Menjelang ulang tahun Rohan, Alindra kelihatan agak sulit membagi waktu. Bahwasannya ia ingin membuatkan Rohan kejutan yang istimewa, tapi bentrok dengan kerjaannya yang akhir-akhir ini mengharuskan Alindra untuk keluar kota maupun negeri.
Karena kesibukannya, Alindra jadi tak ingat lagi kepada Prilly. Ia tak sempat memikirkan dimana keberadaan perempuan itu sekarang. Karena yang terpenting saat ini adalah bagaimana ia tetap bisa bertahan bersama Rohan tanpa Prilly.
Mungkin Rohan benar, di luar sana bisa jadi Prilly telah menemukan kebahagiaannya yang baru. Mungkin saking bahagianya ia lupa kalau di sini masih ada Rohan, mungkin juga Prilly lupa jika ia masih memiliki hubungan yang erat dengan Alindra. Belum putus oleh sepatah katapun.
Alindra telah mencoba untuk memulai hidup yang baru juga, hidup tanpa Prilly. Lama-kelamaan ia sama jengahnya seperti Rohan, mungkin ini saatnya Alindra membuka lembaran baru. Kalaupun nanti Prilly kembali, Alindra tak keberatan, bagaimanapun juga Prilly pergi bersama kesalahpahaman yang besar. Alindra juga berpikir kalau ia berada di posisi Prilly, pasti ia akan melakukan hal yang sama.
Siang ini, Alindra baru saja mendarat di bandara Soekarno-Hatta setelah terbang berjam-jam dari Swiss. Alindra merasa sangat penat, tapi mengingat besok adalah hari ulang tahun putranya, seketika penat itu berubah menjadi semangat empat lima. Ulang tahun Rohan kali ini harus meriah karena merupakan sweet seventeen, dan Alindra bukan cuma membuatkannya acara yang spesial saja, namun juga kado yang tak akan pernah Rohan lupakan seumur hidupnya.
Alindra harus kembali ke kantor dari bandara karena ada meeting penting dengan para investor yang sejak lama menunggu kepulangannya. Sungguh, ingin sekali ia mengeluh. Tapi mau bagaimana? Inilah pekerjaannya demi kemakmuran keluarga.
Sebelum meeting dimulai, Alindra sempat menghubungi Rohan untuk mengabarinya bahwa ia sudah sampai dengan selamat di tanah air. Mumpung sedang bertelepon, Alindra meminta tolong kepada Rohan agar mencarikan surat persetujuan kerja sama yang tertinggal di kamarnya. Karena seingat Alindra, sebelum pergi ia meletakkan surat-surat tersebut di atas meja kerjanya yang berada di sebelah kasur.
"Coba kamu ke kamar papa, papa mau minta tolong.." perintah Alindra. Rohan menurutinya dan langsung bergegas ke kamar Alindra.
"Iya udah di kamar papa nih," ujar Rohan.
"Coba cariin surat persetujuan kerja sama di meja kerja papa kalau nggak ada di atas meja sebelah kasur," jelas Alindra.
"Nggak ada, pa," katanya sambil menggeledah meja kerja Alindra lalu melirik ke atas meja sebelah ranjang Alindra.
"Masa sih? Seinget papa, apa taro di sana,"
"Coba inget-inget lagi.." Rohan membuka laci meja satu-persatu. Hingga pada laci terakhir, ia menemukan sebuah amplop putih diikat dengan pita berwarna merah dan telah usang.
"Eh ada nih, pa.." ucapnya sambil membolak-balikan amplop putih yang sudah usang itu.
Di sana, di ujung kiri amplop tertulis sebuah kalimat.
We going to have baby again, Love!
"Beneran?" tanyanya.
Rohan masih ragu, bahwasannya yang papa minta adalah surat persetujuan kerja sama, bukan amplop yang sudah usang dan tertulis kalimat romantis di sini. Laki-laki itu membukanya perlahan, dan yang ia temui bukanlah surat persetujuan kerja sama, namun surat hasil laboratorium.
Anak sulung Alindra itu membulatkan matanya ketika membaca isi dari surat tersebut, bahkan karena saking tak percayanya Rohan membacanya berulang kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
SORRY
أدب الهواة[SELESAI] Maaf. Aku sangat mencintaimu, tapi terkadang aku benci tiap kali ingat bahwa tujuanku adalah untuk balas dendam. Aku benci pada rasa yang seharusnya tidak pernah hidup di dalam detak jantungku. Suara tembakan yang menghantam jantung ibu...