'= Jev'

60 13 0
                                    

"Bodoh ya, Aldo kan di Aussie. Gimana bisa di telepon lewat nomor ini." ucapku kesal.

Ya sudah, tidak jadi mengobrol dengan Aldo. Dan aku bingung. Dirumah hanya diam, karena PR dari sekolah tadi juga tidak ada. "Telepon Jev, bisa nggak ya?" fikirku.

'Nomor yang anda tuju tidak terdaftar.'

"Bahkan tidak terdaftar lagi? Haha." ucapku dengan tawa kecil.

Sekarang, perlahan, aku mulai menyadari, Jev. Bahwa kamu memang sudah sangat-sangat ingin melupakan aku. Sudah berapa lama hingga hari ini? Kamu tidak ingat sama sekali denganku.
Untuk apa kehadiranmu kemarin? Untuk apa!
Kamu hanya ingin merusak hidupku yang monokrom! Aku benci kamu, Jev!

Aku mengeluarkan sepeda dan mengayuh sekuat tenaga. Tidak tahu tujuannya kemana. Perasaanku kacau sekali, bahkan sampai bingung harus apa. Sudah seperti manusia yang tidak punya fikiran. Terus berjalan mengikuti kaki yang sudah lelah ini.
Aku menangis sejadinya, melihat hidupku yang sekarang lebih hancur sesudah bertemu Jev. Tuntutan apa lagi yang ingin semesta berikan kepadaku?

"Semua jahat, semua nggak kasihan sama aku, bahkan semesta juga!" batinku.

Aku berhenti di salah satu taman. Hari sudah mulai gelap, begitu pun taman ini, hanya beberapa manusia yang terlihat. Aku menjatuhkan sepedaku dan duduk di pinggir trotoar taman.

Mem-benamkan wajahku ke kedua tangan dan menangis sampai sesak.
Aku merasa tidak perlu lagi menangis seperti ini.
"Ini akan menjadi tangisan terakhir untuk hidupku yang di ubah Jev." aku membatin.

Tiba-tiba ada suara dari belakangku, "jaman sekarang masih aja ada cewek yang nangisin cowok nggak jelas."

Cepat-cepat ku seka air mataku dan perlahan melihat sosok yang barusan berkata tidak sopan kepadaku.

"Siapa kamu?" tanyaku.

Lelaki itu duduk disamping ku, "Gue Jafra." ucapnya.
...
"Gue cuma kasian ngeliat lo, anak cewek sendirian di taman begini. Malah udah mau magrib. Nggak takut diculik hantu lo?"
"Apa sih."
...
"Lo boleh cerita ke gue, siapa tau bisa lebih lega."

Menceritakan apa yang aku rasa kepada manusia yang tidak ku kenal? Mustahil! Tidak mungkin.
Tapi, aku juga butuh teman berbagi sekarang. Rasanya dadaku sesak sekali memendam semuanya sendiri.

Ingin bercerita kepada Aldo tapi nomornya tidak ada. Dengan Rena? Pasti habis kena ceramah nggak jelasnya, belum lagi dia nggak pernah serius menanggapi hal yang aku ceritakan.
Apa aku cerita saja dengan manusia baru ini?

"A-aku bingung." ucapku dengan suara yang parau.
"Bingung kenape?"
"Semua orang jahat, pelan-pelan satu persatu ninggalin aku."

"Lo doang yang ngerasa gitu kali, gue yakin ada banyak orang yang sayang sama lo. Orang tua lo misalnya. Jangan karna putus cinta, lo jadi bego." ujar lelaki itu dengan santai.
"Lo cuma perlu bersyukur atas apa yang udah Tuhan kasih,"
"Nikmati apa yang ada, nggak usah maksa harus miliki hal yang lo inginkan."

Baru kenal beberapa menit dan sekarang sudah berani memberi ceramah kepadaku? Dasar!

"Jangan gampang nangis. Lo harus kuat. Harus bisa nerima kenyataan. Nggak selamanya kita bahagia. Hidup ini berputar."

Dia bisa meyakinkan aku, kalau dia adalah manusia yang bisa dijadikan teman berbagi. Aku tidak menyangka, dengan gayanya yang songong, dia bisa bersikap dewasa dalam memberi saran. Seperti Jev, jadi ingat lagi,kan!

Aku menceritakan masalah yang kupunya kepada Jafra, lelaki dengan wajah yang lumayan dan rambut yang lebat ber-volume itu.

"Makasih, kamu udah mau dengerin aku dan ngasih saran."

"Iye, nyantai aje."
"Kalo gitu, gue balik duluan ya,"
"Atau mau bareng? Biar gue anterin."

"Eh nggak usah, aku bisa pulang sendiri."

"Yauda hati-hati lo. Gue duluan." ucapnya kemudian berlalu dan meninggalkanku.
***

Malam ini, aku berduka dengan parah untuk kesekian kalinya. Hatiku hancur lebur walaupun sudah sedikit lega karena sudah cerita dengan lelaki itu. Kalau aku fikir ulang. Tuhan masih baik, masih mau mengirimkan seseorang untuk teman ceritaku.

Aku beruntung karena tadi bisa bertemu dengan Jafra. Mungkin kalau tidak bertemu dengannya. Aku tidak bisa berfikir jernih dan kembali ke rumah. Tuhan masih baik kepadaku.

Aku hanya berharap, semoga kedepannya, aku tidak bertemu dengan manusia sepeti Jev lagi. Sakit sekali rasanya, dikecewakan oleh manusia yang mulai aku cintai. Untuk pertama kalinya aku jatuh cinta. Untuk pertama kalinya juga aku patah hati.

Mereka sering berkata bahwa jatuh cinta itu menyenangkan. Tapi yang aku dapat? Malah sebaliknya. Aku sangat sangat menderita karena jatuh cinta.

Aku juga tidak ingin mengenal manusia baru lagi. Jadi Tuhan, jangan pertemukan aku dengan seseorang yang ingin mengenalku lebih dekat seperti Jev. Aku hanya ingin hidupku yang terdahulu. Yang baik-baik saja, yang tidak pernah merasakan bagaimana dicintai dan mencintai.

Jika aku bisa memilih, lebih baik menjadi kutu buku selamanya tanpa merasakan jatuh cinta dengan manusia lain.

Jujur, mengenal Jev adalah hal yang buruk, yang pernah tercoret dalam buku kehidupan milikku.

Bisa di koyak saja tidak?

J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang