'Mimpi nyata'

62 8 0
                                    

Aku duduk di satu kursi. Entah dimana ini. Suasananya terasa asing dimataku. Aku melihat sekeliling dan ada lelaki diujung sana.

Jev kah itu?

"Sara.."

"Jev."

"Iya ini aku."

Aku langsung berlari ke arah Jev dan memeluknya erat tanpa ingin ku lepas.

"Jev kemana saja? Kenapa selama ini menghilang!?"

"Masih ingat perkataan aku ke kamu?"
"Walaupun raga aku nggak selalu ada disamping kamu. Tapi hati aku selalu ada sama kamu."
"Dan kamu, harus percaya dengan kata-kata itu ya."

"Jev belum jawab pertanyaan Sara."
"Jev kemana selama ini? Kenapa menghilang!?"
"Sara terus nyari Jev tapi nggak ketemu."
"Jev jahat sama Sara."
"Sara benci Jev!" tanpa sadar aku menepuk dada Jev.

Aku terus menangis dipelukan Jev bersama beribu kata yang ingin ku ucapkan. Dan Jev berusaha menenangkan ku dengan mengusap air mata yang terus mengalir seperti air sungai ini, tidak lupa, dengan balasan pelukan juga.

"Kamu nggak boleh nangis. Aku sayang kamu, Sara."

Pelukan ku semakin erat sekarang.
"Jev harus janji. Jangan tinggalin Sara lagi."
"Cepat janji!" aku merengek memohon sambil menatap matanya.

"Jangan pernah takut kehilangan aku."
"Aku sayang kamu."

•••

Drrtttt drrttt.
Alarmku berbunyi. Aku terbangun dengan keadaan memeluk guling dan mataku sudah ber-air, "yang tadi cuma mimpi." gumamku sambil menyeka air mata.
"tapi, kenapa terasa nyata banget ya? Sampe nangis begini."

Jev, ayolah. Apa yang kamu cari diluar sana sampai harus menghilang dariku? Empat hari kita kemarin membuat kamu seperti jatuh cinta kepadaku, juga seperti tidak ingin pergi dari hidupku. Nyatanya sekarang? Kamu hanya berani menemuiku di alam mimpi saja. Tidak di dunia nyata lagi. Aku punya salah apa sampai kamu menghilang tanpa sebab? Apa sewaktu mengantarku pulang di hari ke-empat itu, kamu dihampiri ufo dan dibawa oleh alien?

"Pagi Bun," "Pagi Pa." ucapku lemas tanpa melirih.
"Pagi sayang," balas mereka serentak.
"Loh mata kamu kok sembab?" tanya Papa dengan mimik wajah heran.
"Oh, nggak apa-apa, Pa. Kecapean doang." alasan macam apa itu. Terlalu lelah bukan sumber masalah untuk mata yang sembab. Tapi memang tidak ada yang perlu tahu tentang apa yang aku rasa selain Jev dan semesta.
"Sarapan apa hari ini, Bun?" tanyaku basa-basi, padahal aku tahu kalau menu sarapanku tidak akan berubah.
"Seperti biasa, udah Bunda siapin punya kamu, sana ambil."

'Seperti biasa' yang Bunda maksud adalah Matcha dan Sereal dengan Susu.
Aku hanya bisa sarapan dengan mereka. Kalau ketiga-nya tidak ada, ya aku tidak sarapan. Seperti sebuah kewajiban, aku harus minum matcha sebelum memulai hari. Karena bagiku, matcha adalah penyemangat walau hatiku sepatah ini.

Aku menuju dapur untuk mengambil matcha dan susu di microwave, setelah itu kembali ke meja makan dan sarapan. Sebenarnya bisa makan—makanan yang lain, hanya saja aku harus makan ketiganya dahulu sebelum itu. Sampai sini paham?

J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang