"Sayang... yuk bangun.." ucap Bunda sambil membuka tirai jendela kamarku.
Masih pagi sekali, aku benar-benar malas hari ini. "iya Bunda," balasku kemudian menarik selimut sampai menutupi kepalaku.
"Eh eh eh.. ayo sarapan dulu, ada matcha kesukaan kamu loh."
"Sereal sama susunya?"
"Pasti ada dong!" balas Bunda sambil menarik selimutku.
Tidak pernah berubah ya? Iya, hanya itu yang tidak berubah dari hidupku. Hanya Matcha, dan Sereal dengan Susu. Selebihnya? Sudah jangan di tanya.Aku tidak mengerti, sudah selama ini aku berkelana. Mencari jati diriku yang kemarin, yang belum pernah di rusak oleh siapa-pun. Kemana dia pergi? Apa ikut bersama lelaki itu? Lalu sekarang? Aku harus apa? Membentuk jati diri yang baru? Atau terus luntang-lantung tidak jelas seperti ini? Apalagi semenjak Aldo meninggalkan ku untuk selamanya, rasanya penderitaan dalam hidupku semakin lengkap saja. Semesta, aku rindu Sara yang dulu.
Aku masuk ke kelas dengan keadaan kalut. Sekarang, aku memikirkan bagaimana caranya untuk bisa kembali pada Sara yang dulu. Aku harus bisa. Tapi.. sebuah pemaksaan akan membuahkan hasil yang tidak di inginkan, bukan? Aku bingung, harus apa ya?
"Heh!", sentak Jafra menyadarkan lamunanku, "kenapa lo?" sambungnya.
"Apa sih kamu, mau tau urusan orang saja! Menyebalkan!" balasku ketus.
"Yaelah,kenapa sih?"
Aku hanya diam tanpa memberikan jawaban.
Baru beberapa kali bertemu dengannya. Dan sekarang dia sudah seperti teman yang sudah lama kenal? Kalau tahu sekarang akan bertemu dengannya setiap hari, lebih baik, di awal pertemuan aku tidak menceritakan apapun di trotoar taman malam itu."Ibu akan membagi kelompok untuk men-diskusikan tentang struktur bangunan, yang kemudian kalian akan membuat contohnya dalam bentuk miniatur. Satu kelompok terdiri dari empat orang." ucap Bu Puri. Dosen yang pertama kali masuk ke kelas-ku semalam.
Oh iya, aku belum cerita masuk ke Universitas dan mengambil jurusan apa ya? Hehe.. Jadi, setelah kelulusan SMA kemarin, aku mencari kampus yang cocok.
Aku memilih jurusan Teknik Sipil di salah satu Universitas di Jakarta Timur.
Bukan tanpa sebab, aku punya impian kecil, memiliki rumah dengan kolam renang, kamar dengan atap kaca seperti kamarku sekarang, serta kebun kecil di belakang rumah. Tidak perlu besar, yang terpenting cukup untuk aku tinggali bersama Jev di masa depan.
Tapi, sepertinya itu tidak akan pernah terjadi, karena sekarang pun aku sudah tidak ingin lagi mengingatnya.
Aku ubah semua rencana dan impian yang ku susun singkat waktu itu.
Aku tetap ingin mewujudkan rumah impian itu, membangun rumahku sendiri, hanya rumahku, hanya aku yang tinggal, tentu juga tanpa Jev di sana.Sempurna, aku di kelompokkan dengan Jafra. Akan jadi apa hidupku nanti? Melihat wajahnya beberapa jam di kelas saja sudah membuatku tidak selera apa-apa. Apalagi harus mencari materi yang pasti akan membuatku lebih lama bersamanya dalam satu hari. Sialan!
Saatnya istirahat, aku pergi keluar kelas menuju kantin untuk membeli makanan, dan tiba-tiba Jafra menghampiri ku sembari berkata,"gue senang banget, tau nggak?"
"Kenapa?" jawabku flat.
"Bisa satu kelompok sama lo."
"Terus, kenapa senang?"
"Karena bisa gangguin lo lebih lama haha." ucapnya sambil berlalu mendahuluiku.
"Menyebalkan sekali, semakin berani saja dia," batinku.Selesai kelas, aku pergi mencari Cafe yang menjual matcha di luar area Kampus. "Semoga ketemu deh." batinku.
Tidak lama sekitar lima menit berkeliling, aku melihat sebuah Cafe dengan gaya klasik. Kamu masih ingat kemana Jev membawaku di hari kedua? Ya. Ke Cafe ini. Aku tidak menyangka kalau Kampusku dekat dengan Cafe yang pernah menjadi kenanganku bersamanya.Ku lihat sekeliling, tidak ada yang berubah. Masih ada lukisan Albert Einstein dan Marilyn Monroe di dinding. Aku duduk di bangku yang dulu pernah ku duduki bersama Jev, kebetulan sedang tidak di duduki orang lain. Aku memandang lurus ke depan, masih bingung dengan apa yang terjadi saat ini.
"Mau pesan apa Mbak?" tanya seorang pelayan yang menghampiriku.
Aku masih diam membayangkan kejadian manis yang terasa pahit sekarang.
"Mbak?"
"Eh.. kenapa?"
"Mbaknya mau pesan apa?"
"Oh, matcha hangatnya satu." jawabku seperti orang kebingungan.
"Itu saja Mbak?"
"Iya."
"Baik, silahkan di tunggu ya." ucap pelayan tersebut kemudian berlalu.Kenapa langkahku bisa sampai disini?
Apa maksud semua ini? Kenapa semakin aku mencoba melupakan Jev, takdir malah memaksaku untuk terus mengingatnya. Atau inilah pertanda bahwa Semesta tidak mengizinkan aku untuk melupakannya?Ya semesta, aku kalah. Aku mengaku kalah dan tidak akan pernah bisa melupakan Jev. Bahkan semuanya masih jelas terpampang di otakku, termasuk mimpi-mimpi yang pernah di kunjunginya.
Maaf..
Seorang pelayan menghampiriku,"ini matcha-nya mbak."
"Makasih ya."
"Mbaknya nggak apa-apa? Kok menangis?" tanyanya.
"Nangis?" ucapku sambil menyentuh pipi.
Iya aku menangis, entah kenapa, ini sudah yang kedua kalinya aku menangis tanpa sadar.
"Engg-enggak, aku nggak apa-apa kok."Sekarang bagaimana? Apa aku tidak boleh memaksa kehendak untuk melupakan Jev? Kalau iya, mulai sekarang aku akan berusaha semampuku untuk menjalani hidup dalam bayang-bayang Jev. Semoga aku bisa. Tentu saja bisa Sara, ini sangat mudah untuk kamu lakukan.
Dan sekarang, Jev.. apa kau ingat? Kita pernah kesini menaiki vespamu. Aku benar-benar merindukanmu Jev.. kenapa kamu belum menemuiku? Atau kamu sudah menemukan perempuan yang lebih baik disana? Kamu kemana Jev? Apa tujuanmu pergi selama ini?
Aku takut Jev.. dunia semakin kejam setelah kamu meninggalkanku sendiri.
Ayolah.. temui aku. Banyak sekali kejadian yang ingin aku ceritakan kepadamu. Tentang rinduku, kehadiran Aldo, sampai si Jafra yang ingin ku musnahkan. Aku masih menyayangimu, sangat.Lalu, bagaimana kabarmu sekarang? Dimana kamu tinggal? Apa kamu masih suka makan pedas dan membiarkan keringat membasahi wajah lucumu itu?
Aku percaya kita memiliki ikatan kuat satu sama lain. Karena aku bisa merasakan kalau kamu akan kembali untuk menemuiku tanpa ingin pergi lagi. Dan, kamu pasti bisa merasakan rindu yang aku rasakan, kan?Sekarang aku sudah menjadi Mahasiswa yang akan bertemu berbagai macam karakter manusia. Entahlah, aku siap menghadapi mereka atau tidak. Aku butuh kamu, Jev.
Beberapa menit lagi aku bisa menikmati sunset di pantai. Ku habiskan matcha yang ku pesan tadi kemudian pergi menuju pantai.
"Masih indah, juga nggak ada yang berubah" gumamku.
Aku mendekati bibir pantai dan mulai duduk sambil mengajaknya berbicara.
Hey pantai, bagaimana kabarmu? Sudah lama kita tidak bertemu. Apa Jev pernah menemuimu setelah kejadian waktu itu? Saat dia memarahiku ketika aku masih memanggilnya dengan sebutan kakak. Jev kejam ya..
Kalau dia pernah kesini, dengan siapa dia datang? Manusia lain, atau hanya seorang diri? Kamu tahu? Aku sangat merindukannya. Sudah lama sekali kami tidak bertemu. Bahkan saling memberi kabar saja sudah tidak pernah. Aku tidak tahu Jev ada dimana sekarang. Sebelumnya, maaf kalau aku datang kesini bersama air mata yang tidak kamu inginkan. Aku tidak mampu menahannya, sangat berat. Kepergian Jev membuatku seperti orang gila yang tidak memiliki tujuan hidup. Kamu bisa lihat bagaimana keadaanku sekarang. Benar-benar buruk. Aku berharap bisa datang kembali kesini bersama Jev lagi.Menurutmu, apa itu bisa terjadi?
Aku sangat-sangat berharap...
KAMU SEDANG MEMBACA
J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)
Teen FictionImpianmu mungkin boleh hancur karena seseorang. Tapi hidupmu harus tetap berjalan ada atau tidaknya peran pendukung lagi. Berdiri sendiri tanpa meminta bantuan orang lain adalah pilihan yang paling baik. Boleh juga bergantung pada mereka. Tapi sejat...