"Apa kabar, Mas?" sapa-ku setelah sampai di Cafe Mas Kevin.
"Hei Sara! Aku baik. Kamu?"
"Biasa, Mas. Hehe." balasku dengan senyuman tipis.
"Hmm iya deh aku ngerti. Biasa,kan?"
"Maksudnya, Mas?"
"Biasaaa, Matcha, kan?"
"Hahahaha Mas Kevin bisa aja."
Mas Kevin mengerti aku tidak pernah baik-baik saja. Jadi, dia suka sekali bercanda untuk membuatku lupa sebentar dengan masalah yang aku punya. Dia baik."Satu gelas Matcha buat Tuan Putri-nya Jev."
"Apasih Mas, jangan gitu."
"Kenapa? Kamu kan memang Tuan Putrinya Jev." Iya aku memang Tuan Putri-nya. Jev pernah berbicara seperti itu. Tapi, aneh rasanya jika Mas Kevin yang mengucapkannya.
...
"Sar, aku yakin, Jev bakalan balik dan kalian bakal ketemu lagi."
"Kenapa Mas bisa seyakin itu?"
"Kita memang harus yakin buat suatu hal yang ingin kita wujudkan."Benar kata Mas Kevin. Sekarang aku hanya perlu yakin untuk bertemu Jev. Mas Kevin saja bisa seyakin itu, kenapa aku tidak? Aku yakin, masih ada harapan untuk itu. Untuk mewujudkan mimpi membangun rumah impianku bersama Jev.
"Makasih ya, Mas."
"Iyaa.."
"Kalau nanti aku udah ketemu Jev, aku bakal bawa dia kesini. Aku kenalin ke Mas."
"Wih, aku tunggu loh!"Setelah selesai berbincang dan menghabiskan Matcha-ku, aku pamit dengan Mas Kevin untuk pergi ke Kampus.
"Mas, aku ke Kampus dulu, ya."
"Iya, belajar yang bener kamu."
"Siap Kapten!" balasku dengan gerakan hormat seperti saat upacara hari Senin. Mas Kevin hanya tertawa dan menggelengkan kepalanya.Sampai di Kampus. Aku bertemu Arga, dia menghampiriku. Kenapa harus dia, menyebalkan.
"Sar.."
"Apa?"
"Lo masih marah karena gue gangguin di Perpus semalem?"
"Enggak."
"Maaf ya,"
"Nggak perlu minta maaf, dan jangan ngikutin aku." ucapku dan berlalu meninggalkannya.Banyak manusia menyebalkan di dunia ini. Itu sebabnya aku tidak ingin mengenal dunia. Aku hanya ingin tenang menjadi kutu buku di dalam kamar.
Hari ini, selesai ngampus, aku mau ke sekolah-ku dulu. Mau bernostalgia sebentar. Mau duduk di pohon yang besar nan rimbun. Tempat dimana Jev kesal kepadaku waktu itu. "Apa masih ada?"
"Sar, selesai ngampus mau kemana? Temenin aku ke toko buku yuk? Ada yang mau aku cari, nih." tawar Dira.
"Maaf ya Dir. Aku mau pergi reuni, udah janji soalnya."
"Oh, oke deh nggak apa-apa. Have fun ya, Sar! Aku duluan." balas Dira sambil melambaikan tangan dan berlalu.
"Thanks Dir."
"Reuni? Haha" gumamku.Aku sudah sampai di depan gerbang sekolah. Sunyi sekali karena anak sekolah sudah pada pulang. Cuma ada Pak Johan.
"Neng Sara? Ada apa kemari? Semua sudah pada pulang neng."
"Eh Pak, apa kabar?"
"Baik neng. Neng gimana kabarnya?"
"Sara baik, Pak. Oh iya, Sara boleh masuk nggak? Mau ke taman belakang, Pak."
"Mau apa neng?"
"Nostalgia aja."
"Oh, mangga atuh."
"Makasih ya, Pak."Aku berlalu meninggalkan Pak Johan menuju taman belakang sekolah. Ternyata pohon itu masih ada. Dan tidak ada yang berubah dari dulu. Aku senang karena bisa lebih mudah mengingat kejadian lucu itu. Dimana Jev marah kepadaku hanya karena tidak menemuinya di kantin saat jam istirahat. Aku harus menangis atau tertawa sekarang? Kejadian itu memang lucu, tapi kepergian Jev setelah itu, adalah hal yang menyedihkan.
Aku sempat berpikir, bagaimana cara untuk menyembuhkan segalanya. Waktu, hati, pikiran, dan otak ku yang sudah sangat lelah memecahkan teka-teki yang Jev buat.
Kalau aku harus memberikan semua yang ada dalam hidupku untuk mendapatkan jawabannya, aku rela. Asal memang benar aku mendapati apa yang aku cari selama ini."Inget nggak? Kamu dulu marah-marah nggak jelas sama aku disini. Terus ngajak pulang bareng setelah itu. Kamu lucu, nggak cocok kalau marah, haha."
...
"Jev, hampir dua tahun aku mencari mu. Entah kamu ada di antah berantah mana. Di tempat latihan basket mu tidak ada, rumah lama mu juga tidak ada. Aku tidak tahu, tidak kenal siapa-pun selain kamu, Jev."
"Apa yang membuat kamu begini? Apa aku berbuat salah? Atau, memang kamu hanya ingin bermain saja?"
"Tolong Jev. Aku capek menciptakan pertanyaan tanpa jawaban."
"Tolong untuk mengerti. Aku hanya ingin kita yang dulu. Kita yang bahagia selama empat hari penuh!"Setelah selesai berbincang dan menyalahkan diri ku sendiri, aku memilih pulang untuk istirahat. Lelah sekali. Ingin rasanya tidur yang lama, lalu dibangunkan oleh Jev. Aku berjalan menuju gerbang, dari jauh, aku melihat Pak Johan sedang berbicara dengan seorang anak lelaki. Seperti mengenalnya, aku mempercepat langkahku dan ya, aku benar, itu Arga.
"Ngapain dia disini? Kelihatan dekat dengan Pak Johan." batinku.Aku berada tepat dihadapan nya.
"Neng udah selesai?"
"Udah, Pak."
Arga hanya melihat ku, tanpa berkata apapun. Aku menatapnya dan segera pamit kepada Pak Johan.
"Ya sudah, kalau begitu Sara pamit ya Pak."
"Oh iya neng, hati-hati ya."
Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.Aku beranjak pergi dengan berbagai pertanyaan. Apa yang Arga lakukan disana? Atau, dia juga alumni? Tapi aku tidak pernah melihatnya selama masa sekolah dulu. Aneh, seperti ada yang janggal. Aku merasa tidak baik-baik saja. Ada sesuatu yang harus aku ketahui. "Kenapa aku jadi memikirkan ini?" gumamku.
Sampai dirumah, aku langsung bersih-bersih, menempatkan badanku pada tempat tidur yang nyaman ini. Kamar adalah tempat dimana aku bisa leluasa melakukan apapun yang aku inginkan. Tanpa ragu, tanpa takut. Tidak sadar, aku tertidur dengan pertanyaan tadi, yang belum ku ketahui jawabannya.
Aku terbangun, sudah hampir gelap. Tapi aku tidak ketinggalan untuk melihat jingga yang semesta sajikan.
Aku duduk di kursi favoritku. Menikmati senja dengan Matcha yang aku senangi.
Memikirkan beberapa hal, seperti, apa aku bisa bertemu Jev? Apa aku bisa menikmati ini bersama Jev? Apa aku masih bisa ke pantai dengan perasaan bahagia itu? Terkadang aku hanya ingin duduk berdua dengan Jev tanpa dialog apapun. Hanya menikmati apa yang semesta sajikan. Se-sederhana itu, tapi rasanya sulit sekali untuk di wujudkan.Aku beranjak dari kursi dan meraih notes untuk di tempelkan di papan kayu impianku.
"Jev, aku ini masih menjadi Sara-mu, kan? Tidak akan ada yang berubah, bukan? Kita masih akan tetap bahagia seperti kemarin-kemarin. Berjanjilah untuk itu Jev. Berjanjilah kamu akan menemuiku setelah semua urusanmu selesai. Aku menyayangimu."
KAMU SEDANG MEMBACA
J E V (TAMAT) (TAHAP REVISI)
Teen FictionImpianmu mungkin boleh hancur karena seseorang. Tapi hidupmu harus tetap berjalan ada atau tidaknya peran pendukung lagi. Berdiri sendiri tanpa meminta bantuan orang lain adalah pilihan yang paling baik. Boleh juga bergantung pada mereka. Tapi sejat...