untuk diperiksa.
'Aldo meninggal?'
Aku masih belum bisa mempercayai fakta ini, bagaimana bisa?
Aku langsung berlari ke arah Aldo saat dia hendak dipindahkan ke kamar jenazah.
"Sayang kamu bangun! Kamu buktiin kalau kamu bisa!" ucapku penuh tangis.
"Aldo kamu bangun, aku butuh kamu, bangun sayang." tambahku dengan nada pelan.Tangisku semakin menjadi melihat Aldo dalam kondisi seperti ini, belum ikhlas rasanya melepas Aldo yang baru sebentar menggantikan Jev di hidupku.
Semesta, bangunkan Aldo kembali, Sara mohon, Sara mohon...
Bagaimana-pun, aku harus ikhlas menerima kepergian Aldo. Sudah sore, Aldo segera dibawa ke Bekasi untuk di makamkan disana besok. Aku dan Rena ikut, sedangkan keluargaku dan keluarga Rena menyusul. Aku hanya bisa menangis saat ini, bahagiaku sudah hilang lagi dan berganti duka kembali.
Setelah pemakaman Aldo selesai, aku kembali ke Jakarta bersama Rena. Bunda meminta Rena untuk menemaniku beberapa hari dirumah, agar aku ada teman.
"Sara, kamu yang sabar, ya. Bunda yakin kamu bisa, kamu anak yang kuat." ucap Bunda sambil memelukku.
"Iya Bunda."Esok pagi, aku masih belum bisa menerima kepergian Aldo. Bahkan setelah aku berucap 'ikhlas'.
"Aku rindu Aldo, Ren."
"Kita semua kehilangan, bukan cuma kamu, aku juga."
"Kita harus bisa ikhlasin Aldo biar dia tenang di sana."
"Kita doain Aldo ya." ucap Rena sambil memelukku.Aku menangis, tidak tahu harus apalagi. Tidak ada yang menggangguku lagi, tidak ada manusia yang menyebalkan lagi.
Semesta memang tidak pernah adil kepadaku. Suka sekali mengambil hal-hal yang membuatku bahagia. Dulu, aku sangat bahagia bersama Jev, tidak lama semesta merebutnya tanpa penjelasan. Sekarang, saat aku sudah bisa menerima Aldo, semesta mengambilnya kembali dengan cara seperti ini. Lalu nanti, apalagi?
Aku benar-benar tidak mengerti, kalau memang semesta tidak menyukaiku berbagi bahagia bersamanya, aku tidak akan lagi bercerita kepadanya bahkan kepada Matcha dan bintang di langit sekali-pun.
Biar saja ku pendam sendiri bahagia yang ku rasa, agar kamu, semesta, tidak perlu cemburu lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)
Fiksi RemajaImpianmu mungkin boleh hancur karena seseorang. Tapi hidupmu harus tetap berjalan ada atau tidaknya peran pendukung lagi. Berdiri sendiri tanpa meminta bantuan orang lain adalah pilihan yang paling baik. Boleh juga bergantung pada mereka. Tapi sejat...