(49)

643 54 6
                                    

"Mbak mau nanya boleh ga?" Bagas memecah keheningan. Langkah gue terhenti detik itu juga.

Gue melempar tatapan kepadanya "Boleh aja"

Raut wajahnya berubah. Terlihat lebih takut. Tangannya bergetar serta keringat dingin mulai bercucuran dari tubuhnya. Bagas melirik gue sebentar.

"Lo sebenernya indigo kan?" Tanya Bagas curiga.

Deppp
Lagi dan lagi gue merasa keciduk secara perlahan. Gue terbujur kaku dan termangu disaat sodara sepupu gue melontarkan pertanyaan menohok tersebut.

"Apa yang harus gue lakuin" Batin gue. "Oh God please"

Gue menarik nafas panjang. Mencoba menenangkan diri agar ia ga semakin curiga. Gue melihat Bagas yang sedang mempertanyakan kebenaran di diri gue. "Ga mungkin lah. Gue juga gini-gini nge halu terus kerjaannya"

Bagas maju satu langkah lebih mendekat dengan gue "Jujur!" Paksa Bagas. Ia menatap gue tajam.

"Suer" Gue mengacungkan kedua tanganku sembari memunculkan jari telunjuk dan jari tengah berbentuk ‘piece’. "Ngapain gue boong sama lo Gas. Lagian lo satu-satunya yang bisa paham gue"

Bagas menggumam pendek "Hm" Ia memalingkan wajahnya yang terlihat gusar. Ada setitik keraguan yang masih terselebung di dalam pikirannya. Tentunya, tentang kepastian kemampuan gue ini.

"Jangan ngambek geh. Lagian kan lo tau sendiri gue orangnya gimana" Rayu gue yang sedikit usil.

"Apaan sih lo mbak" Elak Bagas terlihat malu. Pipinya kini memerah.

"Kebiasaan kecil ga ilang-ilang lo mah Gas. Ga seru tau" Protes gue sembari menjiwit pipinya.

Spontan, ia langsung melepas tanganku dari wajahnya. "Apaan sih mbak" Eluh Bagas.

"Ya udah lah ayo ke kelas" Tukas gue. "Eh bentar kelas gue gimana?"

Bagas menyingkirkan poni di dahi gue yang telah menutup sebagian mata "Sekelas sama gue. IPA-1 " Timpalnya.

Tiba-tiba terlihat di belakangnya dua sosok yang sudah gue kenal sebelumnya, Al dan Cicil.

Al mendekat ke arah gue "La kita akan selalu bersamamu. Nanti kita akan menyusul" Sahutnya. Gue mengangguk dan melempar senyuman kepadanya.

Mereka berdua melempar senyumannya kembali dan menghilang.

"Oke lah cabut" Ajak gue. Tanpa menyita waktu banyak, gue dan Bagas pergi menuju ruang kelas dan menelusuri lorong demi lorong hingga tepat di depan mata kita bertuliskan 10 IPA-1.

***
Hai kali ini dyswis publish lagi 👐

Monmaap yg sebesar-besarnya jika kemarin ga publish

Ada satu keterpaksaan yang harus menjeda publish part ini

Monmaap banget 🙏

Oke segini aja dari keluarga dyswis. Salam cinta 💕

Jangan lupa voment+share nya ya wankawan

Do You See What I See [?]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang