'First date'

11 2 0
                                    

"Ayo tuan putri, silahkan naik." ucap Aldo setelah membukakan pintu mobil.
Ucapannya mengingatkan aku kepada Jev lagi, "jangan bicara seperti itu, aku nggak suka."
"Yaelah, baru ketemu udah di omelin aja."

•••

Hari ini, aku dan Aldo keluar untuk menikmati Bandung berdua. Rena tidak ikut karena ada acara lain. Kalau-pun dia di rumah saja, aku tidak akan mengajaknya ikut bersama Aldo untuk pergi. Karena aku hanya ingin berdua menikmati hari ini bersama Aldo. Maaf Ren, hari ini aku benar-benar ingin menjadi manusia yang egois.

"Kita kemana dulu nih?" tanya Aldo.
"Makan dulu aja ya, aku laper."
"Siap! Mau dimana?"
"Terserah."
"Kebiasaan cewek." gumam Aldo.
Aku menatapnya tajam tanpa berkedip, "eh jangan gitu, kamu seram banget sih." ucapnya dengan tawa.
Aku rasa Aldo suka sekali menggumam seperti itu. Menyebalkan!

Selesai makan, kami pergi ke salah satu taman. Banyak orang yang berjualan mengelilingi taman ini. Dan aku mau beli makanan lagi, hehe.
"Aku mau itu." ucapku setelah melihat pedagang kentang gulung.
"Yauda yuk beli. Apapun yang tuan putrinya Aldo mau."

Aldo terlihat sangat bahagia ketika aku merasa senang.Sebegitu sayangnya dia kepadaku atau bagaimana? Aku akui, Aldo adalah lelaki yang sangat lemah lembut kepada perempuan. Tidak pernah meremehkan atau membuat aku terluka selama mengenalnya setahun belakangan. Malah setelah hubungan kami jelas, Aldo semakin baik saja kepadaku. Sangat-sangat berusaha membuatku bahagia tanpa ingin melihatku merasa tidak nyaman.

Dan, ya. Sekarang, aku mulai bisa merasakan ketulusan Aldo. Aku juga mulai menyukainya, mulai merasa nyaman dan yakin bahwa dia bisa menjagaku.

Aku berterima kasih kepada Tuhan, karena telah memberi pengganti Jev. Aldo adalah lelaki yang membuatku kembali percaya bahwa aku masih pantas untuk merasa bahagia dan menikmati semesta berdua.

Setelah berkeliling taman dan bercerita banyak hal, langkahku dan Aldo terhenti di hadapan pemain saksofon di pinggir jalan.
"Aku mau lihat itu!" ucapku sambil menarik tangan Aldo.

Lagu yang di mainkan pengamen itu adalah lagu yang sangat aku sukai. Lagu yang menjadi teman saat aku ingin pergi ke sekolah menaiki sepeda dulu. Masih ingat lagu apa?

Aku menari, mengajak Aldo menikmati lagu ini, berdansa sampai lagu selesai seperti dunia milik berdua. Dan yang terbodoh, aku dan Aldo seperti manusia yang tidak tahu malu, dilihat banyak orang yang juga ikut menikmati lagu ini.

"Terima kasih." ucap Aldo dengan senyuman dan membungkukkan badannya ke sekeliling.
"Buat apa kamu terima kasih ke mereka?
"Karena mereka hebat, buang-buang waktu buat ngeliat kita yang nggak jelas haha."
Aku tertawa, Aldo selalu bisa mengeluarkan kalimat yang membuatku terus tersenyum.

"Makasih ya, Al."
"Atas apa?"
"Atas bahagia yang aku dapet hari ini."
"Memang sudah seharusnya aku buat kamu bahagia, sayang."
"Sa-sayang?"
"Iya, nggak boleh? Kan kita sudah resmi." ucapnya dengan senyuman manis khas-nya.
"Iii-ya deh boleh."
"Kok gugup sih? Lucu banget haha."
"Ih apaan, engga."

Apa aku jatuh cinta? Kenapa gugupku baru terlihat sekarang? Kenapa begitu canggung seperti ini? Ah Sara, kamu tidak boleh seperti ini! Aldo bukan orang asing lagi tahu! Kemarin waktu hubunganmu dengannya belum jelas, kamu amat sangat tidak perduli, dan sekarang kamu gugup seperti orang bodoh?

Aldo memberhentikan mobilnya di depan toko bunga. Entah apa yang ingin dia lakukan. Mungkin ingin membeli bunga untuk Mamanya.

"Tunggu sebentar ya, kamu di mobil aja."
Aku mengangguk sebagai jawaban.

Tidak lama, Aldo kembali dengan satu tangkai bunga matahari dan beberapa baby's breath sebagai pelengkap, yang sudah terbungkus rapi.
"Ini buat kamu sayang." ucapnya setelah masuk ke dalam mobil.
"Buat aku? Makasih ya."
"Iya, kamu suka?"
"Suka kok."

Menghabiskan waktu hampir dua jam perjalanan. Aku sempat tertidur di mobil karena kelelahan bermain. Dan Aldo, tetap menyetir.

"Lucu banget sih." suaranya samar-samar terdengar di telingaku. Karena aku sudah setengah sadar, aku memilih diam tanpa memberi respon.

Sebenarnya aku malu, tertidur dan dilihat oleh Aldo. Tapi mau bagaimana? Aku sudah tidak memiliki tenaga yang cukup untuk membuka mata.

"Sayang, bangun, kamu mau makan dulu atau langsung balik?" tanyanya sambil mengelus kepalaku pelan setelah satu jam berlalu.
Aku terbangun dan berusaha mengumpulkan nyawa. Lalu menoleh ke Aldo untuk memastikan pertanyaannya tadi, "kenapa?"
"Mau makan malam dulu atau langsung balik?"
"Kamu laper?"
"Iya dikit hehe."
"Laper kok dikit. Yauda makan dulu aja baru balik."
"Oke siap!"

Kami berhenti di salah satu restoran. Memesan makan dan menikmati malam berdua. Bahagia sekali rasanya, jadi tidak ingin pulang.

"Sampai sayang." ucap Aldo.
"Cepat sekali rasanya." gumamku.
"Oh masih pengen berdua? Oke, besok aku jemput lagi ya."
"Eh eh engga."
"Udah sana masuk. Istirahat."
Aku menatapnya. "Iya, kamu hati-hati."
"Eh sebentar deh. Coba kamu majuan dikit."
"Kenapa?"
"Udah buruan."

Deep! Aldo mencium keningku dan aku kaget. "Dih kamu, kirain apaan, dasar mesum!" ucapku.
Dia hanya tertawa, aku juga bercanda berbicara seperti itu. Tapi dia tetap menyebalkan sekali.
***

Sudah dulu ya, Sara ingin tidur bersama bahagia yang Aldo berikan. Terima kasih semesta, sudah menyaksikan aku dan Aldo berbagi kasih hari ini.
Tenang saja, aku bisa memastikan bahwa tidak akan ada Sara yang berduka lagi.

Selamat malam Al, aku menyayangimu.
Tapi, cukup semesta dulu saja yang tahu, karena aku malu jika berkata seperti itu kepadamu.

J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang