Hari ini adalah hari terakhir Ujian Nasional.
Aku masih berada di kantin dengan sandwich yang Bunda siapkan dari rumah tadi. Dua puluh menit lagi ujian baru akan di mulai.Aku menggigit sandwich pagiku dengan perasaan gelisah. Entah apa yang aku fikirkan pagi ini. Seharusnya aku bisa tenang karena setelah ini aku terbebas dari segala macam uji tes dan belajar. Atau mungkin, perkataan yang lebih baiknya adalah, 'aku bisa ber-istirahat sebentar dari tugas-tugas dan ujian' sebelum nantinya akan melanjutkan kuliah.
"Hai, Sar!" sapa Caca yang kemudian duduk disampingku dan disusul oleh Haura, Keara dan Sasa.
"Wih sandwich, tuh." ucap Keara dengan semangat.
"Ambil." balasku datar. Ada empat potong sandwich yang Bunda bawakan. Aku juga tidak akan habis kalau makan sendirian.Pagi itu, teman-temanku cerita dengan asyiknya. Membahas tentang ingin masuk kampus yang mana, galau karena lelaki, bahkan sampai Pak Heru, satpam muda plus tampan, yang menggantikan Pak Johan yang lagi cuti karena istrinya melahirkan.
Sedangkan aku, hanya menyebar pandangan melihat banyaknya manusia yang sibuk dengan urusannya masing-masing.
Rasa-rasanya aku ingin sekali pulang, masuk ke kamar, mengintip semesta dari atap kamarku, atau paling tidak duduk seperti orang dongo di bangku malas bersama matcha dan imajinasiku.Terkadang, aku bingung. Bingung, kenapa semudah ini berubah, bukan sesekali, setelah kepergian Jev, aku mampu menjadi jiwa manapun. Sulit rasanya, kembali kepada Sara yang kutu buku seperti dulu.
"DIHARAPKAN KEPADA SELURUH SISWA-SISWI UNTUK MASUK KE RUANGANNYA MASING-MASING, KARENA UJIAN NASIONAL AKAN SEGERA DI MULAI. TERIMA KASIH." ucap Bu Lisa, suaranya terdengar serak pagi ini dari toa kantin.
"Yuk masuk, Big Boss udah nyuruh tuh!" celetuk Keara. Selain galak, Bu Lisa juga memiliki badan yang cukup memakan tempat. Maka dari itu, para murid memanggilnya Big Boss, haha.
"Iya yuk."
***"Bun, Sara pulang!" teriakku sesampai di rumah.
"Iya sayang, yauda buruan kamu siap-siap."
"Siap-siap, Bun?"
"Iya, kita kan mau kerumahnya Rena."
"Langsung, Bun?"
"Iya sayang."
"Kok cepat ya? Aku bernafas saja belum." gumamku.Ya, hari ini aku akan pergi kerumah Rena. Hanya tinggal mengambil ijazah dan tidak ada lagi urusan dengan sekolah itu. Sekolah yang selalu mengingatkan ku kepada Jev. Tidak akan ada lagi Sara yang bersandar di pohon, taman belakang sekolah saat rindu Jev. Ataupun melewati lorong sekolah yang penuh kenangan manis bersamanya.
Semua akan hilang, perlahan di telan bumi tanpa meninggalkan bekas. Aku siap untuk itu. Memulai hidup baru yang menyenangkan tanpa harus repot mengingat Jev lagi. Aku, akan menjadi Sara Abriella yang baru. Yang tidak akan bodoh lagi, karena berduka selama setahun penuh. Oke, kita mulai lembaran baru!
Lembaran baru?
Bersama Aldo, mungkin?
Atau aku sendiri?
Ah sudahlah!
Tok tok tok..
"Siapa?" teriak Rena dari dalam rumah.
"Sara!!" ucapnya kaget setelah membuka pintu.
Aku tersenyum manis, "iya ini aku."
"Aaaa aku rindu banget sama kamu, dateng kok nggak ngabarin dulu sih." balasnya sambil memeluk ku.
"Kan biar surprise hehe."
"Yauda yuk masuk.""Ma, ada Sara sama Tante Om nih." ucap Rena kepada Mamanya.
"Iya sayang, sebentar.""Eh kapan sampai?" tanya Mama Rena.
"Barusan Tan. Itu Bunda sama Papa di depan masih nurunin barang."Mama Rena menyusul Bunda dan Papa ke depan rumah, dan seperti biasa, mereka berbincang membahas segala hal. Sementara aku dan Rena, kami duduk di halaman belakang rumah sambil menikmati matcha yang aku suka.
"Ren, katanya Aldo bakal kesini, ya?"
"Aku nggak tau, mungkin." jawab Rena datar.
"Kemarin dia telepon Bunda, bilangnya bakal kesini, makanya kita dateng."
"Yaudah nggak apa-apa kalau dia kesini juga."Seketika suasana hening. Entah kenapa. Rasanya canggung untuk bercerita banyak hal kepada Rena.
"Jev?" tanyanya.
Kenapa tiba-tiba Rena menanyakan Jev? Padahal dia sendiri tahu kalau aku tidak ingin lagi mendengar namanya.
"Entah lah." jawabku pelan.
"Sudah bisa ikhlas?"
Ikhlas? Apa yang harus aku ikhlaskan? Jev bukan siapa-siapa. Dia hanya datang untuk merubahku sedikit. Tidak ada hal lain. Tuhan memang mengirimnya hanya untuk mengingatkan aku. Benar-benar tidak ada hal lain. Lalu kenapa aku harus ikhlas?
"Ikhlas buat apa? Jev bukan siapa-siapa aku kali."
"Jangan munafik, Sara. Kamu belum ikhlas kehilangan dia."
"Enggak. Aku udah bisa biasa aja, Ren."
"Kamu nggak bisa bohongin aku. Kita kenal udah dari orok tau."...
"Ren, aku mau belajar ikhlas untuk Jev. Aku mau buka lembaran baru tanpa bayang-bayang Jev lagi."
"Aku mau bahagia, Ren." ucapku pelan bersamaan dengan air mata yang jatuh.Rena mengelus lenganku dan berkata, "Kamu bisa coba dari menerima Aldo di hidup kamu, mungkin?"
"Aldo?"
"Iya, Sara. Bukannya selama ini Aldo nunggu kamu? Udah setahun dia nunggu jawaban dari kamu."Drrttt drrrt...
Handphoneku berdering, telepon dari Aldo. Panjang umur dia, baru saja di omongin."Hallo?" sapanya.
"Ya."
"Besok aku bakalan sampai di Bandung. Kamu tunggu aku ya. Udah nggak sabar mau ketemu kamu."
"Besok ya?"
"Iya Cantik."
"Al? Bisa nggak, nggak terus-terusan manggil aku dengan sebutan kayak gitu?"
"Hehe iya deh maaf ya."
"Yauda, sampai ketemu di Bandung ya." ucapnya pelan dan menutup teleponnya.
Kebiasaan ya anak ini. Tidak pernah menunggu jawaban dariku. Selalu saja sesuka hatinya menutup telepon. Menyebalkan!"Apa katanya?" tanya Rena.
"Oh, besok dia bakal ke Bandung."
"Ketemu dong?"
"Iya."
"Sar?"
Aku hanya menoleh ke arah Rena sebagai jawaban.
"Kamu coba dulu sama Aldo. Aku ngedukung kok."
Aku menghela nafas panjang.Mencoba dengan Aldo? Lalu apa jaminannya aku akan bahagia dan melupakan Jev dengan mudah setelah bersama Aldo? Tapi tidak ada salahnya. Aku memang harus memulai bersama manusia baru. Manusia yang akan membuatku lupa kalau aku pernah terluka oleh Jev.
Semoga Aldo-lah orangnya. Aku tidak ingin kecewa dan patah untuk kedua kalinya. Izinkan aku bahagia semesta. Aku ingin tertawa lepas lagi seperti dulu saat bersama Jev. Terasa tidak ada beban sama sekali. Aku bahagia saat itu, kau pun tahu. Kau pun menyaksikan kebahagiaanku bersama Jev di pantai itu.
Eh, kenapa bahas Jev lagi? Sudah-sudah. Besok akan bertemu Aldo. Masa depanku, manusia yang aku yakini tidak akan mengecewakanku. Setahun Aldo menunggu jawaban atas perasaanku. Mungkin itu sudah cukup untuk membuktikan bahwa Aldo tidak akan sanggup untuk mengecewakanku.
Teruntukmu, Aldo.
Terima kasih atas perhatianmu selama setahun penuh. Aku sangat-sangat menghargai perasaan yang kamu punya. Maaf juga sudah setahun lamanya aku menggantungkan perasaan yang kamu punya. Tapi percayalah, aku akan mencoba mencintaimu juga.— Sara.
KAMU SEDANG MEMBACA
J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)
Teen FictionImpianmu mungkin boleh hancur karena seseorang. Tapi hidupmu harus tetap berjalan ada atau tidaknya peran pendukung lagi. Berdiri sendiri tanpa meminta bantuan orang lain adalah pilihan yang paling baik. Boleh juga bergantung pada mereka. Tapi sejat...