(20)

1.7K 117 3
                                    

Tok tok tok
Refiani mengetuk pintu kelas. Gue hanya diam dan mengikuti arah dia berjalan.

Diruangan kelasku ini, alias 10 IPA 1 sangat sepi. Bahkan, horden biru yang tergantung pun masih menutup jendela.

Saat ini gue hanya terfokus pada satu titik.

Tas Refiani.

Gue hanya melihat tas Refiani. Gue juga punya firasat hanya dia yang baru masuk kelas ini.

"Ref, itu tas lo ya?" Tanya gue sembari menunjuk ke arah tas yang gue tuju.

"Iya Lav, itu tas gue" Jawabnya yang mentap gue

"Sepi ya kelas ini, apa baru lo yang masuk?" Tanya gue lagi

"Sepertinya Lav, soalnya dari gue masuk kelas ini, dari awal berantakan dan sekarang ini gue yang beresin" Jelasnya

"Hebat ya, gue salut sama lo Ref. Lo peduli sama semuanya, termasuk gue" Balas gue terkagum kepadanya.

"Tapi, ada yang ngebantuin gue juga sebenernya Lav" Jelasnya lagi. Namun, kali ini intonasi yang ia tunjukkan sangatlah rendah dati sebelumnya.

"Ha? Siapa?" Tanya gue terheran

"Hfffttt..." Refiani menghembuskan nafasnya keras.

"Stevia, dia yang ngebantuin gue untuk ngeberesin ruang kelas ini" Jelasnya

WHAT.....

Wait gue kayaknya agak familiar sama nama ini. Tapi bentar gue agak lupa.

Atau jangan-jangan

Feeling gue mendadak nurun drastis.

Apakah Stevia hantu perempuan di ruangan kosong itu?

Apakah Refiani anak indigo?

"Jangan bilang dia hantu perempuan di ruangan kosong itu" Gumam gue di dalem hati

"Stevia?" Tanya gue. Jujur, gue sengaja pura-pura ga tau biar apa yang gue firasatin ini pasti.

"Iya, kalo gue jelasin, takutnya lo ga mudeng bahkan lo nanti malah bisa takut sama gue Lav" Balasnya. Kali ini dia benar-benar merasa gugup. Sudah terlihat jelas di intonasinya, dan ekspresinya.

"Ref, lo indigo?!" Tanya gue lagi memastikan

Refiani hanya mengangguk dan masih menundukkan kepalanya.

"Bentar, Stevia yang lo maksud itu bukannya penghuni ruangan kosong dideket gudang olahraga lantai 1?" Tanya gue lagi

"Jangan biang lo indigo juga Lav?!" Tanya ia memastikan kepada gue

Ini sebenernya gue yang nanya kok malah dibalasnya nanya balik.

Ckckck

"Iya Ref, gue indigo juga. Gue ditakutin sama temen-temen sekelas bahkan lingkungan rumah gue. Sebenernya gue introvert. Gue juga nyembunyiin kekurangan gue ini dari orang tua gue" Jelas gue

"Gue juga kok Lav, lo beruntung masih punya orang tua" Balas Refiani

"Loh? Emangnya lo.....?"

"Iya Lav, gue anak yatim piatu" Potongnya yang terlihat malu

"Gue sekarang hidup sendiri. Gue tinggal di rumah peninggalan orang tua gue. Tapi, sebenernya gue ga sendirian, masih ada banyak temen-temen gue yang baik dan selalu nemenin gue. Tapi, mereka beda alam dengan kita" Lanjutnya lagi. Air mata nya mulai keluar perlahan-lahan dan membasahi pipinya.

"Yang sabar ya Ref" Jelas gue. Gue mendekati Refiani lalu merangkulnya.

"Iya, kamu jangan anggep indigo adalah kekurangan kita, tapi kelebihan kita. Ingat, Tuhan hanya memberikan kemampuan ini satu dari berjuta manusia. Bagi dia yang mendapat anugrah kelebihan ini, harus memanfaatkannya dengan baik dan bijak. Jadi syukurilah Lav" Jelasnya.

Seketika gue sadar atas semua ini. Semenjak penjelasan dari Refiani itu gue baru ingat kata pak ustadz kalo dia yang bisa melihat alam sebelah, maka ia adalah makgluk yang diberi tanggung jawab untuk menjaga, membatasi, dan menetralisasikan keseimbangan diantara dua alam tersebut.

Namun, gue sengaja ter fokus kepada Refiani daripada mereka. Jujur, sebenarnya di kelas tersebut ga lepas dari penghuninya. Lumayan banyak sih, tapi ga nyeremin kayak ruangan sebelumnya. Namun, kita netral dan pura-pura ga tau aja. Walaupun, beberapa dari mereka mencoba mengganggu perbincangan kita berdua.

"Mmm.. Iya Ref" Balas gue

Ruangan hening sejenak. Tidak ada pembicaraan diantara kita berdua. Gue dan Refiani merenungkan kata perkata yang sebelumnya kita lontarkan.

"Ref, mmm... gimana kalo kamu malem ini tinggal dirumah gue. Mumpung, orang tua gue lagi ga dirumah" Tanya gue menawarkan kepadanya.

"Semoga kamu mau Ref, gue berniat biar kita sama-sama bisa berteman baik" Gumam gue di dalem hati.

"Boleh, Lav. Tawaran kamu bagus banget. Tapi, kira-kira gue ngerepotin ga? Kalo ngerepotin mending aku ga ikutan" Jeasnya memastikan.

"Ga apa-apa kali, sekalian kita belajar bareng, main bareng, nyanyi bareng, seklaian bagi-bagi pengalaman bareng" Balas gue.

"Oke deh, nanti gue pulang dulu ya Lav" Balasnya dengan gembira

"Iya, lo bisa main piano kan?" Tanya gue

"Bisa kok, walaupun ga pro banget" Jelasnya

Kita berdua pun tertawa bersamaan

"Hahaha... aku juga ga pro kali Ref. Oiya, nanti gue kenalin sama temen gue namanya Cicil. Dia pro banget main piano" Jelas gue

"Oiya? Oke, nanti kita main bareng" Balasnya sembari menunjukan jari jempolnya ke arah gue

Gue tersenyum dan mengangguk kepadanya sebagai tanda 'setuju'.

Ga lama, bel pulang sekolah berbunyi lalu kita bersiap dan keluar kelas sembari berbincang-bincang.

Do You See What I See [?]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang