5. Fear

4.9K 422 3
                                    

Chapter 4

Prilly berjalan agak santai di sepanjang koridor, kebetulan waktu istirahat baru saja dimulai dan ia bergegas pergi ke perpustakaan. Ia sedang tidak nafsu makan, masih kepikiran soal kemarin. Papa benar, ia memang tidak berhak melarang cinta siapapun tapi Prilly sendirilah yang harus mengatasinya. Ada sebuah komitmen yang membuat Prilly meragukan cintanya, tentu resikonya pasti akan besar.

Lalu tanpa sengaja ada sesuatu yang melintas dibenaknya, dan beberapa detik bibirnya melebar membuat secarik senyuman. Terselip niat di sana.

Sampai di perpustakaan, ia bertemu banyak orang di sana. Termasuk.. Alindra.

"Haii!" sapanya. Prilly terlihat malas sekali membalas sapaannya. Masih karena hal semalam.

"Bete banget kayaknya?" tanyanya.

"Nggak tau!"

Prilly duduk di salah satu kursi, sebenarnya ia sudah membawa buku sendiri sehingga tak perlu lagi meminjamnya. Ia meninggalkan Alindra yang masih terus saja membuntutinya, laki-laki itu tidak berhenti bertanya-tanya.

"Cerita dong, kenapa?"

Prilly menoleh sebentar dan menatap Alindra dengan begitu tajam. "Berisik!" ucapnya pelan tapi ditekan.

Laki-laki itu akhirnya diam, memilih kalah dan tidak meneruskan ocehannya. Tapi ia malah menatap Prilly terus-menerus dengan kepalanya yang ia letakkan diatas meja, tak tertinggal barang sedetik sehingga membuat Prilly tidak nyaman.

"Ngapain ngeliatin gue begitu?" tanya Prilly ketus.

"Lucu,"

"Nggak ada yang ngelawak!"

"Manis,"

"Bukan permen!"

"Cantik,"

"Bodo!"

"Lo kenapa sih?!" Alindra berteriak hingga membuat semua yang berada di dalam sini menoleh menatap ke arahnya dan Prilly sambil bergumam, "Sttt!!"

"Bacot banget sih, lo," Prilly membanting bukunya ke atas meja karena merasa kesal.

Kelakuan Alindra bak membangunkan macan yang sedang tertidur, sudah tahu Prilly paling tidak suka keributan dan tidak suka membicarakan hal tidak penting, laki-laki itu malah memancingnya.

Prilly membuang tatapannya ke arah rak buku fisika karena malas dengan sikap Alindra hari ini. Wajahnya masam dan tak ada lagi niat untuk membaca. Karena peka terhadap rangsang, Alindra langsung merasa bersalah dan meminta maaf. Seharusnya ia tidak melakukan hal ini karena Prilly beda

"Pril!" panggilan seseorang memecahkan ketegangan diantara mereka.

"Eh, Luciana. Kenapa?" gadis yang baru saja datang itu langsung menarik tangan Prilly tanpa jeda. Alindra yang melihat novel Prilly tertinggal berusaha mengejar Prilly untuk mengembalikan novel miliknya.

Kini Prilly dan Luciana sampai di ruang tata usaha. Mereka berdua berdiri di ambang pintu untuk dapat menonton acara berita pagi ini yang melibatkan seputar pemberontakan itu. Luciana menunjuk ke arah televisi, yang mana di papan berita itu tertulis, pelaku pemberontak melakukan pemboman di monumen nasional.

SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang