Prilly membopong Sisy dengan tangan gemetar, takut kalau hal ini sangat berdampak buruk bagi kesehatan putrinya. Karena ikut panik, Alindra berlari mengejar Prilly, menahan tubuh wanita itu dan menahannnya karena hampir saja ambruk.
"Mau kemana? Mau naik apa hah?!" tegur Alindra ketika Prilly baru sampai di depan pintu.
Prilly hanya menangis, Alindra terus menahan tubuh Prilly yang lemah. Tanpa sadar ia menyandarkan keningnya di dagu Alindra, dan tanpa sadar pula Alindra mengecup keningnya. Kemudian, pria itu mengambil alih Sisy dari dalam gendongan Prilly. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat Sisy mimisan dan bintik merah itu semakin bertambah banyak.
Dengan cepat, Alindra merebahkan Sisy di jok belakang, gadis cantik itu sudah terkulai lemas di sana.
"Cepet masuk, kita ke rumah sakit," kata Alindra.
Diperjalanan, Prilly terus menoleh ke belakang untuk memastikan kondisi Sisy. Ia menggenggam erat tangan mungil putrinya yang dingin. Dalam keadaan darurat seperti ini, Prilly coba singkirkan dahulu rasa kecewanya kepada Alindra. Keselamatan Sisy adalah yang paling utama.
Sampai di rumah sakit, Sisy langsung dibawa ke IGD. Alindra dan Prilly menunggu dengan rasa tak tenang, apalagi Prilly. Sejak tadi ia menangis terus, tangannya dingin dan ketakutannya kian membengkak.
"Sebenarnya Sisy kenapa sih? Sakit apa?" tanya Alindra setenang mungkin, meskipun di dalam setiap kalimatnya terdapat kekhawatiran yang sama dengan Prilly.
Prilly tak menjawabnya, entah sengaja atau memang karena tidak mendengar pertanyaan Alindra saking khawatirnya.
"Pril!" panggil Alindra.
Akhirnya Prilly menoleh, menatap Alindra dengan penuh tatap kepedihan. Sungguh, Prilly butuh sandaran yang selama ini ia rindukan, ia butuh pundak Alindra untuk bersandar, ia butuh peluk Alindra untuk mengadu, mengadu semua keluh dan kesah yang selama ini ia jalani.
"Kenapa? Apa yang kamu sembunyiin?" mau sekeras apapun Alindra tidak mempedulikannya lagi, Alindra tetap tidak bisa. Terlalu iba melihatnya menderita.
Prilly menggelengkan kepalanya lemah.
Tak lama, dokter yang menangani Sisy keluar dari dalam ruangan. Dengan sigap keduanya berdiri untuk mempertanyakan keadaan Sisy.
"Gimana dok keadaan anak saya?" tanya Alindra.
"Kondisi Sisy gimana, dok?" tanya Prilly.
"Mari kita bicarakan di ruangan saya saja, supaya lebih jelas lagi," katanya.
"Baik, dok," sahut Alindra.
"Kamu aja yang masuk," ucap Prilly. Tanpa bertanya-tanya lagi, ia menuruti permintaan Prilly. Mungkin Prilly takut mendapat kabar buruk tentang Sisy maka dari itu menolak untuk ikut ke ruang dokter, atau mungkin Prilly sudah mengetahui semuanya?
***
"Setelah diperiksa tadi, anak bapak terkena alergi pada makanan cepat saji. Alergi yang dideritanya cukup parah, mungkin kita melihat bahwa alergi itu hanya di luar tubuhnya saja, tapi setelah saya periksa alergi itu menyebar sampai ke dalam tubuhnya. Jadi saran saya, sekalipun jangan pernah memberinya makanan cepat saji lagi seperti nugget, sosis, dan lain sebagainya yang mengandung pengawet. Lebih baik membuatnya sendiri menggunakan bahan-bahan yang tidak berbahaya seperti pengawet," jelas dokter itu.
"Terus gimana kondisinya sekarang, dok?" tanya Alindra.
"Syukur anak bapak baik-baik saja. Cuma butuh istirahat total dan menjaga pola makannya," jawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SORRY
Fanfiction[SELESAI] Maaf. Aku sangat mencintaimu, tapi terkadang aku benci tiap kali ingat bahwa tujuanku adalah untuk balas dendam. Aku benci pada rasa yang seharusnya tidak pernah hidup di dalam detak jantungku. Suara tembakan yang menghantam jantung ibu...