CHAPTER 44 | Lost

18.4K 878 17
                                    


Brandon mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Isabelle tadi, hanya saja dia merasa tidak percaya.

Pasti Isabelle berbohong, Brandon mengambil berkas yang dilemparkan Isabelle tadi dan mulai membacanya.

Satu menit.. dua menit.. tiga menit..

Brandon kemudian meremas kertas yang ada ditangannya dengan kuat, dia telah membaca berulang ulang.

Laura sempat membawa sebagian dari diri Brandon dalam tubuhnya, Janin berusia enam minggu. Yang bahkan belum sempat dia ketahui keberadaannya, pergi karena dirinya.

Brandon meremas kertas itu kuat, kedua tangannya menggenggam kertas itu bertumpu diatas kedua pahanya.

Brandon menundukkan kepalanya, ada sesuatu menghantam dirinya. Katakan kalau yang dilakukan Brandon sudah benar !

Kepalanya terasa berat, Brandon mengambil gelas minumannya yang diletakkan diatas meja tadi lalu meneguknya hingga tidak bersisa. Bukannya kembali meletakkan gelas itu, Brandon malah membuang gelas kaca itu kelantai.

"AAAARRRRGGGHHHH" teriaknya emosi.

Entah siapa yang memerintahkannya, tangan Brandon lalu mengambil ponsel disaku celananya dan memencet nomor Martin.

"Cepat temukan dimana keberadaan Laura sekarang juga" tanpa aba aba Brandon lalu memutus sambungan telponnya.

"Cepat temukan dimana keberadaan Laura sekarang juga" tanpa aba aba Brandon lalu memutus sambungan telponnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Brandon menyugar rambut cokelatnya dengan kedua tangannya. Sesekali menjambaknya, wajahnya terlihat sekali kalau dia sedang kalut. Pria itu mondar mandir diruangannya menanti kabar dari Martin.

Tak lama ponselnya berdering, telepon dari Martin.

Brandon langsung mengangkatnya "Hmm"

"Laura sedang dirawat di Royal London Hospital, sudah lima hari dia dirawat disana..."

Tanpa menunggu lanjutannya, Brandon langsung pergi dari kantornya dan menelpon supirnya untuk menyiapkan mobil.

Brandon mengemudikan mobilnya sendiri, dia entah bagaimana ingin memastikan sendiri keadaan Laura.

Tak butuh waktu lama Brandon sampai dirumah sakit elit di London itu, Brandon melangkahkan kakinya lebar untuk cepat sampai dikamar perawatan Laura.

Kamar VVIP hanya untuk orang orang yang mampu membayar mahal demi mendapatkan pelayanan terbaik disana. Kamar Laura , tidak seorangpun terlihat sedang menjaganya.

Brandon bisa melihat keadaan Laura dari kaca tembus pandang yang ada dipintu ruang perawatannya.

Brandon bisa melihat Laura menatap kosong keluar jendela dengan jarum infus ditangan kananya. Sorot mata yang tidak memancarkan kehidupan.

Hati Brandon makin terasa sakit melihat Laura seperti itu, ada apa dengan dirinya ? mengapa Brandon tidak suka melihat keadaan Laura seperti ini ?

"Apa yang kau lakukan disini brengsek ?" suara Alexander menginterupsi lamunan Brandon.

Brandon membalikkan tubuhnya dan mendapati Alexander berdiri dihadapannya, tak jauh dari Alexander ada Isabelle yang menyusul dibelakangnya.

"Bagaimana keadaannya ?" Lidah Brandon kelu, mengapa lidahnya menghianatinya ?

"Bagaimana ? bagaimana keadannya ?!" Alexander langsung mencengkram jas Brandon dan memojokkannya kedinding. Lalu menghempaskan Brandon kelantai.

"Setelah kau menghancurkan adikku kau masih bisa bertanya keadaannya ? apa kau masih belum merasa puas hah ?" Suara Alexander tertahan, wajahnya memerah menahan amarah. Dia tidak ingin membuat keributan disini, dia tidak ingin Laura terganggu.

Brandon hanya diam, tidak berniat membalas Alexander sedikitpun.

Alexander melepaskan cengramannya dari jas Brandon dan memundurkan jarak mereka. Dia masih cukup waras untuk tidak membunuh bajingan ini sekarang juga. Laura lebih penting daripada sekedar membalas Brandon.

"Kau..jangan pernah muncul lagi dihadapan Laura. Karena jika aku melihatmu melakukan itu, aku akan menghabisi mu saat itu juga" peringat Alexander pada Brandon. Namun bukan Brandon Namanya jika dia merasa takut akan ancaman Alexander itu.

Alexander meninggalkan Brandon dan masuk kedalam kamar perawatan Laura diikuti oleh Isabelle yang sama sekali tidak melihat kearah Brandon.

Brandon lalu berdiri kemudian merapikan jasnya, lalu memutar balik tubuhnya pergi menuju mobilnya.

*

Didalam mobilnya, Brandon memukul keras setir mobilnya. Lalu meletakkan kepalanya diatas setir mobil, bahunya berguncang menahan sesak didadanya.

Brandon menangis, namun sayang nya tidak ada air mata yang bisa dikeluarkannya. Rasanya sangat sakit, tapi bahkan airmatanya sendiri tidak bisa menetes keluar.

Apa yang sudah aku lakukan ? pikirnya.

Brandon tertampar berkali kali, dia telah menyakiti Laura yang tidak bersalah, menyakiti Felix yang tidak bersalah, dan calon anaknya yang juga tidak bersalah ikut merasakan akibatnya.

Laura pergi, membawa sebagian diri Brandon pergi.

Baru saja Martin memberitahukan apa yang dialami Laura selama sebulan belakangan ini. Laura hanya diam dan tidak berbicara sama sekali. Namun wanita itu menangis setiap kali malam datang, terakhir wanita itu mengkonsumsi obat tidur dalam dosis yang sangat banyak. Hingga berdampak pada kehamilannya yang bahkan juga tidak diketahui oleh Laura.

Brandon tidak bisa berkata apapun lagi saat ini, Brandon menyadari kesalahannya namun masih ada sedikit ego yang menahannya untuk mengakui kesalahannya.

................................................................................................................................................................

Yang ini pendek gapapa ya hihihi

Si Brandon kayanya udah mulai kena karma ini, rasain lu Brandon !

Dear Bastard (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang