15. Night, month and star

4.5K 563 30
                                    

Mobil sedan hitam itu berhenti dengan sempurna di halaman rumah Prilly. Entah sejak kapan Rohan tertidur pulas di pangkuan sang bunda, akhirnya mau tak mau Alindra harus menggendongnya sampai ke kamar setelah bertanya pada Prilly dimana letak kamar Rohan.

Alindra menyuruh agar Prilly tetap di dalam mobil, tapi saat pria itu kembali ia sudah mendapati Prilly di depan pintu sambil berjalan terpincang-pincang.

"Ck, disuruh tunggu juga," omel Alindra.

Prilly hanya tersenyum kikuk mendengar komentar Alindra, kemudian Alindra menggantungkan tangan Prilly ke bahunya untuk membatu perempuan itu berjalan. Prilly terus memandangi wajah pria itu, tak ingin tertinggal barang sedetik karena untuk pertama kalinya setelah sekian lama ia bisa melihat wajah Alindra lagi dalam jarak yang dekat.

Darahnya berdesir, jantungnya menemukan kembali detak kenyamanan, bencinya menipis, terkalahkan oleh rindu yang membengkak dan meletup menjadi cinta yang kembali bersemi. Seperti tanaman mati yang diguyur air, seperti bunga matahari layu yang hidup tersorot mentari lagi, seperti itu pula perasaan perempuan itu. Nyatanya, benci itu hanyalah sugesti semata, yang mana membuat Prilly selalu berpikir bahwa ia harus membenci Alindra, sedangkan perasaannya masih menetap di masa lalu. Tetap mencintai Alindra.

"Lo.. nggak pulang?" tanya Prilly, ragu. Takut disangka mengusir.

"Nanti aja, masih sore," jawab Alindra.

"Emang, Anastasia nggak nyariin?" tanyanya lagi.

Alindra menggeleng pelan, "Dia lagi keluar kota sama bokapnya,"

"Ohh," sahut Prilly.

Setelah itu, tidak ada percakapan lagi. Di ruang keluarga yang terasa begitu dingin, tambah mendingin karena kecanggungan yang tiba-tiba muncul diantara mereka. Prilly menyibukkan diri dengan membuka ponselnya, jujur, selama mengurus Rohan Prilly tidak aktif di media sosial apapun kecuali WhatsApp.

Alindra memperhatikan wajah mempesona perempuan itu, dari jarak dua meter saja wajah ayu-nya tidak berubah. Alindra tersenyum. Dari dulu, Prilly memang paling bisa membuat Alindra terpesona dan senyum-senyum memandangi wajahnya.

Pada akhirnya, Alindra menemukan kembali rumahnya. Rumah yang paling nyaman, rumah yang telah lama ia tinggalkan, rumah yang tidak pernah ia tahu ada harta karun berharga di dalamnya. Yaitu Rohan.

Tiba-tiba, Alindra teringat Anastasia. Prilly benar, gadis itu memang sangat baik. Terlalu lembut untuk dihancurkan. Kalau bukan karena Anastasia, Alindra tidak akan pernah pulang ke Indonesia dan bertemu Rohan. Kalau bukan karena Anastasia ia tidak akan tahu alamat rumah Prilly, tidak akan dekat kembali, tidak akan menemukan masa lalunya bahkan tidak akan pernah bisa memperbaikinya. Alindra takut, kalau suatu hari nanti ia tidak bisa menetapkan pilihan yang tepat. Takut kalau nanti pilihannya akan menyakiti sepihak.

Alindra sempat berpikir, mungkin ini cara Tuhan mempertemukannya kembali dengan Prilly melalui Anastasia. Tapi Alindra terbebani dengan nasib Anastasia nanti, apakah gadis itu akan begitu hancur nantinya? Dan Alindra akan merasa menjadi pria paling brengsek di dunia.

"Kapan lo bisa maafin gua?" tanya Alindra, masih memandangi wajah Prilly.

"Kapan pun," jawab Prilly. Padahal dihatinya terus berkata, 'Gue nggak mau maafin lo, supaya lo nggak pergi lagi!'

"Sekarang?" tanya Alindra.

Prilly menghentikan ibu jarinya yang bermain di layar ponsel, kemudian meletakkannya diatas meja dengan hati-hati.

SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang