'Hari jadi'

15 3 0
                                    

"Hai."

Rasanya canggung sekali. Saat ini aku sudah berhadapan dengan Aldo. Dia tampak beda, tidak seperti saat terakhir aku melihatnya. Penampilannya sudah asing dimataku, apa mungkin perasaannya juga? Kalau iya, kamu adalah manusia yang paling malang sedunia Sar! Makanya jangan terlalu bodoh berlarut dalam duka yang tak jelas!

"Ha-hai." jawabku gugup. Jangan gugup seperti itu Sara! Kamu harus bisa bersikap biasa saja. Kalau begitu, kamu terlihat seperti orang bodoh!

"Rindu aku?" tanyanya.
"Rindu?" jawabku kebingungan.
"Iya, rindu nggak?"
"Mmm iya, eh enggak." Aduh Sara, kenapa terlalu gugup untuk menjawab pertanyaan yang dia berikan? Kamu tidak pernah seperti ini, tidak pernah sekaku ini berbicara selain dengan Jev dulu. Masa mau diulangi lagi? Cukup dengan Jev saja!

"Kamu mau pesan apa?" tanya Aldo.
"Matcha Latte sama Churros aja."
"Ditambah Cappuccino-nya satu ya mbak."
"Oke silahkan ditunggu ya."

Aku dan Aldo hanya berdua saja. Tadinya aku datang ke Mall ini bersama Rena, tapi dia bilang mau berburu diskon dulu. Ya sudah, alhasil aku hanya bersama Aldo dan perasaan yang tidak bisa aku jelaskan sekarang.

"Kamu udah selesai UN, kan?"
"Iya udah."
"Terus mau lanjut kemana?"
"Belum aku fikirin." balasku datar.
"Lagi-lagi ngejawab selalu hemat kata." gumam Aldo.
"Hah? Kenapa?" tanyaku. Aku mendengar apa yang Aldo katakan. Tapi pura-pura bego saja agar ada bahan untuk berbalas tanya.
"Enggak kok." jawabnya dengan tawa kecil.

"Gimana kuliah kamu?"
"Lancar."

Apa lagi yang harus aku tanyakan? Aldo juga terlihat canggung walau lebih santai dariku. Kenapa seperti ini ya? Terasa seperti baru kenal saja.

"Sar." ucapnya memecah hening.
"Ya?"

Aldo menatapku tajam, dan perlahan dia mengambil tanganku, "gimana jawaban kamu?"

Deep!

Aku harus mengatakan apa sekarang? Langsung saja menerimanya? Atau jual mahal dulu? Ah tapi apapun itu, aku tidak bisa berkata sekarang, gugup sekali rasanya, kaku seketika.

Apa aku siap? Meninggalkan Jev dan memulai lembaran baru bersama Aldo? Tapi pertanyaan yang lebih pentingnya adalah, apa Aldo akan bahagia denganku? Aku rasa aku bukan ahli dalam membahagiakan seseorang karena sudah lama sekali bermusuhan dengan hal menyenangkan seperti itu.

"Sar?"
"Eh iya."
"Gimana?"
Aku diam sejenak dan menghela nafas panjang, "Al, aku siap sekarang."
"Seriously?"
Dengan senyuman manis aku mengangguk pelan sebagai jawaban 'iya'.
"Jadi sekarang kita?"
"Kita kenapa?" jawabku, sengaja, ingin meledek Aldo, haha.
Aldo menaikkan alisnya sekilas dengan mimik wajah bahagia dan aku tertawa.

Sore itu menjadi saksi dimana aku menerima perasaan Aldo yang sudah setahun penuh aku gantung seperti pakaian basah. Sekarang, aku tidak lagi merasa bersalah, tidak ada lagi yang menjanggal di hatiku. Perasaan Aldo sudah mendapat jawaban dan Sara yang sekarang, adalah Sara milik Aldo. Yang setiap harinya tidak akan lagi menjadi jiwa manapun.

Semesta, aku ingin kamu tahu. Bahwa hari ini, aku akan bahagia kembali dengan pengalaman dan pelajaran baru yang akan Aldo berikan kepadaku.

Aku akan menjadi manusia yang kembali beruntung. Semoga, tidak lagi mengenal duka yang seperti kemarin, yang membuatku hampir tidak waras.

Aku ingin merasakan bahagia bersama Aldo, mungkin saja lebih menyenangkan dibanding Jev.
Tapi, aku juga tidak ingin membandingkannya dengan Jev. Bagaimanapun, Aldo dan Jev adalah dua orang yang berbeda, dari segi fisik maupun sikap.

Ah sudahlah, yang terpenting, aku sudah berani membuka lembaran baru dengan baik. Selamat Sara!

"Hati-hati, Al." ucapku setelah sampai dirumah Rena.
"Iya, ntar aku kabarin kalau udah sampai."

Aku langsung masuk dan bersih-bersih. Selesai mandi, aku duduk di meja rias Rena. Menatap diriku sendiri lewat cermin dan membatin, "Sara, kamu harus bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Jangan lagi berlarut dalam hal yang membuatmu hancur. Hatimu mungkin lemah, tapi hati hanya bagian dari beberapa bagian. Ragamu lah yang menjadi penentu kamu mau seperti apa. Tetap jaga hati dan Aldo yang sekarang menjadi milikmu. Selamat, semoga kamu berbahagia selalu."

'Semesta mendukung, aku berbahagia bersama manusia baru.' tulisku pada sticky note yang selalu aku bawa kemanapun.

Aku suka menuliskan apapun di lembaran sticky note yang nantinya akan memenuhi papan kayu impianku, bukan hanya impian, tapi juga kalimat motivasi yang aku cipta, ikut tertempel di sana.

Salah satu cara meluapkan isi hati adalah dengan menulis, jadi aku, selalu menulis hal yang menurutku nantinya akan menjadi sebuah pembelajaran untuk masa depan. Selain berbentuk foto, tulisan juga bisa menjadi kenangan yang mengingatkan kita pada satu masa.

"Sar, makan dulu." ucap Rena setelah membuka sedikit pintu kamar.
"Iya duluan, nanti aku nyusul."
"Jangan lama ya, kami semua nggak mau nunggu kamu menghabiskan bahagia sendiri dikamar ini, bisa mati kelaparan nanti haha." balas Rena meledek sambil berlalu.
"Dasar."

Selesai makan malam, semua berkumpul di halaman belakang, sedangkan aku lebih memilih menikmati malam di kamar Rena. Tidak ada atap kaca yang menampilkan langit malam seperti dikamarku. Jadi, aku hanya diam menatap lurus keluar jendela bersama matcha yang sesekali ku teguk dengan mesra.

Hari ini, adalah hari dimana aku harus benar-benar melupakan duka yang cukup lama ku rasa. Tidak bisa terus seperti ini, aku harus berubah, meng-ikhlaskan dan belajar menghargai perasaan Aldo yang sekarang ada untukku. Semoga, Aldo bukanlah lelaki yang berniat menghancurkan aku juga. Yah sudah lah, aku tidak ingin membahas hal yang membuatku menangis malam ini.

Bukan waktunya menangis juga, seharusnya aku bahagia. Dan semesta, sekali lagi kamu harus mengerti bahwa tidak ada lagi Jev dihidupku. Dan nanti, hanya Aldo yang akan ku bawa ke pantai, bukan Jev lagi. Hanya Aldo yang akan aku perkenalkan kepada dunia, bukan Jev lagi.
Jadi, jangan berusaha mengingatkanku kepada Jev yang jahat itu.

Dan,
Selamat tinggal duka...

J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang