7. New Beginnings, New Wounds

4.5K 466 19
                                    

"End is a new beginning."

🍃

🍃

🍃

Chapter 6

6 years later

Aku sangat mencintaimu, tapi terkadang aku benci tiap kali ingat bahwa tujuanku adalah untuk balas dendam. Aku benci pada rasa yang seharusnya tidak pernah hidup di dalam detak jantungku.

Pada akhirnya aku harus merelakan sesuatu dengan begitu sulit, harus kehilanganmu untuk menuntaskan dendam ini.

Tapi nyatanya, akhir adalah awal yang baru. Awal yang harus kuhadapi tanpa genggammu. Awal yang terasa begitu pahit dan rumit, lebih rumit karena aku harus berubah menjadi pengarang hanya demi putraku.

Ya, putraku.

Sebab dia selalu bertanya...

Siapa ayah?

Dimana ayah?

Bagaimana wajah ayah?

Lalu aku? Hanya mampu mengarang cerita. Kalau aku jenuh dengan pertanyaannya, aku cuma bisa diam. Karena jawaban yang paling tepat adalah kamu. Kamu yang sekarang tak lagi kuharapkan untuk datang memberi pertanggungjawaban.

-Prilly Keiyona.

***

"Selamat pagiii, kapten!"

Kaki yang telah dibalut oleh sepatu berwarna hitam itu kini bergelantung karena ia telah duduk di kursi untuk segera melaksanakan sarapan pagi.

"Selamat pagi, komandan!" sapa anak laki-laki nan tampan berumur enam tahun itu sambil memberi hormat kepada sang kakek.

Pria paruh baya yang telah duduk lebih dulu di kursi meja makan membalas penghormatannya, barulah ketika tangan mungil cucunya turun ia menyuapi sebutir anggur ke dalam mulutnya.

"Padahal kakek lebih suka Rohan dipanggil komandan, bukan kapten pesawat terbang.." ucapnya.

"Kalau kakek mau panggil Rohan komandan juga gapapa. Tapi komandan pesawat terbang yaa hehehe," kata Rohan.

Chandra mengacak-acak rambut Rohan yang masih belum kering sambil tertawa ringan, kemudian datang seorang wanita sambil membawa piring dan dan mangkuk besar berisi lauk matang lalu meletakannya ke atas meja makan.

"Selamat pagi, komandan dan kapten! Hari ini kita sarapan sama sayur sop dan ayam goreng dulu yaa, soalnya ratu kehabisan ide buat masak nih," sapanya antusias. Membuat kakek dan Rohan melebarkan senyuman.

"Umm, ayam goreng buatan mama baunya enak bangettt. Rohan jadi nggak sabaran. Ayo ma cepet, Rohan laperr!" rengeknya begitu manja dengan menarik-narik baju milik ibunda.

"Biasa aja dong mujinya, bilang aja bosen nih makan ayam goreng terus. Ya, kan?"

"Enggak kok, ma. Suer deh, Rohan nggak bohong. Ayam goreng mama lebih enak daripada beli yang cepat saji. Pasti waktu papa masih ada, masakan favorit papa pasti masakan mama, kan?"

SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang