Coba deh sambil dengerin backsounds-nya, kali aja beper soalnya sama2 kembali lagi wkwkwk.
***
Setiap ia pulang, Prilly sudah tertidur. Aneh rasanya. Biasanya, Prilly akan menunggunya pulang meskipun sampai larut malam. Bahkan dulu wanita itu sering ketiduran di ruang tengah kala menunggunya.
Alindra sangat merindukan momen itu, momen yang sudah terkubur selama belasan tahun. Terkadang penyesalan masih terus menghantui Alindra, ia selalu mengutuk dirinya setiap kali teringat akan kebodohannya yang tak mau percaya dan mendengarkan penjelasan Prilly.
Pria itu segera membersihkan diri. Seluruh tubuhnya terasa tidak enak, tenggorokannya sakit, dan matanya terasa panas saat berkedip. Ditambah pening memikirkan perusahaannya yang sedang menurun drastis.
Alindra segera merebahkan diri ke karpet, tak lupa mengambil bantal dan selimut yang sudah Prilly pisahkan. Namun saat hendak menutup mata, teleponnya berbunyi.
"Ck, siapa sih malem-malem!" gerutunya.
Alindra menekan tombol berwarna hijau tanda menerima panggilan itu.
"Kenapa, Yo?" tanya Alindra.
"Li, kita diancem lagi. Kalau dalam waktu satu minggu kita nggak bisa kasih uang seratus miliar ke bokap Anastasia, perusahaan dan keluarga lu bakal dihancurin sama mereka. Dan kalau sampai lu lapor polisi, bokap Anastasia bakalan nekat bunuh Prilly dan anak-anak lu." di ujung sana, Rio berbicara dengan sangat panik. Alindra yang mendengar hal itu langsung kalangkabut, ia juga bingung harus bertindak bagaimana.
"Darimana gua bisa dapetin uang sebanyak itu? Perusahaan gua juga lagi nurun, kan lu tau."
"Gua paham, Li, tapi ini masalah hidup dan mati Prilly juga anak-anak lu." Rio sudah tahu kalau Alindra dan Prilly juga mempunyai seorang putri, Alindra sempat menceritakannya kepada Rio saat mereka bertemu bulan lalu. Sayang, Rio dan Kinan tak bisa ke Jakarta karena Rio sibuk mengurus cabang perusahaan Alindra yang ada di Bali.
"Gua siap kehilangan perusahaan gua kalau itu satu-satunya jalan buat nyelamatin Prilly dan anak-anak gua. Gua minta tambahan waktu ke om Anton, kalau gua nggak bisa dapetin uang seratus miliar dalam waktu sebulan, gua akan jual semua cabang perusahaan." kata Alindra.
"Lo yakin?"
"Demi Prilly, Rohan, sama Sisy. Gua rela kehilangan perusahaan karena mereka harta gua yang paling berharga." ucap Alindra.
"Semoga aja ada jalan keluarnya ya, Li."
"Aminn."
Setelah panggilan terputus, Alindra meletakkan kembali ponselnya ke atas meja. Ia kembali memejamkan matanya dengan rasa bimbang. Semoga masalah kali ini ada jalan keluarnya.
***
Alindra turun ke bawah tanpa gairah semangat. Wajahnya murung dan pucat, terlihat jelas bahwa ia sedang banyak pikiran. Prilly memperhatikannya saat Alindra menuruni anak tangga, tapi kemudian ia alihkan lagi ke arah lain.
Pagi ini, Prilly sudah jauh lebih baik. Bahkan tadi ia bangun terlalu pagi karena berniat memasak. Padahal sudah ada Bi Mul, tapi Prilly ingin menuruti permintaan Rohan yang ingin dimasaki olehnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SORRY
Fanfiction[SELESAI] Maaf. Aku sangat mencintaimu, tapi terkadang aku benci tiap kali ingat bahwa tujuanku adalah untuk balas dendam. Aku benci pada rasa yang seharusnya tidak pernah hidup di dalam detak jantungku. Suara tembakan yang menghantam jantung ibu...