Aku terlalu munafik, ya?
Sudah berapa kali ku katakan kalau aku membenci Jev? Sudah berapa kali juga aku mengatakan kalau aku rindu dia?Maaf sekali, kalau aku berkata akan membencinya, mungkin itu adalah kebohongan yang aku niatkan dalam hati.
Tapi memang benar, aku ingin hatiku ikhlas menerima kepergian Jev yang tidak meninggalkan jejak. Aku benar-benar lelah.
Bodoh tidak menurutmu, jatuh cinta selama empat hari dan berduka selama setahun penuh?
Setahun ini, aku masih saja mengharapkan Jev datang menemuiku walaupun sebentar. Aku masih menginginkan Jev.
Bisa tidak, kalau nanti kamu bertemu Jev, suruh dia menemui aku yang malang ini? Bisa ya?
"Sara.." ucap Bunda sambil mengetuk pintu kamarku.
"Iya, Bun. Buka aja nggak di kunci."
Bunda masuk dan duduk disampingku, "sayang, tadi Aldo telepon Bunda. Dia bilang mau ketemu kamu. Jadi, selesai Ujian Nasional kamu nanti, kita kerumah Rena ya, sekalian liburan."
"Aldo? Mau apa dia ketemu Sara?"
"Palingan juga mau main.""Bunda.." ucapku pelan sambil memeluk Bunda.
"Eh anak Bunda kenapa ini. Kok tiba-tiba sedih?"
Aku menegakkan badanku dan menatap Bunda, "Sara mau cerita, boleh ya?"
"Kamu kenapa?"
"Bunda masih inget Jev nggak?"
Bunda memutar bola matanya seolah sedang berfikir, "Jev? Yang mana ya?" ucap Bunda ragu."Laki-laki pertama yang pamitin Sara ke Bunda setahun lalu, Bunda lupa?"
Bunda masih menyebar pandangan untuk mengingat kembali, "oh yang pernah kamu panggil penyu laut itu?"
"Iya, Bun." jawabku lemas."Kenapa sama dia?"
"Bun..." ucapku bersama tangis yang pecah.
"Kenapa? Cerita dong, kalau gini Bunda nggak ngerti maksud kamu."
"Kamu di apain sama dia? Disakitin? Apa gimana? Ngomong dong sayang."Aku terbata-bata, tangisku sudah tidak bisa di tahan lagi."Sa-sara sayang dia."
"Iya terus?"
Aku masih saja menangis, rasanya tidak sanggup untuk menceritakan ini kepada Bunda, aku benar-benar ingin bertemu Jev. Aku ingin semesta paham kalau aku masih merasakan jatuh cinta kepada Jev!"Sara mau ketemu Jev."
"Sara rindu Jev, Bundaaa!"
Sudah seperti anak kecil yang ingin meminta sesuatu, aku menangis dan Bunda mencoba menenangkan."Dia kemana? Bunda udah lama nggak liat."
"Sara juga nggak tau, Jev menghilang setahun lalu."
"Sara nggak tau dia dimana, Bun.""Udah kamu tenangin diri dulu, tarik nafas, nih minum." ucap Bunda sambil memberikan air putih yang semalaman terletak di meja riasku.
...
"Bunda, pertama kalinya Sara jatuh cinta, itu sama Jev."
"Sara bahagia waktu bareng dia."
"Jev nggak pernah ngecewain Sara."
"Tapi, setelah empat hari, dia menghilang dan Sara nggak tau dia kemana."
"Sara udah coba cari dia tapi nggak ketemu."
"Sara harus apa, Bun.""Kamu yakin nggak kalau dia sayang juga sama kamu, kayak kamu sayang sama dia?"
"Sara nggak tau, Bun." jawabku pelan.
"Sara cuma mau ketemu Jev,"
"Jev nggak bisa ninggalin Sara tanpa penjelasan begini."
"Udah setahun, Bun.""Sara, cinta itu nggak bisa dipaksa, juga nggak harus memiliki. Barangkali Tuhan datengin Jev buat kamu karena Tuhan mau kamu berubah."
"Sebelum ketemu Jev, kamu cuma di dalam kamar doang,kan? Nyaman dengan apa yang ada dikamar kamu ini tanpa mau mengenal dunia luar."
"Tapi setelah ketemu Jev? Bunda lihat setahun belakangan kamu mulai ngebuka diri, berani keluar untuk nongkrong atau apalah itu.""Kalau memang Jev benar-benar sayang sama kamu, dia pasti bakalan balik lagi,"
"Ya mungkin selama ini dia menghilang karena ada masalah yang nggak bisa diceritain ke kamu dulu."
"Kamu ber do'a aja, minta yang terbaik sama Tuhan." tutup Bunda sambil mengelus punggung tanganku.Entah bagaimana lagi ku jelaskan. Bahkan Bunda saja tidak mengerti apa mauku. Aku hanya ingin Jev datang kepadaku memberi penjelasan atas kehilangannya setahun ini. Aku tidak bisa terus-menerus seperti ini. Memikirkan hal yang seharusnya sudah lama di lupakan.
Jev, jangan menyiksaku seperti ini. Kamu bilang bahwa kamu menyayangiku dan tidak suka melihat aku menangis. Tapi apa yang kamu lakukan? Hari kelima sampai detik ini, hatiku merasakan luka yang sangat dalam karenamu.
Apa maksud dari semua ini Jev? Perkataanmu yang mana yang bisa ku percayai sekarang? Bahkan ketika kamu mengatakan bahwa kamu akan membantuku untuk mengenal dunia lebih jauh, tidak ada yang bisa aku percaya lagi dari kamu.
Semudah itu, dulu kamu berkata dan membuatku yakin. Bahkan tanpa ragu aku percaya kepadamu. Aku terlalu bodoh atau bagaimana? Kenapa bisa semudah itu percaya dengan omong kosong yang kamu berikan.
Apalagi sekarang? Sudah membuatku percaya bahkan sampai bahagia dan menjadi manusia yang tenggelam dalam mimpi yang kamu cipta, sampai akhirnya aku merasakan patah hati yang berkepanjangan.
Luka yang kamu berikan sudah tertanam sampai tumbuh leluasa di diriku. Bahkan aku, tidak mampu untuk melawan.
Siapa yang akan disalahkan sekarang?
Aku yang bodoh, atau kamu yang terlalu pintar.
KAMU SEDANG MEMBACA
J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)
Fiksi RemajaImpianmu mungkin boleh hancur karena seseorang. Tapi hidupmu harus tetap berjalan ada atau tidaknya peran pendukung lagi. Berdiri sendiri tanpa meminta bantuan orang lain adalah pilihan yang paling baik. Boleh juga bergantung pada mereka. Tapi sejat...