" Serius? " Tanya Mela terkejut pada layar laptopnya. Dia sedang melakukan video call dengan Darren.
Darren mengangguk semangat,
" Iya Mel. " Jawabnya." Gak deh. Setau ku gak gitu. " Jawab Mela. Menopang kepalanya dengan tangan.
" Gak percaya? Coba lihat ini. " Darren mengangkat buku yang sudah tercoret dengan hitungan matematika.
Sebuah keberuntungan bagi Mela, malam ini dia bisa video call dengan Darren. Dan hal itu, di manfaatkan Mela juga untuk mengerjakan PR matematikanya berhubung Darren sangat pandai dalam mata pelajaran itu.
" Hasil ku, 80. Kamu kok 90? " Tanya Mela menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal dengan pensil.
" Lihat caramu. " Kata Darren. Mela mengangkat buku PR matematikanya dan seketika itu Darren tertawa.
" Kok ketawa sih? " Mela melihat kembali buku matematikanya, takut jika dia menulis seuatu yang bisa membuat Darren tertawa.
" Kamu salah baca soal deh kayaknya. Coba kamu lihat lagi. "
" Masa? " Mela mengerutkan alisnya, membaca soal dan mencocokkannya dengan jawaban miliknya. Tak lama, Mela ikut tertawa. " Iya, ya. Salah baca. "
" Salah dimana? "
" Aku baca panjangnya 10,ternyata bukan. Lebarnya yang 10 cm. Hehe. "
Mela menghapus jawabanya kemudian menggantinya dengan jawaban yang benar." Kurang minum tuh, jadi gak fokus. " Ledek Darren. Mela tersenyum bahagia.
" Eh, Mel. Aku mau masuk kelas. Setelah ini kamu langsung tidur ya. " Darren melihat jam tangannya.
Wajah Mela yang tadi tersenyum kini menjadi muram. Dia tidak ingin berpisah dengan Darren sekarang. Padahal mereka baru saja mengerjakan 1 soal.
" Oke. " Jawabnya.Darren tersenyum, " Jangan ngambek. Kapan kapan aku hubungi kamu lagi. Oke? "
" Oke deh. Have a great day. "
" Good night. I miss you. "
Mela tersenyum, " Too. " Lalu menutup layar laptopnya.
Dia menutup buku matematikanya. Mengambil ponselnya, lalu mengecek notif yang masuk. Dan tidak ada notif yang masuk. Sedih. Sakit. Mela meletakan ponselnya, membaringkan tubuhnya di kasur lalu menutup matanya.
Hari itu, dia sangat lelah. Semua ujian telah selesai, harusnya Mela bisa bersantai saat itu. Tapi tidak, dia harus menyelesaikan tugas tugasnya di semester 2 yang belum selesai. Dan itu cukup membuatnya jenuh, karena teman temannya sudah menyelesaikan semua tugas mereka.
Dan juga, hari ini Maya akan pergi ke luar negeri untuk urusan pekerjaan.
Mela melihat jam dinding di kamarnya, seharusnya 1 jam lagi Maya akan berangkat. Sekitar 2 minggu Maya akan berada di luar negeri dan meninggalkan Mela sendirian dengan bibi.
" Mela.. " Panggil Maya masuk tiba tiba di kamar Mela.
" Kenapa ma? " Mela segera duduk saat melihat mamanya masuk.
" Kamu gapapa sendirian? Gak mau ikut mama? " Tanya Maya mengelus kepala anaknya.
Mela menggeleng yakin, " Gak ma. Lagi pula Mela juga harus nyicil tugas. Oh ya, juga ada Prom Night. "
Maya tersenyum, " Kamu nginep di rumah Netta aja. Mama gak tega ninggal kamu sendiri. "
" Kan ada bibi. " Jawab Mela.
" Bibi besok lusa pulang kampung, mamanya sakit. " Jawab Maya. Membuat keyakinan Mela untuk tinggal di rumah sendirian menjadi patah.
" Mela takut ngerepotin orang tua Netta, ma. "
KAMU SEDANG MEMBACA
MoodBoster [THE END]
Teen Fiction[THE END] *REVISI* " Bahagia itu, mirip ice cream. Sederhana, juga manis. Tapi jika ice cream itu mencair, maka akan berubah menjadi sebuah tangisan " Pertemuan pertama itu sangat berarti bagi Pamela. Dan pertemuan pertama itu juga mengubah dirinya...