'(Tidak) Ingin'

64 9 1
                                    

Sudah lima hari menginap dirumah Rena. Waktunya pulang kerumahku sendiri. Aku rindu tempat tidur, papan impian, dan boneka unicorn yang ada di kamarku.

Sekarang, aku duduk di teras rumah Rena bersama matcha dan rindu yang belum terbalas. Karena rindu bisa terobati hanya dengan bertemu, maka aku, harus bertemu Jev untuk menyelesaikannya.

Sebelum pulang, Aldo mengajakku bertemu. Kali ini, hanya kami berdua. Aku dan Aldo tanpa Rena. Awalnya aku berfikir untuk menolak saja, tapi kasihan melihat Aldo jauh-jauh dari Bekasi ke Bandung, hanya untuk menemuiku.

Drrt drtt.
Handphone-ku berdering, ada notifikasi panggilan masuk dari Aldo.

"Hallo," sesaat setelah aku mengangkat teleponnya.
"Aldo? Ada apa?"

"Hari ini kamu pulang,kan?"

"Iya."

"Kita bisa ketemu sebentar nggak?"
...

Setelah berfikir sesaat, "yauda, boleh."

"Kita ketemu di Cafe kemarin ya, aku tunggu!"

"Daaa."

Belum sempat aku menjawab, teleponnya sudah ditutup dengan suara senang darinya.
Aku bersiap dan meminjam sepeda Rena untuk ke cafe, karena tidak terlalu jauh dari rumah Rena, maka dari itu aku memakai sepeda saja.

"Hai." kataku dengan gugup setelah berhadapan dengannya. Aku juga tidak tahu mengapa gugup seperti ini kepada Aldo. Semenjak dia mengutarakan perasaannya kepadaku kemarin, aku rasa, aku aneh sekarang.
Dengan senyuman khasnya dia membalas sapaanku, "Hai."

Aku duduk dan terus menatapnya, membayangkan bahwa dia adalah Jev. Aku harap aku bisa untuk itu. Tapi Jev dan Aldo adalah dua orang yang berbeda. Sulit. Memang tidak ada yang bisa menggantikan Jev di hati maupun mataku.

"Kok?"

"Iya, aku tau kamu suka matcha. Jadi aku pesan duluan untuk kamu."

"Makasih, ya."

Aku bermaksud ingin menanyakan untuk apa Aldo mengajakku bertemu, tapi, belum selesai satu kata dia sudah memotong omonganku.

"Ka—"

"Sar, gimana jawaban kamu?"

"Aku mau dengar sebelum kamu balik ke Jakarta."

Anak ini tidak mengerti dengan kalimat 'AKU BUTUH WAKTU' ya? Ini masih terlalu cepat untuk memberi jawaban. Jev saja belum lepas dari ingatanku. Bagaimana bisa menerima manusia baru kalau begini? Aku seperti mendapat masalah baru dalam hidupku sekarang. Apa yang harus aku lakukan? Mau cerita ke Rena juga tidak mungkin.

"Baru kemarin. Dan sekarang kamu udah minta jawabannya?"

"Maaf aku belum bisa jawab, Al."

"Kita bisa berteman dulu,kan?"

Wajah kecewa yang ku lihat sekarang dari Aldo, apa dia begitu sayang kepadaku? Tapi, bagaimana bisa? Maaf Al, aku sudah mengecewakanmu. Aku hanya tidak ingin hal buruk terjadi dalam hubungan kita nanti. Aku masih fokus mencari Jev walau lelah rasanya. Aku belum bisa menerima kamu sebagai pengganti Jev. Dan, aku juga tidak ingin memaksakan hatiku demi kebahagiaan kamu.

Aku memberi pengertian kepada Aldo bermaksud untuk menenangkannya, "Status nggak selalu ngejamin kita bahagia, Al."

"Kita ikuti alurnya, kita nikmati prosesnya."

"Kalau hubungan ini kita mulai dengan paksaan, aku yakin nggak akan berjalan baik."

"Kamu percaya kan, kalau cinta dan rasa sayang bisa tumbuh karena nyaman."

"Mungkin aku juga bisa melupakan Jev nantinya."

"Hanya tinggal menunggu waktu."

"Jangan terburu-buru, Al."

"Maaf kalo aku maksa ya, Sar."

"Yauda, kita jalani dulu aja."

"Yang terpenting, aku udah omongin semua perasaan aku ke kamu."

Setelah aku rasa cukup untuk membicarakan hal ini, aku pamit ke Aldo untuk pulang. Karena Bunda dan Papa juga sudah menunggu.

"Aku balik ya, Al."

"Mau aku anter?"

"Oh enggak, aku bawa sepeda. Makasih ya."

"Yauda, kamu hati hati. See you soon ya."

Aku membalas dengan senyuman dan berlalu meninggalkan Aldo.

***

"Ren, aku balik ya."

"Iya Sar, hati-hati ya, kalau udah sampe kabarin aku loh!"

"Iya bawel."

"Om, Tante, Sara pamit ya."

"Iya sayang. Hati-hati ya."

***

Diperjalanan, Bunda mengusulkan untuk nongkrong sejenak, atau berkeliling Bandung sebelum pulang kerumah. Papa dan aku setuju. Kami berhenti di sebuah Resto yang identik dengan warna merah di daerah Buah Batu.

"Mas!" kata Bunda sambil mengangkat tangannya.

Segera pelayan itu memberikan daftar menu ke meja yang kami duduki. Bunda sigap mengambil daftar menu duluan dan membolak-baliknya untuk mencari menu yang cocok.

"Bunda kelaperan ya?" tanyaku dan Bunda hanya tertawa kecil.

Sambil menunggu pesanan. Aku, Bunda dan Papa bercerita banyak hal malam itu. Bercanda dan tertawa. Pokoknya bahagia, apalagi aku bisa makan—makanan yang aku mau malam ini secara gratis, haha!

Puas dengan kuliner, kami belanja di salah satu Mall. Bunda membeli keperluannya seperti baju, lipstik dan bedak. Begitu juga Papa yang sibuk memilih tas dan sepatu. Sedangkan aku hanya melihat-lihat saja karena memang tidak ada yang ingin aku beli.

"Sar, kamu pilih-pilih baju aja dulu sana." perintah Bunda.

"Enggak deh, Bun. Baju Sara masih banyak yang belum ke pakai."

"Oh, yauda, bagus. Temenin Bunda saja."

"Hmm, Bunda, Sara beli minuman dulu ya. Haus banget."

"Iya, nih duitnya. Sekalian beliin Bunda juga ya, air lemon yang biasa itu, kamu tau,kan?" balas Bunda dengan mengeluarkan uang dari dompetnya.

"Iya tau, Bunda mau kurus ya? haha."

"Heh kamu! Bunda kan nggak gendut."

"Iya tapi padat haha." ledekku dan langsung berlalu.

"Dasar anak itu!" Bunda menggerutu.

Aku membeli cemilan dan minuman. Setelah itu langsung kembali ke Bunda.

Selesai belanja, kami langsung pulang menuju rumah. Dan aku, tertidur di perjalanan, lelah sekali rasanya sampai ke hati. Dan dibangunkan Bunda setelah sampai rumah. Tidak memperdulikan apapun lagi, aku langsung masuk ke kamar dan tergeletak di tempat tidurku yang aku rindu setelah Jev.

J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang