'Aldo pamit'

58 9 0
                                    

Bunda sedang sibuk masak di dapur. Dan aku menghampiri, berniat hanya untuk membantu agar tidak terlalu bosan, "Ada yang bisa Sara bantu nggak Bun?" tanyaku.

"Oh iya sayang, kamu tolong ambilin bawang ya terus di iris tipis."
"Bawang apa Bun?" tanyaku lagi setelah menemukan keranjang khusus bawang milik Bunda. Bunda memang begitu, suka sekali menyusun bahan masakan. Menaruhnya di keranjang yang berbeda. Ada keranjang bawang, cabai, rempah, dan banyak lagi. Bunda sangat cinta kerapihan, sebab itu dia menyusun setiap bahan masakan pada tempat berbeda agar tidak tercampur dan berantakan. Bunda berbeda jauh dengan aku yang suka mem-berantak-an segala hal.
"Bombai sama putih aja."
"Oke Bun!"

Sudah hampir dua jam di dapur. Capcay, gurami asam manis, ayam goreng, rebusan sayur sawi, dan sambal terasi sudah siap di meja makan!
"Panggil Papa biar kita makan bareng." perintah Bunda.

Aku berlalu dan mendapatkan Papa sedang mengotak-atik mobil antiknya yang dia beri nama 'Si Putih'.
"Pa, yuk makan dulu. Si putih nanti aja di urusinnya."
"Iya sayang, kamu duluan aja nanti Papa nyusul. Dikit lagi nih." jawab Papa masih tetap dengan Si Putih kesayangannya.
"Okedeh."

Tidak lama, semua berkumpul di meja makan. Aku, Bunda, dan Papa. Kami makan sembari bercerita sedikit tentang sekolahku, yang sekarang terasa sangat sangat membosankan. Tapi tentu tidak ku sampaikan kepada Bunda dan Papa.
"Sekolah kamu gimana?"
Aku tersedak padahal sudah menelan makanannya, "ba-baik Pa. Aman pokoknya hehe."
"Bagus kalau gitu, belajar yang bener, jangan kecewain Papa sama Bunda ya."
"Siap Pa!"

Menikmati makan siang yang sangat sangat membuat perutku puas. Setelahnya aku masuk ke kamar dan meng-halu-kan apa yang ada di otakku.

•••

Berapa banyak waktu yang di butuhkan untuk melanjut duka ini? Aku benar-benar ingin berubah. Lelah sekali menunggu manusia yang mulai ku benci.

Tidak diberi kepastian, tidak diucap pamit dan aku masih menunggu. Apa yang salah dariku?

Kamu harus sadar Sara, Tuhan mengirimkan Jev kepadamu hanya untuk membuat kamu berubah, membuat kamu berani melangkah maju dan tidak menjadi kutu buku yang bodoh lagi. Seharusnya kamu bisa paham dari awal. Kedatangan Jev selama empat hari hanya untuk membantumu menjadi manusia normal yang bisa mengenal dunia tanpa takut. Kamu salah, Sar! Seharusnya kamu tidak memakai perasaan waktu itu. Kamu terlalu bodoh, mencintai manusia yang baru kamu kenal dalam waktu sesingkat itu. Bodoh!

Kalau saja kemarin tidak jatuh cinta dengan Jev, mungkin aku bisa berubah selayaknya kupu-kupu indah tanpa beban. Melebarkan sayapku hingga dilihat oleh manusia lain dengan penuh rasa kagum.

"Kenapa aku jadi bodoh." umpatku.
"Aku ingin berubah. Menjadi manusia baru tanpa perasaan untuk Jev lagi."
"Membuka hati untuk lelaki lain yang ingin masuk,"
"Seperti Aldo misalnya."
Eh Aldo? Terlalu bodoh Sara, mana mungkin Aldo mau sama kamu. Selama ini perlakuan dia hanya untuk membuatmu senang saja, biar kamu tidak menderita lagi. Sadar Sara, kepergian Jev membuatmu seperti orang yang harus dikasihani oleh semua manusia! Sadar!

"Tanpa Jev."
"Apa aku bisa?"

Terkadang, aku masih saja seperti orang bodoh. Seperti manusia yang harus terus bergantung pada lelaki jahat seperti Jev. Ada apa sebenarnya? Bukan seharusnya aku sudah melupakan Jev yang hanya datang mengingatkan? Kenapa aku terus bertanya?

"Sara..." ucap Bunda sambil mengetuk pintu kamarku.
Aku bangkit dari kursi malas yang berada tepat di depan jendela kamar, dimana aku biasa melihat semesta favorite-ku bersama matcha.

"Ada apa Bunda?"
"Di luar ada Aldo. Kamu temuin dulu gih."
"Aldo, Bun?" tanyaku heran.
"Bareng siapa dia kesini?"
"Kok nggak ngabarin Sara, ya?"
"Dia sendiri. Udah sana, kasihan dia nunggu."

Aku sudah berada di hadapan Aldo sekarang. Seperti ada yang ingin dikatakan olehnya, suasana duka juga menghiasi wajahnya, terlihat sedih sekali. Ada apa?

Dengan suara lemas Aldo berkata, "aku mau pamit."
"Pamit? Maksud kamu?" jawabku heran.
"Iya, lusa aku bakal pergi ke Aussie buat kuliah."
"Ditinggal lagi, untung yang ini pamit." gumamku dengan tawa kecut.
Aldo mengambil tanganku dan menjelaskan, "Sar, maaf ya aku ngasih taunya mendadak,"
"Mama yang suruh aku buat kuliah disana,"
"Awalnya aku nolak dan milih kuliah disini aja,"
"Tapi Mama sama Papa udah ngurus keberangkatan aku juga,"
"Aku nggak bisa nolak."

Oh iya, semenjak pertemuan pertamaku dan Aldo di acara syukuran rumah Rena kemarin. Kami semakin dekat dan seperti sudah kenal lama. Aldo selalu menghubungiku bahkan sering datang kerumah untuk menceritakan hal apapun, terlebih kalau dia sedang rindu denganku(katanya). Mungkin bisa dibilang wajar kalau dia pergi dengan pamit dahulu kepadaku. SKSD ya dia.

Aku diam tanpa menjawab apapun setelah Aldo menjelaskan semuanya. Memang apa yang bisa aku lakukan? Toh dia bukan siapa-siapa. Hanya manusia yang berusaha membuatku senang setiap harinya setelah pertemuan pertama. Sama dengan Jev, hanya bedanya Aldo pamit kepadaku sebelum pergi jauh. Bisa dikatakan lebih sopan, ya.

"Kamu marah, Sar?" ucapnya memecah sunyi.
"Marah? Buat apa?"
...
"Al, kita ini nggak ada hubungan apa-apa. Kenapa kamu terus melibatkan aku dalam hal apapun?"

"Sar! Aku udah bilang, pertama kali kita ketemu aku udah omongin semua tentang perasaan aku. Tapi apa respon kamu?"
"Kamu masih inget laki-laki itu. Mau sampai kapan Sar?"
"Aku berusaha sabar nunggu balasan perasaan kamu."
"Aku sayang sama kamu, Sar."
"Kamu nggak bisa paksain perasaan kamu kayak gini."
"Laki-laki kayak apa dia, sampai kamu susah buat move on begini."
"Kamu seharusnya sadar Sar. Ada yang lebih mau ngebahagiain kamu."
"Liat aku, tatap mata aku!" intonasi Aldo semakin meninggi dan spontan aku menatap matanya, Aldo masih lanjut berbicara.
...
"Aku nggak mau kamu sedih lagi mikirin dia yang nggak ngasih kamu kabar sampai detik ini."
"Udah lah Sar. Kamu akhiri semuanya. Kamu nggak capek apa?"
"Aku mau kamu seneng, bahagia."

Apa Aldo sangat menyayangiku? Tapi bagaimana bisa? Aku memang melihat jelas pengorbanan dan ketulusan darinya. Tapi aku belum saja lepas dari ingatan menyangkut Jev. Aku juga tidak ingin terus menyakiti Aldo. Harus bagaimana sekarang? Apa yang harus aku katakan kepada Aldo? Kalimat apa yang sopan untuk disampaikan sebelum dia pergi jauh meninggalkan aku? sebelum aku merasa hidupku lebih sepi karena ditinggalnya.

Tunggu, satu hal lagi. Kenapa semua perlahan meninggalkanku? Kemarin Rena, lalu Jev, dan sekarang Aldo. Lalu nanti? Apa aku akan bertemu manusia baru lagi? Kemudian, ya seperti mereka. Pergi dengan berbagai alasan, atau tanpa alasan sama sekali.

"Kamu hati-hati ya."
"Belajar yang bener."
"Jangan lupain aku." ucapku tanpa sadar sambil meneteskan air mata.

Aldo menyeka air mataku, "Jangan nangis. Aku bakal terus hubungi kamu. Jaga diri baik-baik disini ya." Pasti Aldo berfikir kalau aku juga mulai mencintainya, HAHA!

Aku hanya menunduk, serasa kehilangan. Padahal, aku belum cinta.

"Sar?" ucapnya. Aku mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Aku sayang kamu." sambung Aldo sambil memeluk ku.
Aku terkejut! Bukan karena Aldo yang tiba-tiba memeluk. Tapi karena pelukannya, yang sangat sangat mirip dengan pelukan yang diberikan Jev.
Aku merasa bahwa yang ku peluk adalah Jev, bukan Aldo.

Tuhan? Apa Aldo adalah pengganti Jev?

Tapi yang terpenting, apa Aldo juga akan meninggalkanku seperti Jev?

Tolong jawab aku.

J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang