Sudah tiga minggu, rasanya aku tidak memiliki semangat lagi. Aku tidak ingin melakukan apa-pun lagi, bahkan untuk diam di kamar dan menjadi kutu buku.
Bagaimana aku menjelaskan apa yang aku rasa? Kalian paham? Ini berat sekali, mungkin beda ceritanya jika aku tidak menjadi manusia yang lemah, yang mau terus menerus hidup dalam bayangan orang yang tidak terlihat lagi di bumi.
Aku berusaha menutupi nya. Dua tahun bukan waktu yang sebentar. Selama itu aku bersikap seolah aku-lah manusia yang paling bahagia di depan manusia lain. Aku bersikap seakan tidak pernah mendapatkan pengalaman buruk seperti itu.Aku hanya ingin diriku yang dulu, hanya itu.
Aku berjalan, menuju kantin dan memesan es teh sebelum kelas di mulai. Aku sendiri, duduk di salah satu bangku. Menatap lurus dengan fikiran yang kosong. Otak ku sudah tidak bisa berfikir lagi, sudah penuh dengan teka-teki yang Jev berikan. Untung saja belum meledak.
Setelah tegukan es teh pertama ku, Arga tiba-tiba datang dan mengagetkan ku.
"Sar!"
Aku masih diam, tidak menjawab.
"Ada hal yang mau gue kasih tau,"
...
"Lo kenal Jev, kan?"
Aku membeku dan otakku seakan ingin mengajukan beribu pertanyaan kepadanya mengenai Jev.
aku menoleh ke arahnya, "Kamu siapa? Kenapa kamu tau Jev?"
"Dimana Jev sekarang? Aku mau ketemu dia!"
"Eitss sabar dulu, ada yang mau gue jelasin ke lo,"Arga mengajakku ke taman Kampus, yang tidak terlalu ramai orang.
"Gue ini adiknya Jev."
"Adik Jev!? Aku nggak tau kalau Jev punya adik laki-laki." Aku mulai menangis, mendengar pernyataan Arga barusan, aku tidak menyangka."Iya, jadi gue sama Jev nggak tinggal satu rumah. Gue sekolah di Bandung, sedangkan Jev di Jakarta."
"Gue punya hubungan kurang baik sama Jev, kita suka ribut. Sampe akhirnya, gue dapet kabar kalau dia di operasi."
"J-jev.. dia operasi apa?"
...
"Kanker otak stadium 4."'J-jev.. nggak mungkin!'
Aku menarik kerah baju Arga, "Nggak nggak mungkin! Kamu bercanda, kan? Kamu nggak serius? Arga bilang sama aku kamu bercanda!"
"Bilang!" ucapku dengan tangis yang pecah, Arga memeluk-ku. Bermaksud menenangkan.Betapa hancur hatiku mendengar perkataan Arga barusan, aku masih belum bisa terima. Jev menghilang, dan sekali aku mendapati kabarnya, dia terkena kanker! Ini nggak adil! Tuhaaan!!!
"Tenang, Sar. Jev baik-baik aja sekarang. Dia cuma nggak bisa banyak kegiatan."
"Kalau Jev sekarang baik-baik aja,
kenapa dia nggak temui aku?"
"Jev cerita semua ke gue, alasan dia nggak mau temui lo, karena dia nggak siap ngeliat lo hancur. Kondisi dia sekarang nggak kayak dulu, Sar. Dia takut lo nggak bisa terima."
"Anterin aku ketemu Jev!"
"Tapi, Sar..""Tapi apalagi!"
"Jev minta tolong ke gue buat masuk Kampus ini karena satu tujuan."
"Karena lo. Dia mau setiap hari gue kasih info tentang lo ke dia. Dia mau pastiin kalo lo baik-baik aja."
"Dan seharusnya, gue nggak ceritain ini semua ke lo.""Arga aku mohon, anterin aku! Aku mau ketemu Jev."
"Lo yakin siap?"
"A..aku siap!"
...
"Iya, gue anterin lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)
Teen FictionImpianmu mungkin boleh hancur karena seseorang. Tapi hidupmu harus tetap berjalan ada atau tidaknya peran pendukung lagi. Berdiri sendiri tanpa meminta bantuan orang lain adalah pilihan yang paling baik. Boleh juga bergantung pada mereka. Tapi sejat...