(50)

726 61 3
                                    

Krekkk
Bagas mendorong pintu kelas.

Gelap. Bahkan sangat gelap. Berdebu? Tentu. Secara pemikiran, ruang ini sengaja dibiarkan. Mungkin.

Gue dan Bagas melangkah masuk ke dalam ruang ini. Gue melihat sekeliling sedangkan Bagas melihat tembok yang terpasang gambar-gambar berbau biologi.

Selamat datang
Tiba-tiba sesuatu membisikku. Suaranya aneh, berat, dan mengerikan. Gue melirik kearah Bagas, tetapi dia sedang sibuk dan ga akan mungkin memanggilku seperti itu.

Gue kembali melihat sekeliling, belum melihat apapun yang aneh. Sekalipun mereka.

"Siapa lagi coba" Batin gue ketakutan.

Gue mendecak pelan dan menoleh ke arah papan tulis. Ga ada sesuatu yang mengganjal.

"Apa coba yang deketin gue" Sambung gue, bingung.

Kembalilah perempuan kecil
Kedua kalinya, bisikan itu terdengar kembali.

"Apa masalahmu denganku?" Gue mempertanyakan hal tersebut dengan komunikasi khusus. Tidak ada apapun, hanya peralatan kelas dan Bagas yang terlihat di penglihatan gue.

Datanglah
Balas suara tersebut. Bulu kuduk gue seketika berdiri. Ada keraguan yang tertanam di dalam benak gue tentang suara ini.

Gue memejamkan mata "Untuk apa?" Tukas gue.

Datanglah
Ia mengulangi satu kata tersebut.Jika di dengar, suaranya berasal dari arah belakang.

Dengan berani, gue membalikkan badan.

Tidak ada apa-apa

"Huftt..." Gue menghela nafas lega.

Dorr

"Apaan sih lo?!" Protes gue kesal.

Ya, tentu siapa lagi yang mengagetkan gue kecuali Bagas. Wajah usilnya kembali terpasang.

"Gitu doang kaget, penakut" Bagas tertawa geli melihat reaksi gue yang lumayan hampir seperti orang jantungan.

"Sstt... pamali ah lo Gas. Gue ga suka digituin tau" Singut gue.

Bagas mendekati gue "Maaf"

Gue mendengus kesal dan memalingkan wajah dari sodara sepupu gue tersebut.

"Udahlah ayo duduk" Bagas menunjuk di salah satu bangku. Gue langsung mendudukinya dan meletakkan tas.

Bagas menyusul dan menduduki bangku yang ada di sebelah gue.

"Ga jelas banget sih dia in-" Gumaman gue terjeda. Tepat di depan gue, sesosok pocong melihat dengan mata merahnya.

AAA...
Gue mengernyit keras. Sekeras-kerasnya. Sampai siapapun yang mendengarnya akan pecah gendang telinganya.

Gue membenci pocong. Entah apapun, gue sangat ga suka ketika bertemu hantu tersebut.

Spontan gue menangis.

"Lavina ga tahan. Lavina ga tahan" Teriak gue  diikuti suara tangisan gue yang semakin menjadi.

Do You See What I See [?]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang