Pukul setengah sembilan Jaehyun benar-benar pulang. Jiyeon mengantarkannya hingga pintu rumah dan lelaki itu berlalu usai mengecup keningnya sekali lagi.
"Udahan ngambeknya?"
Jiyeon berbalik dan mendapati bunda berdiri di belakangnya, ikut menatap mobil Jaehyun yang perlahan mulai menjauh. "Bunda tau dari mana?"
"Dari siapa lagi?"
Jiyeon mendengus kesal, "Aku ngga ngambek, bun. Cuma mood nya lagi ngga stabil aja."
"Kok kaya orang hamil? Udah coba pakai tespeck belum?"
Jiyeon memeluk lalu mengguncang tubuh bunda gemas. "Bunda apaan siihh, kan belum boleh ngapa-ngapain!" protesnya.
"Ih siapa tau kelepasan! Kan udah sah, udah susah nahan diri."
"BUNDAAAA!!"
Wanita paruh baya itu terkekeh dan mengacak sayang surai Jiyeon yang bertengger di pundaknya.
"Yaudah, yang penting jangan sering-sering ngambek sama suami. Dosa."
Nasihat seperti itu sudah sering Jiyeon dengar semenjak statusnya berganti sepuluh bulan yang lalu. Semenjak Jaehyun memintanya langsung pada kedua orang tua Jiyeon dan mengikatnya lewat janji-janji pada Tuhan.
Tapi selama itu pula, mereka belum pernah hidup bersama.
Itu semua adalah hasil usulan Jaehyun dan tentu saja, kesepakatan bersama keluarga besar. Ia dan Jaehyun sepakat untuk melanjutkan kehidupan normal mereka menjelang Jiyeon wisuda.
Pertemuan pertama mereka terjadi enam tahun yang lalu saat Jiyeon baru saja pindah ke sebuah komplek perumahan. Secara begitu saja bunda segera punya teman dekat beberapa bulan setelah mereka pindah.
Jiyeon masih ingat saat dirinya sibuk mengomel karena bunda minta tolong diantarkan dompetnya yang tertinggal ke kediaman keluarga Jung siang itu. Disanalah ia dan Jaehyun bertemu.
Mata kelam Jiyeon beradu pandang dengan hazel bening milik lelaki itu.
Tidak lama memang, tapi cukup membuat debaran genderang perang bertabuh di dadanya. Jiyeon ingat lelaki itu hanya menunduk sedikit untuk menyapanya dengan hormat. Saat itu juga Jiyeon sadar bahwa Jaehyun bukan seperti kebanyakan lelaki yang ia temui.
Jaehyun hampir tidak pernah terlihat keluar rumah. Namun halaman rumahnya selalu penuh dengan kendaraan teman-teman yang datang untuk berkumpul. Lelaki itu bukan social butterfly, tapi jangan tanyakan berapa banyak orang yang ingin berteman dengannya.
Beberapa bulan setelah itu Jiyeon baru mengetahui jika ternyata Jaehyun adalah murid berprestasi di sekolahnya.
Thanks to bunda dan segala gossip darinya.
Malam itu Jiyeon ingat ketika ia mengurungkan niatnya mengetuk pintu ruang kerja ayah karena meski pelan Jiyeon dengan jelas mendengar ayah dan bunda sedang berdebat ringan.
"Tapi Jiyeon masih kelas tiga, bunda."
Jiyeon mengerutkan keningnya penasaran. Dan tau apa yang membuatnya tersentak usai itu? Kelakar bunda yang dengan mudahnya berkata,
"Menikah sebelum kuliah tidak masalah, kan? Jiyeon tetap bisa kuliah. Kapan lagi kita bisa dapat menantu sesempurna Jaehyun, ayah?"
Saat itu Jiyeon masih delapan belas tahun. Tangannya bergetar halus menutupi mulutnya agar tidak berteriak karena cukup shock. Lalu kata-kata ayah datang menenangkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Undaunted | Jung Jaehyun
Romance'Find the courage to be with you' Tentang Jaehyun, Jiyeon dan rahasia pribadi mereka.