(51)

651 50 2
                                    

"Ada apa ini!"
Tiba-tiba terdengar sahutan bernada keras menghantam telinga gue.

Spontan gue mendongakan kepala dan mengusap air mata yang membasahi wajahku. Kondisi gue berubah.

Terlihat disana seorang pria berbadan besar dan berkumis tebal berdiri dltepat di depan pintu kelas. Wajahnya yang memerah membuat gue semakin yakin kalau dia sedang marah saat ini.

Pria tersebut berjalan mendekat ke arah gue "Kenapa?!" Tanya pria tersebut.

Pandangan gue seketika teralih ke arah badge nama dirinya 'Rudianto'. Terlihat di sisi lain, tangannya merangkuk buku-buku tebal yang berwarna-warni. Mungkin ialah guru yang akan mengajar kelas gue.

"Engga apa-apa pak, saudara saya mungkin lagi sakit" Balas Bagas.

Bagas seketika langsung melempar tatapan yang memberi kode.

"Saya Rudianto. Ya sudah nanti saya akan masuk ke sini lagi, kalian siap-siap" Pak Rudianto langsung pergi meninggalkan gue dan Bagas tanpa memedulikan apapun lagi.

"Gas, lo ga apa-apa kan?" Tanya gue cemas

Bagas melirik gue sebentar "Im okey" Balasnya singkat.

"Lavina"
Spontan, gue melirik ke arah suara yang memanghil nama gue. Siapa lagi kalau bukan Al dan Cicil.

"Kalian" Balasku heran. Antar batin dengan batin.

"Kamu ga apa-apa kan Lav?" Tanya mereka bersamaan tanpa jeda. Rait wajah mereka semakin memperjelas jika ada kekhawatiran tentangku, meskipun mereka sudah tiada.

Gue tersenyum dan mengangguk pelan pertanda 'iya'.

"Hati-hati disini ya Lav. Ada banyak orang jelek yang mengerikan disini" Tukas Al mendekat.

Gue seketika menahan tawa sembari memukul meja tiga kali. 'orang jelek' yang dimaksud Al selama ini adalah mereka yang sebangsa dengan Al sekarang.

Sejujurnya, Al sangat membenci jika ia disebut 'hantu'.

Gue membalasnya "Iya Al. Aku bakalan jaga diri kok"

Al dan Cicil menghilang perlahan dari pandangan gue.

Do You See What I See [?]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang