31. Regret.

5.5K 677 149
                                    

Tidak terasa besok Sisy akan menjalankan operasi transplantasi jantungnya. Prilly terus berdoa agar operasi itu berjalan lancar, tidak ada kendala sampai Sisy benar-benar kembali pulih.

Siang ini Prilly sedang merapikan beberapa kebutuhan Sisy ke dalam tas kecil. Prilly memandangi wajah gadisnya dengan tatapan sendu, takut kalau pada akhirnya mereka benar-benar tidak akan pernah bertemu lagi. Bagaimanapun Sisy adalah satu-satunya kekuatan Prilly sekarang. Prilly masih bertahan karenanya, demi Sisy.

"Arghhh!" tiba-tiba dari bawah terdengar suara teriakan yang begitu melinting. Prilly terkejut sampai tas yang akan ia letakkan ke dalam lemari itu terjauh ke lantai.

Prilly buru-buru berlari ke luar, melihat dari atas sini ada apa sebenarnya. Di bawah sana, Prilly melihat Bi Mul sudah tergeletak tak berdaya di lantai. Kepalanya berdarah, sepertinya ada yang sengaja mendorong Bi Mul ke dinding dengan sangat kencang.

Prilly berlari ke bawah, mencoba untuk membangunkan Bi Mul yang tetap tidak merespons apapun. Prilly menepuk pipi Bi Mul, kemudian mengecek nadinya yang beruntung masih berdenyut normal.

Plak!

Prilly tersungkur ke lantai, tulang-tulang punggungnya terasa seperti ingin copot dari tubuhnya. Seseorang telah memukulnya dari belakang. Wanita itu menoleh. "Adelia?!"

"Hai, Ny. Alindra!" sapa Adelia dengan senyuman iblisnya.

"Mau lo apa hah? Hiks hiks. Nggak cukup lo udah buat keluarga gue hancur?!"

"Nggak. Nggak akan pernah cukup. Karena seharusnya bukan lo yang jadi nyonya di rumah ini, tapi sepupu gue... Anastasia!" desisnya.

"Berhubung Anastasia itu bodoh dengan ngelepas Ali gitu aja, jadi bokapnya nyuruh gue buat ngehancurin hidup lo. Supaya apa? Supaya Ali balik lagi ke genggaman bokap Anastasia sebagai milik gue, beserta hartanya hahaha!" lanjutnya.

Prilly menangis. Bukan menangis karena takut Adelia akan menyakitinya lagi, justru takut keluarganya benar-benar dihancurkan oleh perempuan iblis itu. Kemudian Prilly ditarik paksa berdiri oleh Adelia, lalu Prilly ditampar berkali-kali oleh Adelia sampai tepi bibirnya berdarah.

Adelia menangkup kasar wajah Prilly, menertawai keadaan Prilly yang terlihat menyedihkan karena tak bisa berbuat apapun.

Prilly gemetar, tubuhnya sudah lemas tak berdaya. Tapi bagaimanapun caranya, Prilly harus tetap bertahan untuk menyelamatkan Alindra dan anak-anaknya. Prilly memejamkan matanya, mengumpulkan keberaniannya lagi seperti dulu ia menjadi Cia.

Ketika tangan kanan Adelia yang menggenggam pisau akan segera mengarah kepadanya, Prilly langsung menepisnya sampai pisau itu terlempar jauh. Adelia marah, ia mencekik Prilly sampai Prilly sulit bernapas.

"Mana Sisy? Dia harus mati bareng lo hahahahaha!"

Prilly mencengkeram tangan Adelia agar terlepas dari batang lehernya, kemudian mendorongnya sampai jatuh ke lantai. Prilly berlari menuju kamarnya, menghampiri Sisy yang masih tertidur pulas. Wanita itu langsung menggendong Sisy, lalu putrinya itu bangun karena tekejut.

Prilly mengikat erat tubuh Sisy dalam gendongannya, padahal tubuhnya gemetaran dan lemas. Saat melihat Adelia sudah berada di ambang pintu kamar sambil memegang pistol, Prilly sudah kehabisan akal dan tenaga.

Saat jari telunjuk Adelia siap ditarik ke belakang, Prilly memejamkan matanya. Air matanya mengalir tiada henti.

"Sy, maafin mama ya.." bisik Prilly.

SORRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang