Pembantu Jadi Cinta (Terbit)

01. Sindiran Tingkat Dewa

Hiperbola soal kata-kata gombal sudah biasa saya buat, tapi menulis kata-kta yang menakutkan, hampir tidak pernah saya lakukan. Jadi saya akan berusaha menampilkan sisi horor yang seharusnya. Mohon kritik dan sarannya. Terima kasih.

***

Siapa bilang pembantu itu tidak berpendidikan. Tidak semuanya begitu, dan tidak semua pembantu punya kelas rendahan. Aku misalnya.

Namaku Rany, 23 tahun, lulusan strata satu jurusan psikologi sebuah kampus terkemuka di Jogjakarta. Bahasa Inggrisku seluas jagad, ya, tentu saja, skor TOEFL-ku lebih dari 500 dan aku cukup menguasai aksen British. Seharusnya aku bisa dapat pekerjaan yang lebih bagus. Konsultan, psikolog, atau paling tidak jadi HRD dan tutor bahasa, mungkin, apalagi dengan kecerdasanku yang super maksimal.

Kini aku baru sadar, kecerdasan saja tidak cukup, seringkali uang dan nepotisme menghalangi calon pekerja bertalenta sepertiku mendapakan jabatan tinggi.

Bahkan biro tempatku mendaftar sebagai PRT sampai geleng-geleng kepala, bagaimana bisa lulusan cumlaude dan pemilik IPK 3,87 sepertiku bisa bertandang ke tempat mereka.

"Nyasar, Mbak?" tanya salah satu dari mereka setelah meneliti berkas lamaranku. Aku menyebutnya ... sindiran tingkat Dewa.

Sial! Apa mereka juga akan menolak calon PRT super perfect sepertiku?

Dengan senyum terpaksa aku berusaha meyakinkan mereka, aku benar-benar tidak salah tempat. Pada akhirnya mereka menerimaku, dan kupikir memang sudah seharusnya begitu.

Dua bulan kemudian akhirnya aku mendapat panggilan dan mereka memberiku beberapa berkas yang menjelaskan tentang data diri calon majikanku.

"Yaelah, sekalinya ada malah dapat tua bangka," umpatku kesal sambil terus membaca dokumen itu.

Kenapa harus dia? Membayangkan mengurusi kakek yang sudah tua renta sungguh mdnbuatku muak! Pikun, susah jalan, bicara tidak jelas, entah apalagi. Sebentar lagi hari-hari suramku tiba.

Aku sudah berdiri di depan pintu apartemennya, beberapa kali aku memencet bel tapi tak ada sahutan. Si kakek pasti tidak mendengarnya. Hah, belum apa-apa saja sudah membuatku emosi!

Saat aku hendak menekan bel yang entah sudah ke berapa kali, pintu tiba-tipa terbuka.

Melihat sosok pria di depanku membuatku melongo. Dia ternyata ...