Ini minggu ke-tiga kehidupanku tanpa Aldo. Hari ini, adalah hari pertama aku masuk kuliah, benar-benar memulai hidup baru, tanpa alasan apapun lagi. Sara, sudah berapa kali kamu berbicara seperti itu? Ingin membuka lembaran baru, tapi tidak pernah jadi.
Aku masih belum bisa menerima kepergian Aldo. Ada rasa bersalah, kalau saja aku tidak menggantungkan perasaan Aldo selama setahun lebih, mungkin ada lebih banyak hal indah yang bisa ku ingat setelah mengenalnya.
Tapi, sudahlah. Tidak seharusnya aku seperti ini. Aku harus bisa menerima kepergian Aldo sekarang. Harus bisa mencari hal baru yang mendatangkan bahagiaku kembali. Bukan lelaki baru, tapi kehidupan baru.
Aku hanya berharap, tidak akan bertemu dan berteman dekat lagi dengan lelaki mana-pun. Izinkan aku mencari bahagiaku sendiri tanpa manusia lain, semesta.
Ada yang mengejutkan. Setelah selesai mendengarkan Pak Boy, selaku Dekan, berpidato tentang ucapan selamat datang bagi para Mahasiswa baru, pembagian kelas-pun dilakukan.
Aku masuk ke dalam kelas baruku, "tidak terlihat buruk." batinku.Semua tersusun sangat rapi. Mungkin karena hari pertama, seminggu lagi juga akan berantakan. Lalu aku duduk di salah satu bangku, barisan kedua dari pintu masuk. Tidak lama, manusia yang masih asing di mataku mulai memenuhi bangku yang kosong.
Dan kamu tahu apa yang membuatku terkejut? Ternyata aku sekelas dengan Jafra! Ya. Aku benar-benar kaget, tapi tetap terlihat tenang.
"Eh Lo masuk Kampus ini juga?","sekelas sama gue lagi." ucapnya setelah melihatku yang sudah duduk duluan.
"Iya, ada yang salah?"
"Kok bisa ya?" tanyanya bingung.
"Kenapa? Kamu nggak terima?"
Kemudian dia berlalu duduk di belakangku, "ya bukan nggak terima, gue nggak nyangka aja."Tidak menyangka? Bagaimana denganku? Aku juga tidak menyangka tahu.
Tidak berapa lama, seorang dosen masuk dan memperkenalkan diri. Dilanjut dengan perkenalan masing-masing Mahasiswa baru, termasuk aku.
Setelah selesai perkenalan, seorang gadis menyapaku dari bangku sebelah, "Hai! Aku Dira. Kamu siapa?" ucapnya.
Dia ramah sekali, tidak seperti Jafra yang menyebalkan.
"Eh hai, aku Sara." balasku dengan senyum.
Dira menyodorkan aku sepotong roti,"mau?" ucapnya.
Sebenarnya aku sedang tidak lapar, tapi untuk menghargai Dira, aku mengambil roti yang dia tawarkan."terima kasih ya."Tidak ada yang istimewa. Selesai kelas, aku pergi ke halte bus untuk kembali ke rumah. Karena memang sudah tidak ada lagi kelas yang harus aku selesaikan.
Di dalam bus, aku mendengarkan playlist yang ada di iPodku. Tenang sekali sampai aku tertidur.'Jev? Kamu kah itu?'
'Untuk apalagi kamu muncul di hadapanku?'
'Aku sudah tidak perlu mendengar penjelasanmu lagi.'
'Cukup sudah, aku tidak ingin kamu terus-terusan menghantuiku.'
'Kamu jahat Jev! Kamu pergi tanpa pamit! Dan datang sesukamu!'
'Kamu tahu? Aku menunggu selama ini. Entah apa yang bisa ku harapkan darimu. Aku ingin pergi, lari sejauh mungkin dari hadapanmu. Bahkan aku sudah berusaha untuk menghapus kenangan singkat yang kita ciptakan dahulu.
Sudahlah Jev, aku benar-benar tidak ingin lagi berurusan denganmu.
Terserah kamu ingin kemana tanpa izin terlebih dahulu kepadaku.
Aku lupa, kalau dulu-pun, aku bukan siapa-siapa bagimu.Atau kamu sengaja? Ingin merusak kehidupan flat yang aku punya? Tapi apa untungnya untukmu? Apa yang kamu inginkan dariku? Apa yang sudah kamu dapatkan sehingga kamu pergi dan tidak kembali lagi hingga sekarang?
Terlalu banyak pertanyaan, kamu juga tidak akan pernah menjawabnya!Aku berharap, ini terakhir kalinya aku melihat wajahmu yang penuh dengan kepuasan karena sudah berhasil menghancurkan kehidupanku.
Jadi sekarang, aku hanya ingin hidup tenang tanpa kamu. Tolong bantu aku dengan jangan lagi datang menemuiku. Bahkan sekilas terlintas di otakku. Tidak boleh!!'
"Mbak..mbak.." Abang yang berprofesi sebagai kondektur bus membangunkan tidurku.
"Ongkosnya mbak?"
"Oh iya," ucapku setengah sadar sambil merogoh saku jaket.
setelah ku berikan uangnya, abang itu bertanya,"mbaknya nangis?"
Aku bingung, langsung ku seka air mata yang sedari tadi tak ku sadari.
"Oh nggak bang." jawabku.Aku menangis? Apa yang aku tangiskan? Yang tadi itu mimpi? Aku marah pada Jev di dalam mimpi? Sia-sia sekali. Semoga saja apa yang aku katakan di dalam mimpi tadi bisa dirasakan oleh Jev yang sekarang entah dimana.
Sesampai dirumah, aku merebahkan badanku di tempat tidur dan melihat ke atap rumah yang sedari dulu tidak pernah berubah. Langit dan senjanya masih setia menemani hariku. Tidak seperti Aldo, bahkan manusia jahat itu.
"Aku rindu kamu, Al.."
KAMU SEDANG MEMBACA
J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)
Teen FictionImpianmu mungkin boleh hancur karena seseorang. Tapi hidupmu harus tetap berjalan ada atau tidaknya peran pendukung lagi. Berdiri sendiri tanpa meminta bantuan orang lain adalah pilihan yang paling baik. Boleh juga bergantung pada mereka. Tapi sejat...