3. Flashback.

5.8K 452 10
                                    

Chapter 3

Prilly menguncir rambutnya asal karena Kinan begitu mendesaknya untuk segera pergi ke lapangan. Hari ini ada mata pelajaran Penjaskes, kegiatan yang paling dihindari oleh murid kelas dua belas IPA dua karena mereka mendapat jadwal siang.

Panas.

Gerah.

Mereka benar-benar tidak nyaman tersorot matahari ditengah hari bolong, sampai-sampai panasnya menembus ke dalam sepatu mereka.

"Pak, nggak usah pake pemanasan deh. Kan udah panas ini dijemur," Rio bersuara.

"Jorok, goblok! Jijik gua, ntar ketularan pano lagi," Deden menoyor kepala Rio karena teman sebayanya itu baru saja menyipratkan keringatnya yang bercucuran di kepala dengan sengaja ke arah Deden.

Rio malah tertawa puas karena telah menjahili Deden. Dasar jorok! Prilly saja sampai tertawa melihat kelakuan mereka berdua.

"Nggak boleh, pemanasan itu penting sebelum melakukan olahraga supaya otot-otot merenggang.." kata Pak Alex, guru Penjaskes.

"Merenggang? Kayak hubungan aku sama Kinan dong lagi renggang yhaaa," sahut Deden. Membuat Kinan bergidik ngeri.

"Renggang? Jadian aja kagak!" kata Kinan.

"Yaudah biar jadian, kamu mau nggak jadi pacar aku?" Rio berlagak seperti orang benar saja, setiap gerak-geriknya mampu membuat teman-teman yang lain tertawa.

"Wagelaseh belum jadian aje lu udah nikung gua, Yo!" sembur Deden.

"Ah lu kelamaan sih. Keburu basi. Mending sama Luciana noh," kata Rio. Membuat Luciana ikut bergidik ngeri.

"Gapapa sih sama Luciana, dari pada sama Lucinta Luna HAHAHAHAHA," ujar Deden seraya tertawa kencang sampai yang teman-temannya pun juga tertawa terbahak-bahak.

"Ihh lu apa-apaan sih?! Udah sana-sana balik ke barisan lo gihh. Pak Alex, Rio tuh Pak, nggak jelas!" teriak Kinan sembari mendorong tubuh Rio agar menjauh.

Pak Alex cuma menggelengkan kepalanya mendengar aduan yang aneh-aneh mengenai Rio ataupun Deden. Sebab sudah biasa, sering jahil.

Prilly masih betah pada diamnya, memang ia adalah tipe orang yang paling tidak suka membicarakan hal tidak penting apalagi saat kegiatan belajar mengajar. Ia hanya tertawa kecil pada saat mereka rusuh bercanda. Tidak mau ikut campur.

"Kenapa lu nggak ikut bercanda? Dimusuhin?" tiba-tiba dari arah belakang ada yang berbicara tepat disamping telinga kanannya.

Suara serak basah milik seorang pria yang baru beberapa hari ini Prilly kenal.

Prilly menoleh, "Nggak pa-pa, kok. Cuma males aja ngomongin hal nggak jelas,"

Alindra tersenyum tipis. Prilly jadi tambah tidak mengerti mengapa ia sering kali tersenyum kepadanya, tidak dengan yang lain.

"Kenapa?" tanya Prilly.

"Kenapa apanya?" laki-laki itu malah berbalik tanya.

"Kok senyum-senyum sendiri?"

"Senyum kan ibadah, lagi kan hak gua dong? Daripada lo, jutek banget mukanya. Takut ihh.." tukas Alindra dengan senyum menggoda.

"Apa sih," Prilly kembali membalikkan badannya dengan wajah yang merona entah mengapa.

Tanpa disadari, Kinan memperhatikan mereka sejak tadi. Kinan melihat bahwa akan ada sesuatu di antara mereka, karena ia melihatnya di mata Ali. Begitu juga Prilly, meski samar.

SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang