Anak laki-laki itu memutar knop pintu. Hari ini membosankan, kakek tidak ada dan papa sibuk mempersiapkan untuk acara pernikahan katanya besok. Akhirnya Rohan mencari Prilly untuk dibuatkan sesuatu sekaligus menemaninya.
Ternyata Prilly ada di kamarnya, sedang menyusun baju-baju ke dalam sebuah koper besar. Rohan bingung dan ingin segera mempertanyakannya.
"Katanya mama nggak mau ikut ke rumah papa, kok masukin baju ke dalam koper?" tanya Rohan tiba-tiba, Prilly sedikit terkejut.
Perempuan itu tersenyum kecil, "Memang enggak,"
"Terus?" tanya Rohan.
"Kan setelah papa nikah kita bakal pindah," jawabnya tidak terlalu panjang dan juga padat, mudah Rohan pahami, dan tentu anak laki-laki itu mengerti.
"Pindah kemana? Rohan nggak mau, Rohan kan baru aja ketemu sama papa," ujarnya menolak.
Prilly menghentikan sebentar aktivitasnya, kemudian duduk di tepi ranjang sambil mengayunkan tangannya memanggil Rohan agar mendekat. Anak laki-laki itu berlari kecil, berdiri di hadapan Prilly dengan matanya yang sendu.
"Kalau Rohan mau ikut papa, mama nggak akan larang. Kalau Rohan seneng, mama jauh lebih seneng," ucap Prilly menahan lirih. Rasanya seolah ada yang mengganjal pernapasannya, tenggorokan terasa tercekat menahan air matanya. Apakah ia harus merelakan Rohan secepat ini?
"Tapi, ma, Rohan mau mama sama papa---"
"Kapten, mama dan papa nggak bisa sama-sama. Kita punya kehidupan masing-masing, apalagi besok papa bakal menempuh hidup baru sama Tante Anastasia. Rohan haru ngerti ya, mama dan papa nggak bisa tinggal satu atap," potong Prilly sambil mengelus kedua pundak putranya lembut.
Rohan menunduk.
"Kalau Rohan mau ikut papa, mama nggak akan larang. Kalau Rohan seneng, mama jauh lebih seneng," ucap Prilly menahan lirih. Rasanya seolah ada yang mengganjal pernapasannya, tenggorokan terasa tercekat menahan air matanya. Apakah ia harus merelakan Rohan secepat ini?
"Kalau mama seneng, kenapa mama nangis?" tanya anak laki-laki itu ketika melihat air mata sang bunda jatuh perlahan-lahan. Ia mengelus pipi Prilly untuk menghapus air matanya.
Prilly juga tidak sadar bahwa ia menangis sekarang, padahal ia berusaha sekuat mungkin untuk tidak menunjukkan pilunya di hadapan Rohan. Sulit memang jika harus berpisah dengan seseorang yang hampir tiap detik menghabiskan waktu bersama-sama.
"Mama seneng makanya mama nangis," jawabnya bohong sambil membuang wajahnya sendiri dari pandangan Rohan. Ia hanya tak mau Rohan melihat lebih banyak lagi kesedihan yang terdapat di matanya. "Yaudah sekarang kamu tunggu bawah, sebentar lagi mama beres. Nanti malem mama beresin baju-baju kamu ke koper. Oke, kapten?" Rohan mengangguk paham.
Anak laki-laki itu keluar kamar dengan hati yang tak tenang. Bahwasanya, siapa yang harus ia pilih? Ikut bersama mama atau tetap tinggal dengan papa. Jujur Rohan sangat bahagia saat ia bersama papa, karena Rohan tidak mendapatkan momen itu sejak bayi.
"Ya Allah, Rohan nggak tau mama dan papa kenapa. Tapi Rohan mohon, semoga mama dan papa bisa kayak mama dan papanya Kiara,"
***
Rohan terlihat tampan mengenakan kemeja putih dibalut jas mini berwarna navy. Prilly sengaja memilih warna yang senada dengan jas yang Alindra pakai nanti.
Perempuan itu memandangi wajah Rohan begitu dalam, meraba wajah putranya dengan tatapan sendu. Hari ini adalah pernikahan Alindra, dan Rohan akan tinggal bersamanya. Setelah itu, Prilly akan pergi sejauh mungkin. Untuk menghindari kenyataan meskipun mustahil.
![](https://img.wattpad.com/cover/154945981-288-k200116.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SORRY
Fanfiction[SELESAI] Maaf. Aku sangat mencintaimu, tapi terkadang aku benci tiap kali ingat bahwa tujuanku adalah untuk balas dendam. Aku benci pada rasa yang seharusnya tidak pernah hidup di dalam detak jantungku. Suara tembakan yang menghantam jantung ibu...