'Tukang Paket'

5 1 0
                                    

Waktunya mem-presentasikan tugas yang diberikan Bu Puri.
Kami menyiapkan diri, membagi dialog dan berdiskusi untuk hal lain.

"Bagus sekali, sekarang, saya persilahkan kelompok C maju untuk mem-presentasikan miniatur kalian." ucap Bu Puri setelah kelompok B tampil.

Giliran kami, "Bismillah,"
Bram yang memulai, mengucapkan kalimat pembuka sekaligus menjelaskan beberapa bagian, dilanjut dengan Dira dan aku, kemudian Jafra yang menyebalkan.

"Senang sekali, karena presentasi lancar. Gimana kalau kita ngerayain?" ucap Bram.
"Itu semua berkat Gue." balas Jafra.
"Apaan, kamu tuh nggak tau apa-apa. Bram yang jago!" sindir Dira.
Jafra hanya tertawa malu sambil menggaruk kepalanya.
"Gimana? Pada setuju nggak kalau dirayain?"
"Boleh deh." ucapku.
"Iya boleh-boleh," sambung yang lain.

"Kita mau ke Cafe mana, nih?" ucap Dira. Sudah waktunya pulang, kami memikirkan akan kemana untuk merayakan keberhasilan tadi.
"Gimana kalau ke Cafe dekat sini? Aku tau tempatnya, nyaman, cocok untuk kita." ujarku.
"Oh yauda yuk, langsung aja." ucap Bram.

Kami berjalan menuju Cafe Mas Kevin, dan memesan setelah sampai di sana.
"Mas!" sapa ku dengan senyuman.
Mas Kevin hanya tersenyum dan menghampiri kami.
"Kenalin, Mas, teman-teman ku."
"Halo, Mas! Aku Dira!" ucap Dira dengan penuh semangat.
"Dir, jangan semangat banget, Mas Kevin udah nikah haha." kata ku.
Seketika wajah Dira langsung berubah cemberut, lucu sekali. Karena tingkahnya, aku dan lainnya hanya bisa tertawa termasuk Mas Kevin. "Diraa Diraaa, haha," sambung Jafra.

Setelah berkenalan dan memesan, tiba-tiba Tukang Paket datang, menghampiri ku dan memberikan sebuah Buket bunga Matahari.
"Dengan Mbak Sara?"
"Ya saya sendiri, Pak."
"Ini ada kiriman bunga buat mbaknya, tanda tangan disini ya," ucap Tukang Paket itu sembari memberikan pulpen untuk mem-paraf tanda terima.
"Ini bunga dari siapa ya, Pak?"
"Pengirimnya bilang, ini dari orang yang sayang sekali sama mbaknya."
Aku bingung, tidak mengerti apa maksudnya.
"Ya sudah, Pak. Terima kasih ya,"
"Iya sama-sama mbak."

Aku terdiam, entah apa yang ada di fikiran ku ini benar atau tidak. Tapi aku berfikir bahwa Jev yang mengirim bunga ini untuk ku. Apa setelah ini Jev akan muncul? Jika iya, aku bisa sekalian mengenalkannya kepada Mas Kevin, kan?

"Ciee Sara, ada penggemar nih," seru Dira.
"Ha?" balasku masih dengan raut wajah bingung.
"Hahaha mana mungkin Sara punya penggemar, ya kali, palingan juga orang iseng." sambung Jafra.
"Kamu iri? Atau cemburu?" ucap Bram, bermaksud menyindir Jafra.
Dira tertawa, Jafra tiba-tiba terdiam seperti malu karena ucapan Bram tadi.
"Eh! Enak aja, buat apa gue cemburu sama dia, emang dia siapa banget," sambar Jafra.

Aku hanya terdiam memperhatikan mereka adu mulut, aku harus tau siapa yang mengirimkan buket bunga ini. Maaf ya, aku bukan tipe manusia yang bisa bodo amat dengan apa yang sedang ku hadapi. Aku terus memikirkan, siapa orangnya? Jev? Atau siapa? Aku tidak bisa berfikir. Karena sekarang aku sedang tidak dekat dengan siapapun. Semesta, jika benar itu Jev, tolong suruh Tukang Paket tadi mengantarkan pengirimnya saja, jangan buketnya.

Aku melihat sekitar, siapa tau ada yang mengawasi, seperti saat itu, saat Jev datang kerumah ku untuk pertama kalinya. Tapi ku rasa aman.
Makanan sudah berada di atas meja kami, sepertinya semua menikmati hari ini, kecuali aku yang dari tadi sibuk memikirkan buket ini.
"Sudah Sara, nanti lagi memikirkannya. Nikmati waktumu ini," batinku.

"Enak banget!" ucap Dira sambil mengunyah spaghetti bolognese pilihannya.
"Iya, nggak salah kita pilih Cafe ini," tambah Bram.
Aku tersenyum, "pilihanku nggak pernah ngecewain, kan?"
Aku berusaha berbaur dan melupakan sejenak masalah tadi, bercerita segala hal dengan mereka bertiga, seru sekali, dan aku fikir, Jafra tidak se-menyebalkan itu. Di sisi lain dia punya rasa menghargai dan sedikit sopan. Entahlah, mungkin karena dia sudah malu duluan.

Setelah selesai, aku mencari Mas Kevin yang sedari tadi tidak terlihat, berniat untuk pamit saja. Aku bertanya kepada salah satu pelayan, dan katanya Mas Kevin sedang sibuk.
Alhasil aku hanya menitip salam, "nanti tolong sampaikan salam dari Sara, ya. Terima kasih, Mbak."

Sampai di rumah, aku langsung bersih-bersih dan duduk di kursi malas ku dengan buket bunga Matahari itu. Ku pandangi, ku ingat kembali, sepertinya saat bersama Jev dahulu, bunga matahari tidak pernah ambil bagian dalam cerita kami.
Lalu siapa? Kembali ku pandangi buket itu, ternyata ada secarik kertas yang terselip di dalamnya. Ku buka, "Sara, aku menyayangimu, juga rindu. Aku harap, kamu bisa lebih kuat, dan terus setia seperti bunga Matahari ini, ya." begitu isinya. Firasat ku mengatakan bahwa Jev yang mengirimnya. Tapi, kenapa dia tidak langsung memberikannya kepadaku? Kenapa tidak langsung datang kerumah? Apa dia sudah lupa jalan menuju rumahku? Atau apa? Aku butuh penjelasan!

Aku melempar buket itu ke lantai, dan menangis sejadinya.
Semesta nggak adil! Aku nggak mau berterima kasih sama orang yang ngirim paket itu! Aku nggak mau hidup dalam bayang-bayang Jev! Aku nggak mau!! Jev, aku yakin kamu ada di luar sana, aku yakin kamu lagi lihat aku yang nangis karena kamu! Tolong Jev, aku benar-benar nggak bisa jalani semuanya sendiri. Aku butuh kamu, aku mau kamu!

Tidak ada toleransi lagi untuk semesta. Aku ingin Jev segera datang menemui ku!

J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang