Meskipun tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari kondisi Sisy, tapi gadis itu harus menjalankan rawat inap sampai alergi yang ia derita membaik. Sejak pagi, Prilly masih setia menjaga putrinya di rumah sakit. Sampai lupa kalau ia belum makan dari semalam.
Wajahnya pucat, tubuhnya terasa lemas tidak berenergi. Tapi, demi menjaga Sisy ia tidak mempedulikan hal itu. Ia lupa pada dirinya sendiri karena terlalu sibuk memikirkan kondisi Sisy dan juga semua masalahnya. Bahkan di hadapan Sisy, Prilly berpura-pura terlihat baik-baik saja. Ia masih betah menyimpan lukanya sendiri.
"Sy, cepet sembuh ya. Jangan ulangin kesalahan ini lagi, mama nggak mau liat kamu sakit." pesan Prilly. Sisy menganggukan kepalanya sambil tersenyum.
"Maafin Sisy ya, ma. Sisy udah buat mama khawatir," ucapnya.
Prilly tersenyum lembut sembari mengelus kepala gadis cantiknya. "Sisy nggak salah kok, mama yang salah. Seharusnya mama kasih tau Sisy kenapa selama ini mama selalu larang Sisy mengkonsumsi nugget, sosis, dan sejenisnya karena alergi. Dulu waktu Sisy umur tiga tahun, Sisy juga sempet kena alergi karena mama nggak tau. Makanya mama takut Sisy kenapa-kenapa lagi." ujar Prilly.
Sisy hanya tersenyum, kemudian gadis itu meminta izin untuk tidur karena merasa ngantuk. Prilly mempersilakannya. Lalu, tiba-tiba Prilly teringat akan ucapan Alindra tadi yang mengatakan ingin segera mengakhiri hubungan ini. Maka dari itu, Prilly berniat pulang untuk mengambil koper yang berisi baju-bajunya juga baju Sisy.
***
Beruntung, Prilly membawa ponsel sehingga pulang ke rumah menggunakan ojek online. Pembayarannya pun bisa langsung melalui ponselnya.
Berat. Kakinya mulai melangkah memasuki rumah yang menyimpan banyak kenangan bersama keluarga kecilnya. Rumah yang masih tetap sama namun dengan suasana yang terasa berbeda. Lebih miris lagi, Prilly baru sadar jika foto pernikahannya sudah tak terpajang lagi di ruang keluarga. Di sana lebih dominan terpajang lukisan-lukisan yang entah sejak kapan Alindra mulai mengoleksinya.
Prilly mengusap pipinya, sudah cukup banyak air mata yang terbuang sia-sia. Sekarang waktunya mengikuti alur takdir, menyerahkan segalanya kepada Sang Pencipta.
Dengan berat hati, Prilly mulai menaiki puluhan anak tangga untuk sampai ke kamarnya. Ia meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia akan menuruti kemauan Alindra. Ia sedikit berlari, berharap kalau Alindra belum pulang sampai ia pergi nanti.
Tapi kenyataannya, saat ia membuka pintu kamar ia dikejutkan oleh keberadaan Alindra yang tengah membelakanginya. Pria itu menatap keluar jendela sambil melipatkan kedua tangannya di depan dada.
Prilly langsung kebingugan, entah mengapa ia jadi gemetar dan canggung bertemu dengan suaminya sendiri. Ia berjalan dengan sangat hati-hati, bahkan tak terdengar barang sedikit suara langkah kakinya. Kuku-kukunya saling bermain karena gugup, juga takut akan tatapan penuh amarah Alindra. Ia sudah tak mau berdebat lagi dengannya.
Wanita itu membereskan beberapa barang yang sebelumnya ia keluarkan, seperti: sepatu milik Sisy, charger ponsel, dompet, dan handuk ke dalam kopernya. Ia merapikannya asal karena terburu-buru. Hingga pada saat Prilly siap untuk menarik kopernya, Alindra menahan langkahnya.
"Kalau mau pergi, aku harap kamu tinggalin Sisy di sini." kata Alindra tanpa membalikkan tubuhnya.
Prilly menoleh menatap punggungnya, matanya membulat sempurna setelah mendengar ucapan Alindra. Bagaimana bisa Prilly meninggalkan Sisy? Tapi, di sisi lain Prilly merasa ia tak mampu menjaga Sisy dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
SORRY
Fanfiction[SELESAI] Maaf. Aku sangat mencintaimu, tapi terkadang aku benci tiap kali ingat bahwa tujuanku adalah untuk balas dendam. Aku benci pada rasa yang seharusnya tidak pernah hidup di dalam detak jantungku. Suara tembakan yang menghantam jantung ibu...